Rabu, 18 Mei 2016

"Wahai guru, 
aku mempunyai doa yang selalu kupanjatkan setiap hari 
selama bertahun-tahun kepada-Nya akan 
tetapi tampaknya hingga hari ini permohonanku itu tidak pernah dikabulkan. 
Apakah Tuhan tidak mendengar doaku? 
Apakah Ia tidak peduli kepadaku? 
Mengapa Ia tidak mengabulkan doaku 
untuk meringankan beban kehidupanku sedikit saja?"

"Anakku sayang, 
manakala Tuhan berjanji untuk mengabulkan setiap permohonan hamba-Nya 
maka pastilah itu terjadi, 
akan tetapi kerap kali bentuk pengabulan doa itu 
yang kerap kali luput ditangkap oleh sang hamba. 
 Seperti seorang hamba yang memohon untuk dibukakan sebuah pintu 
yang berada tepat di hadapannya 
akan tetapi Tuhan tahu pintu yang lebih baik adalah 
yang terletak di belakangnya 
dan sang hamba tidak menyadari hal itu 
karena hatinya terlalu sibuk dengan jawaban doa versi dirinya 
dibanding dengan memohon apa yang terbaik menurut Yang Maha Mengetahui.

Aku akan membagi sebuah kisah yang diceritakan oleh Mawlana Jalaluddin Rumi 
dalam Kitab Masnawi untuk sedikit menghibur hatimu yang sedang gundah gulana. 

Tersebutlah seorang petani pada zaman Nabi Musa datang memohon kepada nabinya 
agar diberikan ilmu yang membuatnya bisa mengerti bahasa binatang. 
Berkali-kali si petani datang kepada Nabi Musa 
dan berkali-kali pula sang Nabi menolak mengajarinya 
dan berkata bahwa hal itu bukan untuknya. 
Akan tetapi si petani tetap keras kepala memohon kepadanya 
karena beranggapan kehidupannya akan semakin lebih mudah 
dengan menguasai ilmu bahasa binatang tersebut. 
Demikianlah petani itu tak pernah menyerah memohon kepada nabi 
dan Tuhannya hingga akhirnya pada suatu hari Tuhan berkata kepada Nabi Musa 
"Silakan ajarkan ilmu itu kepada sang petani!". 
Maka Sang Nabi pun mematuhi perintah Tuhannya 
dan mengajarkan ilmu bahasa binatang kepada si petani.

Hari pertama setelah si petani itu mendapatkan ilmu barunya, 
ia mendengarkan percakapan antara ayam betina dan ayam jantan yang berkata 
"Wah kasihan kambing itu usianya hanya beberapa hari saja!" 
Mendengar hal itu si petani buru-buru menjual kambing tuanya 
untuk mencegah kerugian yang lebih besar.
Beberapa lama kemudian ia mendapatkan informasi dari sekawanan kambing 
bahwa kudanya tak lama lagi akan meninggal, 
maka dengan sigap ia pun menjual kudanya.
 Demikianlah peternakannya mendapatkan untung berlipat ganda 
setelah ia menguasai bahasa binatang. 
Tahun demi tahun ia lalui dalam kegembiraan yang membuncah 
dan kekayaannya tak terhitung banyaknya. 
Hingga pada suatu hari si petani mendengar kabar 
yang membuatnya panik dari salah satu binatang 
yang kali ini mengatakan bahwa usia si petani tidak lama lagi!

Dengan tergopoh-gopoh ia datang menemui Nabi Musa 
sambil menangis dan memohon untuk mencegahnya dari kematian 
yang semakin mendekatinya. 
Sang Nabi berkata,
 "Sudah terlambat untuk mencegahnya, 
tidak kah kau pahami bahwa setiap penderitaan 
akibat kehilangan ternakmu yang kau susah payah untuk menghindarinya itu 
sebenarnya mendatangkan banyak kebaikan bagimu. 
Kalau kau tidak memaksakan diri untuk menguasai bahasa binatang 
kau tidak akan menjual kambingmu di awal 
dan ternak-ternakmu yang lain setelahnya 
dan karenanya engkau akan terhindar dari penyakit 
yang akan menggiringmu kepada kematian.
 Ketahuilah bahwa 
sebelumnya usiamu ditakdirkan mencapai 150 tahun. 
Namun sekarang semua sudah berubah 
karena engkau memaksakan kehendakmu dan merusak rencana-Nya.

Bisa jadi kamu membenci sesuatu, 
padahal ia amat baik bagimu 
dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu
 padahal ia amat buruk bagimu. 
Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. *"

* QS Al Baqarah: 216

Tidak ada komentar:

Posting Komentar