Selasa, 01 Maret 2016

Adab Penempuh Jalan Sufi Menurut Syekh Junaid Al Baghdadi

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Pemurah.


Abul Qasim al-Junaid -- rahimahallah -- 
ditanya tentang etika penempuh jalan Allah Azza wa jalla, 
maka al-Junaid menjawab, 
"Hendaknya engkau ridha terhadap Allah Azza wa Jalla 
dalam seluruh tingkah laku ruhani, 
dan hendaknya engkau tidak meminta kepada siapa pun 
kecuali kepada Allah Ta'ala." 

Beliau juga ditanya tentang intuisi kebaikan, 
apakah intuisi itu hanya satu atau banyak? Al-Junaid menjawab,
 "Kadang-kadang bisikan (intuisi) 
yang mengajak pada kepatuhan itu 
terdiri dari tiga arah:

Bisikan yang dibangkitkan oleh intuisi syetan;
Bisikan nafsu yang dibangkitkan intuisi syahwat 
dan peringanan beban; dan
Bisikan Rabbany yang dibangkitkan oleh intuisi taufik.

Ketiganya sulit dibedakan dalam hal ajakannya untuk patuh. 
Untuk membedakan harus didasari amaliah yang benar, 
sebagaimana sabda Rasulullah saw, 
"Barangsiapa dibukakan pintu kebaikan, 
maka cepatlah ia meraihnya." 
Dan tentunya, 
kita harus menolak pintu terbuka di luar kebajikan. 
Sementara intusi syetan itu berdasar firman Allah swt.:

"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa 
bila mereka ditimpa was-was dari syetan, 
mereka ingat kepada Allah, 
maka ketika itu juga 
mereka melihat kesalahan-kesalahannya." 
(QS. Al-A'raaf: 201).

Sedangkan intuisi syahwat yang merupakan bisikan nafsu, 
berdasar sabda Rasuluilah saw, 
"Neraka itu dihiasi oleh kesenangan-kesenangan." 
Masing-masing intuisi atau bisikan tersebut 
memiliki perbedaan spesifik 
yang bisa dibedakan oleh pihak yang mendapatkannya.

Bisikan nafsu yang dibangkitkan intuisi syahwat 
dan upaya pencarian keringanan beban dan kesenangan; 
maka dalam konteks ini, 
syahwat terbagi menjadi:

Syahwat Nafsaniyah, 
Seperti cinta kedudukan dan keluhuran, 
usaha membalas (dendam) ketika marah, 
dan merendahkan pihak yang kontra kepadanya, 
dan sebagainya; serta
Syahwat jasmaniyah, 
seperti makan, minum, kawin, berpakaian, bersih, 
dan sebagainya.

Bagi nafsu, 
ada upaya kebutuhan pada obyek-obyek kenikmatan ini 
menurut jangkauan masing-masing 
dan tekanannya yang kuat 
kepada masing-masing ragam dari nafsu tersebut.

Bagi orang yang mendapatkan bisikan nafsu 
ada dua tanda yang berdiri pada posisi seorang saksi yang adil 
dalam membedakan bisikan yang ditentukan:

Pertama, 
bisikan itu datang di saat ada kebutuhan mendesak 
pada unsur-unsur yang serupa tersebut, 
seperti munculnya keinginan kawin 
ketika hal-hal yang disenangi sangat mendesak, 
namun kebutuhan itu dijumbuhkan, bahwa 
tujuan kawin itu mengamalkan perintah Nabi saw,
 "Nikahlah kalian, agar kalian menurunkan keturunan.
 Sebab aku akan berlomba-lomba memperbanyak ummat lewat kalian 
di hari Kiamat." 

Juga seakan-akan didasari oleh sabda Nabi saw, 
"Tak ada kependetaan di dalam Islam," 
hal yang sama juga dalam soal makan di saat lapar. 
Lalu kadang-kadang dijumbuhkan dengan ajakan pada dirimu
 untuk meninggalkan puasa atau mendapatkan hal-hal yang menyenangkan, 
dengan alasan tersebut. 
Misalnya engkau mengatakan, 
bahwa puasa yang terus-menerus itu 
bisa melemahkan keinginan untuk taat; dan 
bahwa meninggalkan makanan yang enak ini, 
bisa melukai teman Muslim yang mengundangnya; 
atau bisa melukai perasaan keluarga 
manakala makanan itu memang sangat diminati oleh keluarganya.

Tetapi kadang-kadang 
ada godaan yang mengkhianatimu dengan warna lain, 
misalnya ada bisikan yang mengatakan kepadamu, 
"Jauhilah nafsu dengan meraih hal-hal yang tidak menyenangkan, 
agar bisikan nafsu itu tidak masuk kepadamu, 
yang bisa merusak ibadahmu," dan sebagainya yang serupa. 
Semua ini merupakan godaan dan penyimpangan bisikan tersebut.

Semisal dengannya,
 ketika ada rasa berat dan enggan untuk beribadah,
 lalu bisikan itu datang dengan menggunakan alasan hadits bahwa 
Nabi saw. melarang "tidak nikah", 
melarang pemaksaan diri, seperti sabdanya, 
"Lakukanlah amalmu semampumu," dan 
sabdanya lagi, "Pohon yang ditumbuhkan, tidak pada bumi yang gersang, 
juga tidak pada tanah yang kasar." 

Bahkan memperbanyak ibadah 
yang mendorong keletihanmu, 
syahwatnya mencegah untuk menjurus pada rusaknya ibadah 
atau mencegah untuk berpaling dari ibadah. 
Lantas membawamu pada bunuh diri atau penjara dan sepadannya, 
karena adanya khayalan atas dua kondisi tesebut, 
yang menjanjikan kesenangan dan hilangnya beban.

Salah satu dari dua bukti dari bab ini, 
diawali dengan kejenuhan dan kepayahan, 
ketika muncul keinginan untuk lepas beban, 
dan diawali dengan sesuatu yang menyenangkan 
yang dimunculkan oleh intuisi syahwat. 

Karena itu harus direnungkan perihal dua kondisi tersebut. 
Apabila telah didahului oleh dua motivasi tersebut, 
berarti itu bisikan nafsu. 

Kebutuhan nafsu adalah faktor yang mengajak dan menggerakkannya. 

Kesimpulannya bahwa 
bisikan tersebut bersifat syahwat atau keinginan pada hal yang menyenangkan. 
Maka pada galibnya bisikan seperti itu pasti dari nafsu. 
Sedangkan saksi kedua adalah 
desakan bisikan ini dan tidak adanya pemutusan terhadap bisikan tersebut, 
hingga datangnya semacam kemampuan 
sepanjang engkau menolak dan berjuang melawan nafsumu, 
yang mendesak dan mengeraskan kepalamu,
 lalu muncul desakan bahwa memohon perlindungan, rasa takut, waspada 
dan rasa suka itu tidak ada gunanya. 
Bahkan yang muncul adalah 
dorongan yang mendesak terus-menerus. 
Yang demikian ini merupakan bukti-bukti yang gamblang, 
bahwa desakan demikian dari nafsu. 
Sebab nafsu itu seperti anak-anak, 
ketika anak-anak di larang malah tampak keras kepalanya.

Dua kondisi seperti itu merupakan bukti yang adil, 
manakala bertemu, 
tidak bisa diragukan sebagai bisikan nafsu. 
Terapinya untuk menanggulangi masalah ini adalah 
kontra secara radikal dan upaya yang penuh. 

Engkau harus mencegah keinginan bebas beban 
di saat muncul pembangkit bisikan kepayahan dan kelelahan ibadah, 
atau posisi yang memberatkan, 
agar bisa mencegah gerakan intuitif seperti itu. 
Apabila bisikan itu bersifat emosi syahwat, 
terapinya melalui tindak preventif terhadap faktor yang memburunya,
 atau engkau menolak dari kesenangan lain 
agar lebih kuat tindak pencegahannya.

Sedangkan intuisi syetan ditandai dengan dua hal pula:

Pertama, 
dengan munculnya sebagian apa yang dibutuhkan nafsu 
melalui ajakan syahwat atau ajakan bebas beban 
dalam waktu-waktu yang diinginkan sebagai tuntutan nafsu. 
Perbedaan antara intuisi syetan dan intuisi nafsu, 
bahwa intuisi syetan itu sangat mendesak.

Kedua, 
intuisi syetan itu dimulai dan ditimpakan pada akalnya, 
sementara intuisi nafsu berkaitan dan menggerakkan wataknya 
seperti syahwat dan rasa senang. 
Oleh sebab itu was-was syetan 
berjalan menuruti alur pembicaraan manusia 
dengan dirinya. 
Hanya saja perbedaan di sana-sini tidak terlihat jelas.

Manusia menggerakkan hatimu 
dari arah indera pendengaran di saat berbicara; 
atau mendengar dan melihat 
ketika menunjukkan (mengisyaratkan); 
serta merasakan ketika meraba; 
sementara syetan mengganggu melalui was-was dan perabaan hati 
serta membisik dalam hati. 

Syetan tidak tahu yang ghaib, 
namun ia datang kepada nafsu dari sisi akhlak 
yang direkayasa untuk dilakukannya. 
Inilah perbedaan antara intuisi nafsu dengan intuisi syetan.

Adapun intuisi Rabbany, ditunjukkan melalui dua bukti.

Pertama, 
muncul berselaras dengan syariat bagi pelakunya, 
dan ada bukti-bukti kebenarannya.

Kedua, 
tidak diawali hasrat nafsu ketika menerima intuisi tersebut, 
justru muncul ragam keleluasaan.

Intuisi tersebut merobohkan nafsu, 
tanpa adanya permulaan seperti pada intuisi syetan. 
Hanya saja kecepatan nafsu berselaras dengan intuisi syetan, l
ebih banyak, lebih gamblang, dan lebih membuatnya malas. 
Karena syetan itu tiba dari sisi syahwat dan kesenangannya.

Sedangkan intuisi Rabbany datang dari segi beban dan tugas. 
Nafsu menolak kedatangan tugas dari intuisi Rabbany. 

Inilah perbedaan 
antara intuisi Rabbany, intuisi nafsu dan intuisi syaithany. 

Apabila engkau kedatangan bisikan atau intuisi, 
maka timbanglah dengan tiga kriteria di atas, 
buktikan dengan bukti-bukti yang kami tunjukkan, 
sehingga engkau bisa membedakan berbagai intuisi.

Jadikanlah intuisi syetan dan nafsu
 -- sebagaimana kami sebutkan untukmu -- 
untuk ditolak, lalu bergegaslah dengan intuisi Rabbany. 
Jangan engkau abaikan intuisi Rabbany itu, 
sebab waktu itu sempit dan kondisi ruhani itu bisa berubah.

Engkau harus waspada dengan buaian nafsu dan was-was syetan. Sebab pintu ini termasuk pintu kebajikan yang dibukakan untukmu, maka raihlah hingga engkau bisa memulai dari awalnya.

Misalnya, 
muncul bisikan kepada orang yang dianjurkan berpuasa 
pada sebagian bulan atau qiyamullail, 
lalu bisikan itu datang, 
"Sudahlah, nanti saja kalau malam sudah habis," 
atau kata-kata, "Nanti saja kalau bulan akan habis," 
padahal bisikan seperti itu adalah
 rekayasa bagi pemilik pintu taufik.

Bisikan-bisikan seperti itu tidak abadi, 
namun cepat berubah. 
Sedangkan bergegas untuk berpegang erat pada intuisi Rabbany, 
sangat dianjurkan syariat. 

Ada dua manfaat di dalamnya:

Pertama, 
bahwa waktu yang ada adalah waktu yang paling sempurna, 
seperti waktu-waktu dimana hadist-hadist menyebutkan 
turunnya anugerah Allah Azza wa Jalla, 
dan turunnya rahmat serta ampunan. 
Sementara pandangan-pandangan Allah swt. kepada makhluk-Nya 
tiada terbatas.

Kedua, 
semangat untuk menjalankan perintah-perintah dan taat
 ketika muncul berkah dibalik amal. 
Di sinilah rasa malas menjadi sirna, 
karena berhadapan dengan hembusan-hembusan Rahmat Allah Ta'ala. 
Demikian pula sekaligus menjadi manfaat olah jiwa (riyadhah nafsu) 
untuk segera melaksanakan perintah-perintah. 
Wallahu A'lam wa Ahkam.

Demikian akhir dari ucapan Abul Qosim al-Junaid
 -- semoga Allah menyucikan ruhnya dan mencerahkan kuburnya. 
Dan segala puji hanya bagi Allah Tuhan sementa alam, 
serta shalawat dan salam semoga terlimpah pada junjungan kita Muhammad, 
beserta keluarga dan sahabatnya semuanya, 
dengan salam sejahtera yang melimpah ruah.

Diambil dari sufinews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar