Hamparan terang itu tanpa wujud bentuk-bentuk,
tanpa bayangan, tanpa benda gelap dan terang.
Abdul Jalil tercengang menyadari keberadaannya di dimensi asing itu.
Sejauh mata batinnya (al-‘ain al-bashirah) memandang,
ia hanya menyaksikan gumpalan kabut putih.
Dimensi ini sangat asing dan aneh karena tanpa arah timur, barat, selatan, dan utara.
Ia bahkan dapat menyaksikan seluruh cakrawala.
Inikah dimensi di dalam ar-ruh al-idhafi?
Demikian pertanyaannya penuh ketakjuban.
Tidak ada apa-apa di dimensi itu: tidak suara, warna, bau, atau rasa.
Yang ada hanya kesenyapan. Kelengangan. Kesunyian. Keheningan.
Bahkan kehampaan.
Anehnya,
Abdul Jalil justru merasakan bahwa
di dimensi inilah ia berada dalam keadaan sebebas-bebasnya,
terbebas dari segala beban;
ia merasakan kesadarannya laksana sebutir debu
yang terbang melayang-layang dibawa embusan angin.
Betapa bebas!
Betapa bahagia!
Betapa nikmat!
.
Ketika tengah menikmati kelepasbebasan dengan kebahagiaan tiada tara,
tiba-tiba telinga batinnya menangkap al-ima’ yang bergetar
dari segenap penjuru cakrawala.
.
“Inilah Haikal Muqaddas yang merupakan Dar al-Haram persemayaman al-Haqq.
Inilah al-Buthun, “persemayaman” Khazanah Tersembunyi
yang ditampakkan oleh-Nya dalam penciptaan dirimu.
Haikal Muqaddas ini tidak berada di mana-mana, kecuali di dalam dirimu sendiri.”
.
#Novel Syaikh Siti Jenar #Quote
Tidak ada komentar:
Posting Komentar