Senin, 16 Mei 2016

al-Qaul al-Farid fi Makrifat al-Tauhid. “Ma’rifat al-Tauhid”

al-Qaul al-Farid fi Makrifat al-Tauhid.
“Ma’rifat al-Tauhid”

(28.29.30.31) Tidak suatu apapun yang kekal selain Allah, yaitu dzat yang maha benar dalam satu hal keadaan tertentu, bahkan saling bergantian dan berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lainnya selamanya dan abadi. Tidak ada yang imajinatif kecuali dalam hal ini. Alam yang nampak ini hanyalah imajinasi, karena dia mustahil bagi Tuhan, Dia adalah Dia, dan selain Dia adalah Dia. Rahasia ini nampak dalam firman-Nya:
وما رميت إذ رميت ولكنّ الله رمى
“Dan bukan engkau yang melempar ketika engkau melempar, tetapi Allah yang melempar”. (Q.S. al-Anfal: 17)

Ayat ini menafikan apa yang terlihat oleh mata, dengan erti lain bahwa sesungguhnya apa yang dilakukan manusia hanyalah imajinasi saja, karena pada hakikatnya yang melakukan adalah Allah. Oleh karena itu dalam ayat itu dijelaskan, ketika kamu melempar, maka dia benar melempar akan tetapi sesungguhnya Allahlah yang melempar.
Barang siapa tidak mengetahui entiti yang maha benar serta kemandirian alam berdasarkan tingkatan martabatnya dan peredarannya dalam segala yang wujud. Sebagaimana hubungan antara sesuatu yang terikat dengan yang tidak terikat maka dia kafir, bodoh, dan tolol. Apakah mereka tidak mempelajari kandungan al-Quran atau hatinya terbelenggu. Dia yang maha benar berfirman:
ما من دابّة إلاّ هو أخذ بناصيتها
“Tidak satupun makhluk yang bergerak (bernyawa) melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya (menguasainya)”. (Q.S. al-Hud: 56)

Dalam sebuah hadits qudsi diriwayatkan: “Barang siapa mengetahui Aku, maka carilah Aku, karena barang siapa mencari Aku, dia akan menemukan Aku. Barang siapa menemukan Aku maka dia akan mencintai Aku. Barang siapa mencintai Aku maka Aku akan mematikan dia. Barang siapa yang aku matikan maka Akulah yang akan menanggung dia. Barang siapa Akulah yang menjadi tanggungannya maka Akulah tanggungannya itu”.

(29) Dalam hadits qudsi yang lainnya diceritakan: “Aku duduk bersama orang yang mengingati Aku. Aku bersama hamba-Ku dimanapun dia berada”.

Allah Swt tidak merasa cukup hanya dengan hal itu, sampai Dia memberitakan diri-Nya jika Dia telah nyata bersama kita dengan seyakin-yakinnya. Sebagaiamana dalam hadits qudsi: “seorang hamba akan selalu melakukan ibadah taqarrub kepadaku sampai Aku mencintainya. Ketika Aku telah mencintai dia maka Aku akan menjadi matanya, matanya, lisannya, tangannya dan seluruh anggota tubuhnya”. Dalam riwayat yang lain yaitu: “Aku adalah telinganya di mana dia mendengarkan dengannya, Aku adalah matanya di mana dia melihat dengannya, Aku adalah tangannya di mana dia menggenggam dengannya, Aku adalah kakinya dimana dia berjalan dengannya. Jika dia memohon kepada Ku maka aku akan memberinya, jika dia minta pertolongan kepada Ku maka Aku akan menolongnya”. (H.R. Bukhori, yang diriwayatkan dari Abi hurairah).

Dari hadits ini dapat diketahui bahwa sesungguhnya Allah selalu menurunkan rahmatnya kepada hamba-Nya supaya mereka yang jauh menjadi dekat kepada-Nya dan mendapatkan rahmat-Nya. Karena Allah itu lebih dekat kepada kita dari pada urat nadi, bahkan Dia adalah inti dari wujud batin dan zohir kita. Akan tetapi rahmat-nya tidak turun secara langsung melainkan melalui nama-nama-Nya, yaitu turunnya kasih sayang, belas kasih, dan kelembutan sesuai dengan tingkatan martabat ketuhunan.
Ketuhanan atau uluhiyyah merupakan martabat awal dari ruang hampa (amma). Dari ruang hampa (amma) ini turun kepada martabat yang di bawahnya yaitu alam yang mungkin wujudnya. Maka di langit dan bumi hanya ada satu Tuhan. Segala yang mungkin wujudnya dalam amma adalah Tuhan itu sendiri. Sedangkan Amma adalah Tuhan itu sendiri, sedangkan makhluk adalah selain Dia, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.

(30) Dengan demikian, Allah adalah yang menguatkanmu, karena Dia adalah telingamu, matamu, lisanmu, dan tanganmu, Ketika kamu telah mengetahui hal itu dan memahaminya. Tidak ada yang mengetahui dan mengusai ilmu itu kecuali Allah, karena tidak ada sesuatu aapun yang luput dari wajah-Nya. Dia lah yang maha benar. Jika tidak demikian maka tentunya Dia bukanlah Tuhan, dan pastinya alam ini ada dengan sendirinya tanpa yang lain. Dan hal ini adalah mustahil. Kosongnya wajah yang maha benar dari alam ini adalah mustahil.

Barang siapa mengetahui hal ini maka dia tidak akan memiliki cela baik secara keseluruhan mahu pun perincian. Apabila kamu telah meyakini apa yang telah kami jelaskan, serta keyakinan terdahulu yang rendah kemudian dijelaskan dengan argumen-argumen akli maupun naqli, maka akan nampak dan nyata bagimu bahwa makrifat yang diyakini secara pasti, sebagaimana yang telah ditafsirkan oleh para wali yang sempurna dan para hakim Tuhan itu tidak tergambarkan oleh siapa pun bentuk sesungguhnya kecuali oleh manusia yang sempurna (insan kamil) dari kalangan para nabi dan para wali khas yang mendapat berita gembira akan dua kebahagiaan, serta bagi para pemimpin yang agung.

Maksud saya (pengarang) adalah meraka yaitu orang yang agung baik secara bentuk maupun maknanya yang merasa cukup dengan Allah, kekal bersama Allah sejak pertama kali, berpegang teguh dengan tali ketuhanan yang termaksum dari segala ketentuan Tuhan

(31) sebagaimana amal perbuatan yang berat, sebagaimana ahli isyarat dan simbol mengisitilahkannya dengan “kibriyatul al-akhmar” dan “Aksir al-A’dham”, serta antara sungguh-sungguh dengan bersabar dalam kesengsaraan yang diakibatkan dari pelatihan-pelatihan (riyadah) serta meditasi (khalwat), dengan memutus segala bentuk syahwat dan mengasingkan diri dari kehidupan manusia. Semua itu dilakukan dalam perjalanannya menuju berbagai martabat dan kedudukan. Sehingga dia berada dalam pusat yang sesuai dan hakiki serta dalam garis yang lurus di antara ruang yang sempit yang terkumpul dalam dua kurung. Semua ini dipahami dari firman Allah Swt:
كلّ يوم هو في شأن
“Setiap waktu Dia dalam kesibukan”. (Q.S. al-Rahman: 29)

Jadi tidak sesuatu apa pun yang lepas dari Ilmu Allah, baik yang ada di bumi maupun di langit. Semua yang mungkin wujud itu berada dalam asma Allah sebagai representasi dari kesempurnaan kezohirannya serta persepsi yang hakiki dan meyakinkan serta tersucikan dan luhur dari segala prasangka orang yang mencoba untuk yakin. Karena segala pangkal syubhat ada di dalamnya. Dialah khalifah Allah di bumi ini, sebagai representasi dari penampakan diri yang suci, dengan segala kesempurnaan dari semua yang tertabir maupun yang tersaksikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar