Selasa, 19 Januari 2016

TUHANKU TUHANMU TUHAN KITA
WAHAI SAUDARAKU !!! 
APAKAH BERAGAMA UNTUK PERANG DAN PERANG UNTUK AGAMA

Kenapa kita berdoa selalu menengadahkan tangan dan memandang ke atas? 
Karena kita meyakini Tuhan berada di atas sana, 
berada di langit yang tinggi dan sulit di jangkau oleh makhluknya. 
Seluruh agama mempunyai ajaran seperti itu dan 
hampir semua kita mempunyai persepsi yang sama tentang Tuhan yaitu: 
Tinggi, Agung, Mulia dan tak terjangkau. 

Islam menggambarkan sifat-sifat Tuhan dalam 20 sifatnya, 
Wujud, Qadim dan seterusnya juga menggambarkan nama-Nya 
lewat Nama-Nama Tuhan yang baik yang kita sebut dengan Asma Al Husna 
yang berjumlah 99 Nama. 

Setelah kita menghapal nama-nama-Nya, mengetahui sifat-sifat-Nya, 
sudahkah kita benar-benar mengenal-Nya? 

Bisahkah kita mengenal sesuatu tanpa melihat? 

Mungkinkah Tuhan yang Maha Tinggi itu tidak bisa dilihat? 
Lalu untuk apa Dia menciptakan kita 
kalau memang Dia selalu berada pada posisi untouchable?

Pertanyaan-pertanyaan di atas tidak mungkin bisa di jawab lewat akal 
dan kita tidak bisa menemukan jawaban dengan sendirinya. 
Agama (dalam tataran syariat) mengajarkan kita tentang Tuhan 
tapi tidak secara langsung memberikan kita tuntunan kepada-Nya. 
Akal akan menemukan kebuntuan bila berhadapan dengan yang namanya Tuhan 
karena akal memiliki keterbatasan. 

Akal hanya bisa mengolah informasi yang diterima dari Panca Indera, 
padahal Tuhan adalah diluar jangkauan panca indera.

Kita sering kali melupakan pertanyaan 
“Bagaimana cara kita berjumpa dengan Tuhan?” 
karena kita lebih tertarik memperdebatkan “Apakah Tuhan bisa dilihat?” 
atau tentang “Bisakah Tuhan dilihat di dunia ini?. 

Kedua pertanyaan terakhir memberikan gambaran kepada kita 
tentang seseorang yang bingung dan putus asa 
karena belum bisa keluar dari keterbatasannya. 

Orang yang mempertanyakan tentang kemungkinan melihat Tuhan 
tidak akan menemukan jawaban apa-apa 
selain bertambah nafsunya dalam menemukan dalil-dalil yang mengingkari 
bahwa Tuhan bisa dilihat. 

Saya pernah mengalami hal serupa, 
dimana pertanyaan saya sebenarnya bukan untuk menemukan jawaban 
akan tetapi justru untuk mendukung argumen saya bahwa 
Tuhan memang tidak bisa dilihat sama sekali.

Hampir sebagian besar penganut agama di dunia ini 
bisa dengan mudah menemukan Tuhan mereka, 
Yesus Kristus, Sidharta Gautama, Krisna atau Dalai Lama adalah 
orang-orang yang di posisikan sebagai Tuhan atau manifestasi Tuhan 
atau inkarnasi dari Tuhan. 

Lalu bagaimana dengan Islam?

Islam hanya mengenal Tuhan yang bernama Allah, 
yang tidak pernah bisa dilihat dan tidak pernah bisa dijangkau. 

Al Islamamu ya’lu walaa yu’la ‘alayhi, 

Islam adalah agama tertinggi dan penutup semua agama, 
begitulah Nabi bersabda dan demikian juga kita semua meyakininya. 
Lalu apakah makna ketinggian itu berarti Islam juga mempunyai Tuhan 
yang sangat tinggi sehingga tidak pernah terjangkau dan tersentuh oleh hamba-Nya? 

Apakah memang pemahaman Tuhan seperti ini yang di inginkan Tuhan 
atau yang diajarkan Nabi Muhammad kepada ummatnya? 

Atau ajaran sebenarnya dari Rasulullah tentang Tuhan 
sangat rahasia sehingga tidak semua orang Islam mengetahuinya. 

Ajaran Islam tentang Tuhan yang sangat rahasia ini akhirnya tergeser 
oleh pemahaman syariat semata sebagai arus besar dan kenderaan politik 
dinasti-dinasti Islam tempo dulu.

Saya lebih cenderung dengan pendapat bahwa 
Rasul mengajarkan kepada para sahabat-Nya untuk berjumpa dengan Allah 
bukan hanya menyebut nama dan menghapal sifatnya saja. 

Ketika bilal diletakkan batu di atas perutnya dan ditanya siapa Tuhannya, 
dengan penuh percaya diri dia menyebut “Ahad” seakan-akan dia melihat sang Ahad. 

Saat peristiwa itu terjadi, sayangnya kita tidak berada disana, 
kita hanya membaca riwayat yang di tulis kemudian, 
apakah Bilal benar-benar mengucapkan kata “Ahad” atau “Ahmad”? 

Kalau Bilal mengucapkan nama Ahmad yang tidak lain sama dengan Muhammad 
berarti Bilal telah mengucapkan nama Tuhan lewat nama kekasih-Nya.

Al Qur’an menceritakan kepada kita ketika tukang sihir Fir’aun 
berhasil dikalahkan oleh Musa, 
kemudian mereka sujud kepada Musa dan Harun sambil berkata, 

“Kami beriman kepada Tuhan Musa dan Tuhan Harun”. 

Apakah mereka beriman kepada Tuhannya Nabi Musa dan Tuhannya Nabi Harun 
atau mereka mengakui Musa dan Harun sebagai perwujudan Tuhan 
sebagaimana juga Fir’aun. 

Sebutan Tuhan Musa bisa jadi sama dengan sebutan Tuhan Allah atau Tuhan Yesus 
seperti yang diyakini oleh ummat Kristiani.

Seluruh Agama mempunyai Tuhan yang amat nyata untuk disembah, 
hanya Islam yang tidak pernah nyata Tuhannya, 
siapa yang benar dan siapa yang salah?

Kita tidak akan menemukan jawabannya dalam syariat, 
karena kalau kita memandangnya dari kacamata syariat 
maka langsung timbul selera kita untuk berdebat menyalahkan tuhan-tuhan 
agama lain dan menganggap Tuhan kita yang gaib itu yang paling benar. 

Sebenarnya kalau kita dengan teliti mempelajari agama, 
Tuhan dengan sangat jelas memberikan kepada kita penjelasan bahwa 
Tuhan itu amat nyata namun kita belum bisa dengan benar menangkap pelajaran itu.

Kalau anda mempelajari Tasawuf dengan cara ber guru kepada seorang Mursyid 
dan terus menerus berzikir sampai Tuhan berkenan memperkenalkan diri-Nya, 
maka anda akan merasakan betapa Maha Benar Allah dengan segala Firman-Nya, 
betapa agung dan hebatnya Islam dan betapa Mulia 
dan luar biasanya para Ulama pewaris Nabi 
yang mampu menyimpan rahasia terbesar dari Agama 
dan kemudian mampu menyalurkan kepada ummat Islam agar terbebas dari kegelapan.

Tapi sayang seribu kali sayang, 
tidak semua ummat Islam tertarik dengan Tasawuf 
bahkan ada sebagian kelompok dengan bangga mencaci maki pengamal Tasawuf/Tarekat dan menganggap sebagai aliran sempalan. 

Kemudian mereka dengan bangga menyembah Tuhan menurut pikiran mereka. 
Tidak pernah sedikitpun terpikir dalam hati 
apakah caranya menyembah Tuhan ini sudah benar. 

Memang tidak semua pengamal Tasawuf sampai kepada Makrifatullah, 
berjumpa dengan Allah, 
paling tidak jalan yang ditempuhnya sudah benar 
dan minimal dia bisa merasakan kehadiran Tuhan dalam hatinya.

Kalau kita belum sepenuhnya mengenal Tuhan dan dengan nyata melihat-Nya, 
maka Shalat tidak ubahnya seperti senam ala Arab, 
bertawaf keliling Kabah hanya meneruskan tradisi zaman zahiliyah semata. 

Seluruh ibadah kita tanpa sadar semuanya menyekutukan Tuhan. 
Tidak ada dosa yang paling besar yang tidak terampuni selain dari Syirik 
(menyekutukan Tuhan). 
Maksud hati menuduh pengamal Tasawuf berbuat syirik 
tanpa sadar kita sendiri penuh dengan kemusyrikan.

Saya masih ingat pertanyaan kedua yang ditanyakan 
ketika ingin menekuni Tarekat adalah, 
“Apakah anda pernah menuntut ilmu kiri (perdukunan), 
pernah ke dukun, mengambil jimat-jimat dari dukun?”. 

Kalau pada saat itu masih ada jimat di badan langsung di suruh lepaskan dan dijelaskan juga bahwa yang Haq dengan yang Bathil tidak akan pernah bertemu. 

Satu kali kita mendatangi dukun/paranormal maka 40 hari ibadah tidak diterima Tuhan. 

Itulah dasar Tauhid dalam Tasawuf yang saya pelajari. 
Kemudian banyak sekarang praktek perdukunan dicampur adukkan 
dengan ajaran Agama termasuk dengan ilmu Tasawuf 
agar bisa diterima masyarakat .

inilah yang merusak ilmu Tasawuf sehingga masyarakat menganggap 
Tasawuf identik dengan kesaktian dan gaib semata. 

Jika anda ingin menekuni sebuah Tarekat 
selidiki terlebih dahulu nama Tarekatnya 
apakah termasuk kedalam salah satu Tarekat muktabarah 
dan apakah Mursyidnya mempunyai silsilah (tali keguruan) 
yang bersambung sampai ke Rasulullah SAW. 

Dua hal ini sangat penting sekali agar kita tidak terjebak ke jalan yang keliru.

Lalu bagaimana dengan kami yang belum mengenal Allah?

Teruskanlah ibadah, 
karena sesungguhnya Allah itu Maha Pengampun dan 
tidak ada satupun diantara kita yang berhak mengklaim tentang kebenaran. 

Seringlah bershalat Tahajud bermohon kepada-Nya agar 
dipertemukan dengan orang yang bisa mengantarkan kepada-Nya. 
Orang yang belum bertemu dengan Wali Mursyid adalah orang disesatkan Tuhan 
(maka segeralah menjadi orang yang diberi petunjuk agar rahmat dan karunia-Nya senantiasa mengalir selebat hujan dari langit). 

Carilah metode yang bisa mengantarkan langsung kepada-Nya, 
bersungguh-sungguh dijalan itu. 

Pastilah mendapat kemenangan dunia dan akhirat!

Tulisan ini semoga dapat menjadi obat 
dan membangunkan kita dari ketidaksadaran 
untuk segera dengan sungguh-sungguh mencari dan keluar dari keterbatasan.

Semoga Allah Yang Maha Rahman dan Maha Rahim 
membukakan hijab siapapun yang membaca tulisan ini.

Amin Ya Rabbal Alamin…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar