PANCARAN FANA' DAN BAQO'
Jika seorang hamba memandang cakrawala qolbunya, pastilah ia akan memandang kedekataNnya, kemudian hamba akan terus menerus memfokuskan qolbu itu agar memandang kedekatan itu melalui Muroqobah kepadaNya, sampai akhirnya keimanan hamba menjadi sempurna penuh, maka sang hamba akan memasuki tahap berikutnya, yaitu terbukanya kenyataan matahati, sampai seluruh kedekatan itu sendiri meliputi dirinya dalam pengetahuannya, pada saat itulah sang hamba menegaskan, bahwa semua ini hakikatnya tidak ada, karena yang ada hanyalah AL-HAQ, ALLAH TA'ALA.
----------------------
Pancaran matahati (Syu'aaul Bashirah), mempersaksikan pada anda, betapa dekatNya Dia pada anda, sedangkan kenyataan matahati ('Ainul Bashirah) itu sendiri mempersaksikan pada anda, betapa anda sesungguhnya tiada, karena AdaNya, Adapun hakikat matahati (Haqqul Bashirah) mempersaksikan pada anda akan WujudNya, bukan ketiadaan anda, n juga bukan wujud anda, Allah ada, dan tiada sesuatu pun yg menyertaiNya, dan Dia saat ini, sebagaimana AdanNya.
betapa dekatNya Allah dengan kita semua, kedekatan Allah itu dipandang oleh hamba menurut perspektif matahatinya masing masing, ada yang memandang dengan Ilmul Yaqin, dengan produk pandangan dan kesempatan tertentu, begitu juga ketika memandangnya dengan 'Ainul Yaqin, bahkan dengan Haqqul Yaqin.
----------------
pandangan matahati juga demikian, ketika pancaran matahati kita melihat kedekatan Allah Ta'ala, akan menyimpulkan betapa Allah itu Maha Dekat, tiada jarak dan batas dengan kita. Pancaran itu merupakan cahaya akal kita yang menunjukkan pada keimanan yang bertumpu dan berpangkal pada penetapan dalam posisiNya, sekaligus menafikan segala hal yang tidak relevan denganNYA.
Apa yang dipandang oleh matahati dengan apa adanya disebut sebagai 'Ainul Hakikat, atau kenyataan yang sebenarnya, yang bersimpul bahwa kenyataan hakiki adalah AdanNya Allah, dan yang lain tiada. Dalam tahap inilah disebut sebagai Al-Fana' (ketiadaan diri kita). kesadaran akan kefanaan diri menggambarkan bahwa kita adalah membutuhkan yang sesungguhnya ada, yaitu Allah Ta'ala, inilah yang disebut sebagai cahaya iman ( Nurul Iman) yang menunjukkan pada praktek hakikat ini adalah meninggalkan ikut campur Urusan Allah, yakni kepasrahan pada apa pun yang sudah diatur oleh Allah pada dirinya, Apabila pancaran cahaya iman ini mengkristal dalam suatu titik akhir, sang hamba akan berpindah pada pandangan yang tidak lagi bisa diungkapkan, kecuali bahwa dirinya tidak ada dan juga tidak tiada, karena semuanya apa saja, bermuara pada Allah Ta'ala.
Itulah yang disebut Haqqul Yaqin, atau maqom al-Baqo', bahwa Allah lah yang abadi, yang Ada, dan segalanya tiada, termasuk kesadaran diri kita telah sirna dalam AdanNya dan KemahaabadianNya (Baqo'Nya).
Tahap ini juga disebut sebagai Haqqul Bashirah, Haqqul Yaqin, atau al-Baqo', berupa Cahaya Hakikat, Allah saja yang Wujud, dan segala yang ada ini, menjadi sirna dengan WujudNya, yang baru sirna dengan datangnya yang Qodim.
"DIA ada sebelum tempat diciptakan, Sebagaimana AdanNya sekarang".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar