NAFS.
Secara lateral atau harfiah, nafs berarti "esensi" dan "esensi sesuatu"
disebut "jiwa" sesuatu , atau "realitas" (haqiqah) nya.
Dalam terminologi Aristotelian,
kata itu berarti "jiwa" , jiwa hewani,
atau bersifat abstrak , misalnya saja jiwa nabati dan jiwa hewani,
atau bersifat abstrak misalnya saja jiwa benda-benda samawi
dan jiwa rasional manusia.
Dalam terminologi etika,
nafs berarti khayalan dan angan-angan palsu
dari ego manusia yang terpisah dan independen.
Kata ini juga berarti jiwa jasmani atau hawa nafsu -
tempat nafsu, berbagai hasrat dan keinginan.
Kaum Sufi memahaminya dalam artian terakhir ini.
Nafs, yang dipandang mampu melakukan penyucian adalah
nafs yang memiliki sifat-sifat hewani dan bernama an-nafs al-ammarah
atau jiwa yang selalu menyuruh pada kejahatan .
Nafs ini biasanya mempunyai kecenderungan pada kejahatan
serta menyuruh kita berbuat jahat.
Al-Qur'an mengatakan :
"....Sungguh jiwa (manusia) menyuruh pada kejahatan..." Q.S.12:53
Apabila jiwa ini disucikan dan mulai menjauhi kejahatan
maka ia mulai mencela (dan dengan demikian memperbaiki)
dirinya sendiri.
Kemudian ia disebut an-nafs al-lawwamah atau jiwa yang mencela.
"Dan Aku bersumpah demi jiwa yang mencela dirinya sendiri." Q,S. 75:2
Manakala jiwa ini benar-benar sudah disucikan dan mencapai kebahagiaan
atau cinta Allah,maka ia pun mengembangkan fakultas
atau kemampuannya untuk berbuat baik dan benar,
dan bukan lagi menjadi sumber kejahatan.
Ia sudah memperoleh sifat-sifat malakutinya , serta
melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah :
'Yang tidak pernah menolak (dari melakukan) perintah-perintah
yang mereka terima dari Allah, tetapi mereka mengerjakan
apa yang diperintahkan kepada mereka". Q.S. ;26:6
Nafs ini kemudian menjadi sumber yang darinya mengalir
semua amal kebaikan dan pikiran-pikiran baik.
Demikianlah Khwaja Baha'uddin Naqsyaband mengatakan ;
'Kini
aku memiliki diri sedemikan
sehingga jika aku tidak mengetahui perintah-perintahnya,
maka yang demikian itu berarti bahwa
aku tidak mematuhi Allah".
Disini, Khwaja menyinggung -nyinggung jiwa tersebut di atas.
Jiwa itu disebut an-nafs-al-muthma'innah atau jiwa yang tenang.
yang di sebut-sebut Alqur'an demikian ;
"Wahai jiwa yang tenang !
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai ole-Nya ".
Q.S.; 89:27-30.
Mesti dicatat bahwa jiwa tunggal sajalah yang diseru dan dipanggil
dengan nama-nama yang berbeda dengan menunjukkan
tahap-tahap perkembangannya yang berbeda ,
serta menegaskan berbagai macam sifatnya .
Begitu pula dalam terminologi dokter,
jiwa yang sama seperti embun lembut , disebut
jiwa hewani dalam kalbu,
jiwa sensual dalam hati, dan
jiwa fisik dalam otak.
Perubahan nama-nama ini disebabkan oleh perbedaan sifat-sifat
sementara objek yang dinamainya sama belaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar