Senin, 18 Januari 2016

‪#‎Novel‬ Syaikh Siti Jenar

Hamparan terang itu tanpa wujud bentuk-bentuk, 
tanpa bayangan, tanpa benda gelap dan terang. 

Abdul Jalil tercengang menyadari keberadaannya di dimensi asing itu. 
Sejauh mata batinnya (al-‘ain al-bashirah) memandang, 
ia hanya menyaksikan gumpalan kabut putih. 

Dimensi ini sangat asing dan aneh karena tanpa arah timur, barat, selatan, dan utara. 

Ia bahkan dapat menyaksikan seluruh cakrawala. 
Inikah dimensi di dalam ar-ruh al-idhafi? 

Demikian pertanyaannya penuh ketakjuban. 
Tidak ada apa-apa di dimensi itu: tidak suara, warna, bau, atau rasa. 

Yang ada hanya kesenyapan. Kelengangan. Kesunyian. Keheningan. 
Bahkan kehampaan. 

Anehnya, 
Abdul Jalil justru merasakan bahwa 
di dimensi inilah ia berada dalam keadaan sebebas-bebasnya, 
terbebas dari segala beban; 
ia merasakan kesadarannya laksana sebutir debu 
yang terbang melayang-layang dibawa embusan angin. 
Betapa bebas! 
Betapa bahagia! 
Betapa nikmat!
.
Ketika tengah menikmati kelepasbebasan dengan kebahagiaan tiada tara, 
tiba-tiba telinga batinnya menangkap al-ima’ yang bergetar 
dari segenap penjuru cakrawala.
.
“Inilah Haikal Muqaddas yang merupakan Dar al-Haram persemayaman al-Haqq. 

Inilah al-Buthun, “persemayaman” Khazanah Tersembunyi 
yang ditampakkan oleh-Nya dalam penciptaan dirimu. 

Haikal Muqaddas ini tidak berada di mana-mana, kecuali di dalam dirimu sendiri.”
.
‪#‎Novel‬ Syaikh Siti Jenar ‪#‎Quote‬

Tidak ada komentar:

Posting Komentar