Sabtu, 30 Januari 2016

"MI'RAJ -nya YUNUS AS.
30 Mei 2015 pukul 7:17
“Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul, (ingatlah) ketika ia lari, ke kapal yang penuh muatan, kemudian ia ikut berundi lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian. Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela. Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk الْمُسَبِّحِينَ (orang-orang yang banyak berdzikir / bertasbih), niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. Kemudian Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan sakit. Dan Kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu. Dan Kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih. Lalu mereka beriman, karena itu Kami anugerahkan keni'matan hidup kepada mereka hingga waktu yang tertentu” ( QS.Ash Shoffat : 139-148)

“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya ( نَّقْدِرَ ) maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap (الظُّلُمَاتِ ) "Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim." (لَّا إِلَهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ ) . Maka Kami telah memperkenankan do'anya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.( الْمُؤْمِنِينَ) “   ( QS.Al Anbiya : 87)

Dalam keadaan marah, demikian Allah menyebutkan, nabi Yunus as. lari dari kaum tempatnya diutus untuk memberi peringatan. Beliau menuju sebuah tepi laut dan menaiki sebuah kapal. Inilah awal perjalanan nabi Yunus as.

Beberapa ulama menyatakan kata نَّقْدِرَ "naqdir" pada ayat di atas bermakna “nudhayyiq” yang artinya membuatnya semakin sulit/susah/sengsara, dan beberapa ulama lain menyatakan kata tersebut berasal dari kata “taqdir” dan maknanya adalah “nuqaddir “ yaitu menetapkan / menaqdirkan. Kedua makna tersebut tidak saling mengurangi makna, bahkan menguatkan bahwa Allah telah membuat taqdir nasib nabi Yunus menjadi sebuah kisah yang kita baca sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan bagi beliau, dijatuhkan ke laut dan ditelan ikan paus. 

Menurut Ibnu Mas’ud, bahwa saat Yunus masuk ke kapal, maka kapal itu berhenti, sedangkan kapal-kapal yang lain bisa berjalan ke kanan dan kiri, lalu Yunus berkata, “Ada apa dengan kapalmu?” Mereka menjawab, “Kami tidak tahu.” Yunus berkata, “Sesungguhnya di dalamnya ada seorang hamba yang lari dari Tuhannya, dan sesungguhnya kapal itu tidak akan berjalan sampai kalian melempar orang itu.” Mereka berkata, “Adapun engkau wahai Nabi Allah, demi Allah, kami tidak akan melemparmu.” Lalu Yunus berkata kepada mereka, “Kalau begitu adakanlah undian, barang siapa yang keluar namanya, maka hendaklah ia menjatuhkan diri.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya dan para perawinya adalah tsiqah, Ahmad dalam Az Zuhd, Abd bin Humaid, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, dan Ibnu Abi Hatim).

Maka mereka melakukan undian dan ternyata undian itu jatuh kepada diri Yunus, tetapi mereka tidak mau jika Yunus harus terjun ke laut, maka undian pun diulangi lagi, dan ternyata jatuh kepada Yunus lagi, hingga undian itu dilakukan sebanyak tiga kali dan hasilnya tetap sama.
Bersamaan dengan itu Allah SWT mengutus ikan paus yang sangat besar sekali, lalu atas perintah Allah ikan itu menelan nabi Yunus as. “Janganlah kamu memakan dagingnya, dan jangan pula kamu mematahkan tulangnya, karena ia bukanlah rezeki kamu untuk dimakan” demikian Allah mewahyukan kepada ikan paus tersebut. 

Nabi Yunus mengira dirinya akan mati tertelan ikan dan ketika di dalam perut ikan beliau tersadar dapat meggerakkan anggota tubuhnya, beliau pun langsung bersujud kepada Allah dan berkata “Ya Allah, aku bersujud kepadamu di tempat yang tidak pernah dan tidak bisa dijadikan tempat bersujud oleh siapa pun “ (Tafsir ibnu Katsiir)

Ikan paus itu membawa Nabi Yunus berputar-putar di perairan yang bergelombang, samudera asin, berhari-hari, melampaui siang dan malam [demikian menurut kebanyakan ulama kecuali Asy-Sya’bi yang berpendapat bahwa nabi ikan paus menelan nabi Yunus pada pagi hari dan mengeluarkannya sore hari ], menembus kedalaman samudera yang gelap gulita. Kegelapan yang berlapis-lapis, الظُّلُمَاتِ , azh-zhulumaat : kegelapan dalam ikan paus, di kedalaman samudera yang gelap, pada kegelapan malam. Dalam perjalanan itu, terdengarlah oleh beliau ikan-ikan yang bertasbih memuji Tuhannya. Batu-batu karang, butiran pasir di dasar samudera, desir riak ombak, semua melantunkan tasbih memuji Tuhan Yang menumbuhkan butir dan biji tanaman di muka bumi, Rabb seluruh makhluk yang ada di ketujuh lapis lelangit -ketujuh lapis bumi-dan yang ada di antara keduanya-yang terbang maupun yang melata, Tuhan yang memiliki keagungan dan kesempurnaan, Yang Mengetahui yang dzahir dan yang tersembunyi, Yang Kuasa menyempitkan dan melapangkan. Di dalam kegelapan yang berlapis itu, Nabi Yunus melantunkan kalimat لَّا إِلَهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ . 

Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah bersabda “ Ketika Allah menghendaki agar nabi Yunus terkurung dalam perut ikan paus, Dia mewahyukan ikan paus, ‘Telanlah ia, namun jangan kau robek dagingnya atau patahkan tulangnya’. Lalu saat Yunus dibawa oleh ikan paus itu lebih ke bawah dasar laut lagi, ia mendengar ada sayup-sayup suara yang tidak ia mengerti, ia pun bertanya dalam hatinya, ‘Suara apa ini?’. Kemudian Allah mewahyukan kepadanya bahwa saat itu ia berada di dalam perut ikan paus dan suara yang ia dengar itu adalah ikan-ikan laut yang sedang bertasbih. Maka Yunus yang berada di dalam perut ikan paus pun ikut bertasbih ....” (HR Al Bazzar)

Anas menceritakan dari nabi Muhammad SAW bahwa “Sesungguhnya ketika nabi Yunus tersadar ia tengah berada di dalam perut ikan paus, ia mengucapkan لَّا إِلَهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِين ٱللَّهُمَّ (Ya Allah, tidak ada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sungguh aku termasuk orang-orang yang zhalim). Lalu doanya diterima hingga bergema di atas Arsy. Kemudian malaikat berkata, ‘Ya Tuhan kami, kami mendengar sayup-sayup suara yang kami kenali namun terdengar terdengar dari suatu tempat yang sangat asing’. Lalu Allah berkata, ‘Apakah kamu tidak mengenalinya?’ Mereka pun bertanya, ‘ Ya Tuhan kami, suara siapakah itu’ Allah menjawab, ‘Itu adalah suara hamba-Ku, Yunus’. Mereka pun bertanya lagi, ‘ Apakah itu Yunus seorang hamba yang masih tercatat selalu diterima perbuatan baiknya dan selalu dikabulkan doanya?’ Allah menjawab, ‘Benar sekali’. Lalu para malaikat menyampaikan syafaat mereka kepada Allah, ‘Ya Tuhan kami, bukankah Engkau ridha kepadanya ketika ia mengingatmu pada saat ia dalam keadaan senang, mungkinkah kiranya Engkau memberi pertolongan baginya saat ia dalam kesulitan sekarang ini?’ Allah menjawab,’Tentu saja.’ Kemudian Allah memerintahkan kepada ikan paus untuk membebaskannya. Lalu ikan paus itu pun melemparkan Yunus ke daratan yang tandus” (HR Ibnu Abi Hatim)

Lalu terdamparlah Yunus as. ke daratan yang tandus dan dalam keadaan tubuh yang lemah, seperti ayam yang tidak memiliki bulu, bagaikan bayi yang dilahirkan keluar tanpa mengenakan apa pun. "Dan kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu (يَقْطِينٍ ) " . Allah berkehendak untuk menutup aurat Nabi Yunus dan melindungi beliau dari terik sinar matahari dengan menumbuhkan yaqthin: pohon yang penuh barokah ini, yaitu dari jenis labu. Pohonnya sangat lebat sehingga dapat melindungi, daunnya lembut, tidak dihinggapi oleh lalat, buahnya dari yang masih muda hingga yang sudah tua dapat langsung dimakan ataupun dimasak, biji dan kulitnya pun dapat dimanfaatkan, dan berkhasiat mempertajam akal -demikian menurut beberapa ulama. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Allah juga menciptakan kambing hutan liar yang memakan cacing tanah atau lumut, sehingga nabi Yunus dapat memerah susu dari kambing tersebut. “....Maka Kami telah memperkenankan do'anya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.( الْمُؤْمِنِينَ)”

“.....Dan Kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih. Lalu mereka beriman, karena itu Kami anugerahkan keni'matan hidup kepada mereka hingga waktu yang tertentu ...” . Inilah ending yang tidak disangka oleh nabi Yunus, kaum yang beliau tinggalkan karena ingkar- mendapatkan hidayah Allah. Sepeninggalan Yunus, mereka menyesali apa yang telah mereka perbuat terhadap nabi mereka. Mereka mengenakan baju mantelnya, meninggalkan hewan ternak yang mereka miliki untuk berserah diri kepada Allah. Pria-wanita, tua-muda, anak-anak-dewasa semua menangis memohon ampunan dan merendahkan diri di hadapan Allah. Bahkan semua hewan peliharaan mereka: onta meraung, sapi mengembu, kambing mengembik – semua seakan ikut memohon ampunan. Kaumnya pun telah beriman dan Allah memberikan berkah kepada harta dan anak-anak mereka. Sungguh di antara sekian banyak kaum para rasul lain yang berakhir dengan azab, kisah pertaubatan umat nabi Yunus merupakan anugerah Allah yang luar biasa untuk nabi Yunus, seperti disebutkan :
“Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfa'at kepadanya selain kaum Yunus? Tatkala mereka (kaum Yunus itu), beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu ” (QS.Yunus : 98)

******************

Seorang guru ‘Arif memberi nasehat bahwa

Kita adalah “Yunus-Yunus” kecil yang diterjunkan, 
di mi’raj kan ke bawah, 
ke samudera kehidupan dunia, 
tempat kegelapan, frontier, 
bagian terluar dari kerajaan Rububiyah Allah. 
Dunia adalah alam tergelap.

Tempat kita hidup sekarang ini yang akan kita tinggalkan 
setelah hembusan nafas terakhir, 
untuk kemudian meneruskan perjalanan di alam barzakh. 
Raga kita hancur, 
namun jiwa kita terus melanjutkan kehidupan di alam yang lebih terang, 
dimana kehadiran Allah semakin lebih nyata. 
Dunia ini tempat dimana “tangan-tangan” Allah tersembunyi 
di balik hukum-hukum kasaulitas alam dan kehidupan, 
di balik rasionalitas akal pikiran kita. 
Kita dihadirkan meniti jalan hidup masing-masing, 
berada pada lingkungan keluarga, rumah, kantor, masyrakat, bangsa 
yang kita lakoni sehari-hari. 
Allah tampak Ghaib dalam dunia kita, gelap. 

Tidak hanya alamnya yang gelap, 
tapi juga instrumen – indera pendeteksi kita terhadap kehadiran Allah – juga tergelapkan. Seperti Allah menakdirkan sebab musabab kejatuhan Yunus as. ke dalam laut : 
berupa rasa kecewa, marah- 
kita pun melakoni hal yang sama,
musabab kejatuhan kalbu kita 
dalam kegelapan berupa dosa, kesalahan, pengambilan keputusan yang salah, 
dsb yang menjadi debu, noda-noda yang menutupi kalbu- hati kita.
Namun sejatinya diri kita: 
yaitu jiwa bukanlah penghuni kegelapan, 
dia bagai Yunus yang tak akan mampu bertahan hidup lama dalam perut ikan. 
Bagaimana pun kita mesti keluar dari perut ikan itu, 
jika tidak, lambat laun jiwa kita akan binasa. 

Bagaimana agar dapat keluar dari perut ikan itu, dalam kegelapan yang berlapis-lapis ? Hanya ada satu cara yaitu menyeru kepada Allah : 
memperbaharui tauhid, bertasbih, memohon ampun : 
mengakui segala kelemahan dan kesalahan.  
"Allahumma Laa ilaaha illa Anta, Subhaanaka , innii kuntu minadz dzoolimiin"

Lantunan dzikir itu merupakan penegasan kepada diri kita sendiri bahwa 
tidak ada yang boleh menguasai, mendominasi, mengendalikan diri kita kecuali Allah : 

Dia yang Ahad yang kita sembah. 
Kalimat tasbih-nya merupakan pernyataan bahwa 
kita mensucikan jiwa dari sangka yang tidak layak kepada-Nya, 
dari keluh kesah akibat pahitnya takdir yang menyapa, 
juga dari anggapan bahwa 
Allah telah bertindak semena-mena karena mendatangkan takdir yang tidak disuka. 
Tasbih juga berarti mem-berenang-kan diri dalam aliran pengaturan-Nya, 
karena pengaturan-Nya atas dasar Dia yang Maha Tahu, 
Paling Tahu yang terbaik bagi setiap hambaNya. 
Dan kalimah terakhirnya “Inni kuntu minadzoolimiin “ 
merupakan ungkapan kejujuran hati, kalimah “tadhorru” : 
merendahkan hati mengakui kesalahan-kesalahan, memasrahkan kita yang dhoif ini.

Kalimah dzikir adalah juga doa. 
Ucapkan dengan penuh keihlasan, 
agar suara hati kita naik, menembus dan menggemakan Arsy, 
tawasulkan semua perbuatan baik agar mendapat syafaat, pertolongan Allah.

Jika Nabi Muhammad ` mi’raj ke langit ke-7 menjumpai para malaikat yang bertasbih, maka Yunus pun menjumpai tasbihnya alam ini : 
ikan-ikan, pasir, batu karang, molekul-molekul air semua bertasbih kepada Allah. 

Dalam kegelapan itu, Yunus menjumpai ma’rifat.

Demikian berlaku juga untuk kita, di alam kegelap
an kita ini : di ruang dapur kita, ruang kehidupan keluarga kita : 
mengasuh dan mendidik anak, melaksanakan kewajiban sebagai istri atau suami, 
sebagai anak, di ruang usaha kita mencari rezeki, di semua lingkup yang dekat dan terpaut dalam kehidupan kita - 
kita semua mempunyai peluang untuk dapat ma’rifat, 
mengenal “tangan-tangan” Allah, kuasa Allah.

Mengenali isyarat-isyarat Allah Ar Razaq – Pemberi Rizki- 
di balik usaha keras keringat kita. 
Mengenali isyarat Allah, 
Ar Rahmaan- Ar rahiim di balik kasih sayang yang ada di muka bumi ini. 
Mengenali isyarat Maha Pengaturnya dibalik hukum-hukum alam, qodho dan qadar-Nya.

Mengenali isyarat Maha Cerdas-Nya di balik kejadian alam semesta ini. .

Tapi, sekali lagi dinyatakan , 
bahwa sejatinya kita bukanlah penghuni kegelapan perut ikan dalam kegelapan samudera. Kita berdiam sementara dalam alam kegelapan ini dan 
di alam yang sementara ini kita belajar, 
belajar mengenali Rabb kita dalam keghaiban-Nya, 
sebagai bekal perjalanan di tempat berikutnya, dengan tahlil,tasbih, dan taubat.
Bukankah pertanyaan pertama yang diajukan malaikat Munkar Nakir nanti adalah 
“Man Robbuka, siapa Tuhanmu ?”

Mudah-mudahan Allah l menerima, mengeluarkan kita dari kegelapan kebodohan, kegelapan waham, kegelapan dosa, kegelapan dari tuntunan dan petunjuk-Nya. 

Lalu semoga Dia menumbuhkan “pohon diri” yang penuh barokah, 
tidak hanya bagi diri kita tapi untuk sekeliling kita, dan juga merahmati “umat” kita. 

Terimakasih kepada Nabi Yunus as., yang ditakdirkan Allah melakoni 
sebagai orang yang bersalah, demi pembelajaran bagi umat manusia. 
Seseorang yang Al-Musabbihiin. 
Beliau sama mulianya dengan para rosul lainnya. 
Yang namanya tercantum dalam Al Quran menjadi nama salah satu surat. 
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam 
melarang kita merendahkan beliau dalam sabdanya,
لاَ يَنْبَغِي لِعَبْدٍ أَنْ يَقُولَ: أَنَا خَيْرٌ مِنْ يُونُسَ بْنِ مَتَّى

“Tidak layak bagi seorang hamba mengatakan, 
“Saya (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) 
lebih baik daripada Yunus bin Mata.” (Muttafaq ‘alaih)

Sufi besar menggambarkan pengajaran dari nabi Yunus as ini 
dalam puisi yang indah, sbb:

Mi'raj ke dalam Perut Paus 
Ketika Sang Kekasih menjadi sahabat,
tempat manapun menjadi
"bagaikan di langit;"
dan bukan "terbenam ke bumi."

Sang Nabi saw, berkata,
"Jangan menyangka mi'raj-ku lebih unggul
daripada apa yang terjadi pada Yunus;       [1]
aku diangkat ke langit;
dia ditenggelamkan ke dalam perut paus;   [2]
kedekatan pada al-Haqq itu di luar perhitungan."

Kedekatan itu bukan soal naik atau turun:
kedekatan pada al-Haqq itu artinya 
kemerdekaan dari penjara keberadaan.

Tiada tempat bagi gerak "ke atas"
atau "ke bawah" dalam ketiadaan.

Ketiadaan tak mengenal "nanti," "jauh," atau "terlambat."

Sumber ilmu dan khazanah al-Haqq
berada di ketiadaan.
Karena 
keberadaan ini saja telah menipumu,
bagaimana mungkin kau pahami
apa itu ketiadaan?                       [3]

Kekurangan adalah bagian dunia
yang telah ditentukan bagi sang Nabi saw,
kefakiran dan kerendahan 
adalah kebanggaan dan kemuliaannya.


Catatan:
[1] Nabi Allah Yunus as, dimuliakan dalam Al Qur'an,
menjadi nama surat ke 10.

[2] Mawlana Rumi menerangkan bahwa saat pencapaian
ruhaniyyah tertinggi nabi Yunus as, terjadi ketika jasadnya
ditenggelamkan, lalu untuk beberapa saat dimasukkan
kedalam perut seekor paus.Lihat antara lain, QS [21]: 87 dan (QS [37]: 143)

[3] "Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini
hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, 
perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta 
berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak; 
seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan 
para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering 
dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. 
Dan di akhirat ada azab yang keras dan ampunan dari Allah 
serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain 
hanyalah kesenangan yang menipu." 
(QS. Al Hadiid [57]: 20)


Sumber: 
Rumi: Matsnavi III: 4511-4516, 4519
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson. Diterjemahan oleh Herman Soetomo http://ngrumi.blogspot.com

Kebenaran datang dari Allah l semata, kesalahan dari saya pribadi. Wallahu’alam.
Depok, 28 Mei 2015/ 12 Sya’ban 1436 H.
Sumber & narasumber : Qishoshul Anbiya, Ibnu Katsir, Zamzam AJT, Herman Soetomo, Kuswandani, Bambang Setyadi, Ranti Aryani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar