Rabu, 27 Januari 2016

ZIKIR DAN KONTEMPLASI DALAM TASAWUF.

PENDAHULUAN.

Sesudah mempelajari berbagai rahasia dalam Tasawuf 
Al-Ghazali menulis kitab-kitab seperti 
al-Munqidz min adh-Dhalal  (Penyelamat dari Kesesatan) 
Ihya 'Ulum ad-Din (Menghidupkan kembali Ilmu-ilmu Agama)
serta menyelami  lebih dalam lagi misteri-misteri kaum Sufi 
dan mengkaji berbagai masalah dalam Tasawuf , umpamanya saja, 
masalah Kesatuan Wujud, audisi (sama') dan sebagainya.

Sebagian rekan sezamannya mengecam pandangan-pandangannya
habis-habisan, dan sebagian lagi malah mencap Al-Ghazali
sebagai seorang  kafir.
Kitabnya Ihya 'Ulum ad-Din , dibakar hingga menjadi abu .
Kemudian Allah datang menyelamatkannya , 
dan kitab itu pun ditulis kembali dalam tinta  dan huruf emas.

Akan tetapi,kami mengakui bahwa kadang-kadang seorang ahli bid'ah 
ekstrem tampil dalam sosok seorang unitarian dan pemikir bebas,
zindiq, dengan kedok seorang Mukmin sejati atau shiddiq.
Sulit bagi seorang pencari Allah membedakan antara keduanya
dan akibatnya ia pun jadi bingung.

Itulah sebabnya Hafiz Syirazi mengingatkan kita ;

Tak setiap orang yang menghiasi raga lahiriahnya
tahu jalan-jalan menuju Kekasih.
Pun tidak pula setiap pembuat cermin menjadi Sikander.
Ada seribu satu segi pelik (seperti rambut manusia)
dalam soal ini.
Sekedar mencukur kepala tak bakal menjadikan 
seseorang Qalander sejati.

Penghormatanku kepada Energi Ilahi 
dalam diri Manusia Sempurna
yang tidak mempedulikan dirinya sendiri,
Setiap orang yang sok berlagak tidak mengetahui seni kimia !

Oleh Hafiz , kita diperingatkan dengan jelas bahwa :

Tidak semua keberhasilan kaum Sufi bebas dari celaan
Ada sebagian jubah yang pantas dibakar dan dilenyapkan !

Juga, Hafiz mengatakan :

Sekelompok orang mengaku berada di jalan kebenaran,
Dan menemukan keselamatan 
dengan mengenakan jubah kaum 'arif.
Jika  kemuliaan itu 
diukur dengan mengenakan sesuatu di kepala,
Maka kita pun sudah melakukannya !

Sebaliknya juga dikatakan ;

Orang-orang paripurna 
terkadang mengenakan jubah compang-camping,
Para pemilik kalbu, ahl-i-dil,
kadang-kadang mengenakan pakaian wol kasar !

Kehidupan hakiki para martir ini 
didukung oleh kehadiran dan kedekatan kepada Allah 
yang tidak sanggup dilukiskan melalui kata-kata.
Kaum Sufi  mencapai kedekatan kepada Allah ini 
dalam kehidupan mereka di muka bumi , 
dan itulah yang sesungguhnya menyebabkan nama mereka 
dikenang dan diperingati bahkan sesudah wafat mereka,

Sebagaimana dikatakan ;

Inilah orang-orang yang (secara lahiriah) mati 
tetapi hidup di tengah-tengah manusia.

Syaikh Syihabuddin Suhrawardi ,
yang telah kami sebutkan sebelumnya,
selanjutnya menegaskan :

Kaum Sufi adalah sahabat karib Allah ,
orang-orang yang sempurna yang disebut Al-qur'an sebagai fuqara'
(mereka yang memerlukan Allah) ,dan bukan mereka yang hanya -
dalam bentuk  penampilannya - membedakan diri mereka 
dari orang lain.
Hanya orang-orang 'arif yang telah mencapai kedekatan pada Allah saja
yang disebut oleh para penempuh jalan spiritual sebagai kaum Sufi.

Al-Junaid mendefenisikan Sufi sebagai
 "orang yang fana" dalam dirinya sendiri dan baqa' dalam diri Allah".

Ketika Abu Muhammad Ruwaim diminta mendefenisikan Sufisme  atau Tasawuf
,ia mengatakan , "Sufisme atau Tasawuf  - tak lain  dan tak bukan -
adalah memasrahkan diri pada Kehendak Allah ".

Abu Muhammad al-Jurairi,
"Sufisme atau Tasawuf adalah membina kebiasaan-kebiasaan baik
 serta menjaga hati dan kalbu dari berbagai keinginan dan hasrat hawa nafsu".

Dr. Mir Valiuddin.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar