PAHIT MANIS KEHIDUPAN.
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan:
"Manusia yang mendapatkan kebaikan duniawi,
tak bebas dari noda dosa dan kegelapan dalam menikmati yang mereka dapatkan itu. Manusia semacam ini bermewah-mewah dengan karunia duniawi.
Jika ketentuan Allah datang mengubahnya,
menggelapi sekitarnya melalui aneka musibah seperti penyakit, penderitaan, kesulitan hidup, kesengsaraan, maka tampak seolah-olah ia tak pernah menikmati sesuatu pun.
Ia lupa dengan kesenangan dan kelezatan hidup yang pernah dialaminya.
Namun, jika jiwanya tercerahkan maka seolah-olah tak mengalami musibah.
Jika dia mengalami musibah, maka seolah-olah dia tak pernah bahagia.
Semua itu berjalan tergantung dari pengabdian atau ibadanya kepada Allah.
Sebenarnya,
jika ia tahu bahwa Allah sepenuhnya bebas bertindak sekehendak-Nya,
mengubah, memaniskan, memahitkan, memuliakan, menghinakan, menghidupkan, mematikan, memajukan, memundurkan,
niscaya ia tak akan pernah merasa bahagia di tengah kemewahan hidup duniawi.
Ia juga tak akan terjatuh ke jurang duniawi yang menggoda,
serta tidak akan berputus asa dari jalan keluar pada saat tertimpa musibah dan cobaan.
Maka,
janganlah lupa bahwa asal mula dunia adalah
tempat ujian, kepahitan, kejahilan, kepedihan, dan kegelapan.
Dunia adalah tempat cobaan yang berakhir dengan kenikmatan.
Ia seperti pokok gaharu, yang rasa pertamanya pahit,
tapi rasa akhirnya manis seperti madu.
Dan,
tiada seorang pun dapat merasakan manisnya sebelum ia merasakan pahitnya.
Tak seorang pun dapat mengecap madunya, sebelum ia tabah atas kepahitannya.
Siapa yang tabah atas cobaan-cobaan duniawi,
maka ia berhak mendapat rahmat-Nya,
sebagaimana upah hanya diberikan setelah pekerja berkeringat."
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam
kitab Adab as-Suluk wa at-Tawassul ila Manazil al-Muluk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar