Minggu, 15 Mei 2016

LIHATLAH JIWA SEPERTI PANCURAN
SYAIR PUISI JALALUDDIN RUMI
Setiap bentuk yang engkau ketahui,
mempunyai “mata-air-tetap” di alam tak-bertempat:
Tiada mengapa apabila bentuk musnah,
karena aslinya kekal.
Setiap wajah indah yang pernah kau ketahui,
semua Perkataan penuh-makna yang pernah kau dengar;
Janganlah bersedih apabila semua itu hilang;
karena ia sesungguhnya tidaklah begitu.
Apabila mata-air-sumber tak-berhenti,
cabangnya terus mengalirkan air.
Karena itu, apa yang engkau keluhkan?
Pandanglah jiwa seperti hulu,
dan semua ciptaan ini seperti sungai:
ketika hulu mengucur,
sungai mengalir dari situ.
Letakkan kesedihanmu
dan teruslah minum air-sungai ini;
jangan fikirkan kapan surutnya;
aliran ini tiada henti.
Dari semasa pertama engkau masuki alam wujud ini,
Dengan tangga ditaruh di hadapanmu,
supaya engkau dapat menapak naik.
Pertama engkau merupakan mineral,
dan engkau berubah menjadi tumbuhan,
kemudian engkau menjadi hewan:
Bagaimana hingga perkara ini
sempat menjadi rahasia bagimu?
Kemudiannya engkau menjadi insan,
dengan pengetahuan, ‘aql dan kepercayaan.
Pandanglah raga ini,
yang tersusun dari tanah-liat kering:
pandanglah bagaimana dia sudah berkembang
dengan sempurna.
Apabila engkau berjalan terus dari insan;
tiada keraguan lagi engkau akan menjadi malak.
Apabila engkau sudah meninggalkan bumi ini,
kedudukanmu di langit.
Lewatilah ke-malak-anmu:
masukilah samudera itu.
Supaya tetesanmu menjadi laut
yang tidak-terhingga luasnya.
Tinggalkanlah kata “putra,”
katakan “yang Maha Esa”
dengan seluruh jiwamu.
Tiada jadi soal jika raga menjadi tua,
lemah dan lusuh;
ketika jiwa senantiasa muda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar