Jumat, 29 Januari 2016

ZIKIR DAN KONTEMPLASI DALAM TASAWUF

NAFS.

Secara lateral atau harfiah, nafs  berarti "esensi"  dan "esensi sesuatu"
disebut "jiwa" sesuatu , atau "realitas" (haqiqah) nya.

Dalam terminologi Aristotelian, 
kata itu berarti "jiwa" , jiwa hewani,
atau bersifat abstrak , misalnya saja jiwa nabati dan jiwa hewani,
atau bersifat abstrak  misalnya saja jiwa benda-benda samawi 
dan jiwa rasional manusia.

Dalam terminologi  etika, 
nafs berarti khayalan dan angan-angan palsu
dari ego manusia yang terpisah dan independen.
Kata ini juga berarti jiwa jasmani atau hawa nafsu - 
tempat nafsu, berbagai hasrat dan keinginan.
Kaum Sufi memahaminya dalam artian terakhir ini.

Nafs, yang dipandang mampu melakukan penyucian adalah 
nafs yang memiliki sifat-sifat hewani dan bernama an-nafs al-ammarah
atau jiwa yang selalu menyuruh pada kejahatan .
Nafs ini biasanya mempunyai kecenderungan pada kejahatan 
serta menyuruh kita berbuat jahat.

Al-Qur'an mengatakan :

"....Sungguh  jiwa (manusia) menyuruh pada kejahatan..." Q.S.12:53

Apabila jiwa ini disucikan dan mulai menjauhi kejahatan
maka ia mulai mencela (dan dengan demikian memperbaiki)
dirinya sendiri.
Kemudian ia disebut an-nafs al-lawwamah atau jiwa yang mencela.

"Dan Aku bersumpah demi jiwa yang mencela dirinya sendiri." Q,S. 75:2

Manakala jiwa ini benar-benar sudah disucikan dan mencapai kebahagiaan
atau cinta Allah,maka ia pun mengembangkan fakultas 
atau kemampuannya untuk berbuat baik dan benar,
dan bukan lagi menjadi sumber kejahatan.
Ia sudah memperoleh sifat-sifat malakutinya , serta 
melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah :

'Yang tidak pernah menolak (dari melakukan) perintah-perintah
 yang mereka terima dari Allah, tetapi mereka mengerjakan 
 apa yang diperintahkan kepada mereka". Q.S. ;26:6

Nafs ini kemudian menjadi sumber yang darinya mengalir 
semua amal kebaikan dan pikiran-pikiran baik.
Demikianlah Khwaja Baha'uddin Naqsyaband mengatakan ;

'Kini
aku memiliki diri sedemikan 
sehingga jika aku tidak mengetahui perintah-perintahnya,
maka yang demikian itu berarti bahwa
aku tidak mematuhi Allah".


Disini, Khwaja menyinggung -nyinggung jiwa tersebut di atas.
Jiwa itu disebut an-nafs-al-muthma'innah atau jiwa yang tenang.
yang di sebut-sebut Alqur'an demikian ;

"Wahai jiwa yang tenang !
 Kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai ole-Nya ". 
 Q.S.; 89:27-30.

Mesti dicatat bahwa jiwa tunggal sajalah yang diseru dan dipanggil 
dengan nama-nama yang berbeda  dengan menunjukkan 
tahap-tahap perkembangannya yang berbeda , 
serta menegaskan berbagai macam sifatnya .
Begitu pula dalam terminologi dokter,
jiwa yang sama seperti embun lembut , disebut 
jiwa hewani dalam kalbu,
jiwa sensual dalam hati, dan
jiwa fisik dalam otak.

Perubahan nama-nama ini disebabkan  oleh perbedaan sifat-sifat
sementara objek yang dinamainya sama belaka.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar