PENDAHULUAN.
Apa yang kami lukiskan
sebagai tahap akhir dalam Tasawuf ,
sesungguhnya bukanlah yang terakhir .
Tahap ini disebut terakhir dalam artian bahwa
apa yang dicapai dengan bersusah payah menempuh via purgativa
(jalan penyucian) dengan cara mengingkari dan menafikan diri sendiri
merupakan tahap ini.
Sesungguhnya ,
inilah tahap paling awal dalam menempuh Jalan Allah .
Apa yang ada sebelum tahap ini hanya sekadar langkah awal
bagi para penempuh jalan spiritual (salik).
Di jalan inilah, mukasyafah atau penyingkapan
terlihat oleh para murid atau salik.
Dalam keadaan terjaga ,
mereka melihat para malaikat dan arwah para Nabi ,
mendengar suara mereka serta beroleh manfaat dan petunjuk mereka.
Kemudian,
keadaan (hal) mereka beralih dari melihat segala macam bentuk
menuju beberapa tahap yang tak sanggup dilukiskan oleh bahasa,
dan upaya apa pun untuk mengungkapkan apa yang dialami
pastilah mengandung kesalahan dan kekeliruan.
Mereka mencapai kedekatan kepada Allah
yang dibayangkan oleh sebagian orang sebagai hulul (kesatuan wujud),
oleh sebagian yang lain sebagai ittihad (identifikasi atau penyamaan),
dan oleh sebagian yang lain lagi sebagai wushul (kebersatuan).
Akan tetapi, kesemuanya ini adalah salah dan keliru
dalam menunjukkan sesuatu.
Dalam kitab al-Maqshad al-Aqsha ,
kami telah menjelaskan letak kesalahan itu.
Jika seseorang tidak merasakan sebagian hal ini ,
yakni keadaan-keadaan mistis ,
maka ia tak tahu sedikitpun
tentang kenabian sebagaimana mestinya,
kecuali hanya sekedar namanya saja.
Keajaiban - keajaiban yang dilakukan para Sufi adalah
hal-hal pertama yang terjadi pada diri Nabi .
Demikianlah, mula-mula ,
keadaan Nabi Muhammad ketika beliau mengasingkan diri
ke Gua Hira' guna melakukan khalwat bersama Allah
serta beribadah kepada-Nya semata.
Melihat ini, orang-orang Arab mulai kasak-kusuk dan berbisik-bisik
di kalangan mereka sendiri bahwa Muhammad telah jatuh cinta
kepada Tuhannya.
Inilah keadaan yang hanya diketahui
oleh orang-orang yang memiliki rasa dan mengalami ekstase.
Mereka yang belum pernah mengalami kebahagiaan ini
mengetahui nya melalui pengalaman atau mendengar tentangnya
dari "orang-orang yang mempunyai rasa".
Dan ini hanya mungkin terjadi manakala mereka bergaul
dengan orang-orang itu untuk waktu yang lama.
Orang yang bersahabat dan bergaul dengan orang-orang ini
akan sampai pada keadaan ini dan keimanan.
Mereka (yakni ahl-adz-dzawq) adalah
orang-orang yang persahabatan dan pergaulannya
tidak pernah mengecewakan.
Mereka yang belum pernah mengalami kebahagiaan ini
bisa mempercayai dan meyakini lewat bukti rasional
atau "demostrasi" (buran) ,
seperti telah kami tunjukkan dalam kami Ihya 'Ulumuddin ,
dalam bab tentang 'Ajaib al-Qulub ("Misteri-misteri Kalbu").
Menguraikan keadaan mistis ini dalam kata-kata serta
memperkuatnya dengan berbagai argumen dan bukti
disebut pengetahuan.
Meperolehnya lewat pengalaman dan praktik disebut dzawq ("rasa")
dan membentuk pandangan tentangnya serta
meyakininya secara implisit adalah keimanan.
Inilah ketiga tahap itu.
Sebagaimana dikatakan al-Qur'an ,
Allah akan mengangkat derajat
orang-orang yang beriman dan yang diberi pengetahuan (mistis)
di antara kamu.
Berkebalikan dengan mereka adalah orang-orang jahil
yang tidak tahu tentangnya dan - karena itu - mengingkarinya.
Tentang merekalah Al-Qur'an mengatakan :
Diantara mereka ,
ada orang-orang yang mendengarkanmu.
Tetapi,
ketika mereka meninggalkan mu,
mereka berkata kepada orang yang telah beroleh pengetahuan,
"Apa yang baru saja dikatakannya ?"
Begitulah
orang-orang yang telah dikunci hati dan kalbunya oleh Allah,
dan yang mengikuti hawa nafsunya sendiri.
Pengaruh dan dampak pengetahuan seperti ini diungkapkan
oleh seorang yang memahami ekstase demikian :
Anggur cinta telah memiliki kalbu dan jiwaku,
Dan menghapus namaku dari daftar nama orang-orang hidup !
Telah kudengar dari-Mu , kata-kata semanis madu,
Kini,
kata-kata itu sudah menyelam dalam kalbuku.
Konon ,
Imam Fakhruddin ar-Razi bertanya kepada Syaikh Najmuddin al-Kubra
"Bagaimana anda sampai pada ma'rifatullah (mengenal Allah) ?
Ia menjawab,
"Melalui pengalaman mistis (waridat) yang tidak bisa diingkari oleh kalbu".
Seorang arif lainnya mengungkapkan
posisi luhur dan tinggi kaum Sufi sbb;
Para penyuci kalbu ,
tak pedulikan warna dan bau,
Setiap saat
mereka terus-menerus saksikan keindahan !
Mereka tinggalkan lambang lahiriah pengetahuan,
Dan mengambil inti , yang bisa mereka lihat
dengan mata keyakinan dan kepastian.
Mereka beroleh semangat, renungan, dan ekstase,
Dan Menyelam ke dalam lautan guna mencari Kekasih !
Kematian dan maut,
yang membuat gentar hati banyak orang,
Mereka tertawakan ,
saat mereka menghadapi dan menyongsongnya.
Tak seorang sanggup , pengaruhi hati dan kalbu mereka,
Selamat bagaikan mutiara,
meski kulit-kerangnya porak-poranda !
Tak pedulikan huruf-huruf ,
mereka pegang erat ruh dan jiwa.
Dalam mencari Allah ,
mereka fanakan diri dalam wujud-Nya !
Menjulang jauh di ketinggian ruang dan lambang Keilahian,
mereka pun duduk di sebuah kursi
dalam Majelis Orang-orang Yang Didekatkan (kepada Allah).
Fana sepenuhnya dalam diri Allah ,
mereka melayang pergi dari dataran kesadaran,
Melihat Keagungan Allah
dan atas kenyataan ini
ratusan tanda berikan kesaksian.
Dr.Mir Valiuddin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar