Senin, 26 Oktober 2015

Hakikat Al-Quran

Kalimat Bismillah adalah kalimat yang tidak ditemukan dalam kamus bahasa Arab, bahkan dalam bahasa Arab kalimat Bismillah itu tidak memiliki arti ( dianggap sebagai penulisan yang salah), karena kalimat yang dikenali dalam bahasa Arab adalah “ Bi Ismillah “ Bi = dengan, Ismi = Nama dan illah = Allah. Tapi apa yang menyebabkan kalimat “ Bismillah “ menjadi benar dalam pengertian “ Dengan Nama Allah? “ inilah yang akan sedikit kita bahas.

Dalam satu hadits Rasulullah saw. bersabda, inti sari dari seluruh kitab-kitab yang Allah turunkan, semuanya ada  dalam Al-Qur’an. Sedangkan 30 Juz dalam Alquran terangkum dalam 3 surah, yaitu : Al Ihklas, Al Falaq dan An nas. Adapun seluruh inti sari dari ke 3 Surah tersebut berada di dalam Al-Fatihah sebagai ummul Kitab. Dan semua yang ada dalam Al-Fatihah berada di dalam Bismillnahirrahmaanirrahiim. Dalam Hadist lain disebutkan ,”setiap kandungan yang ada dalam Bismillahirrahmaanirrahiim ada di dalam huruf Baa’, dan setiap yang terkandung di dalam Baa’ ada di dalam titik yang berada dibawah huruf Baa'”.

Sebagian para Arifbillah menegaskan, “Dalam perspektif orang yang ma’rifat kepada Allah, Bismillaahirrahmaanirrahim itu kedudukannya sama dengan “kun” dari Allah”.

Kenapa demikian?. Karena Huruf Baa ini disebut juga Baa Istianah atau disebut juga Baa littahalluqiyah atau Baa Haullah. Yang segala sesuatu bersumber dari padanya. Huruf Baa ini menjadi Mulia karna titiknya dan titiknya menjadi mulia, karna adanya Alif yg terkandung didalam nya.

Perlu diketahui bahwa pembahasan mengenai Bismillahirrahmaanirrahiim banyak ditinjau dari berbagai segi, baik dari segi gramatikal (Nahwu dan sharaf) ataupun segi bahasa (etimologis), disamping tinjuan dari materi huruf, bentuk, karakteristik, kedudukan, susunannya serta keistemewaanya atas huruf-huruf lainnya yang ada dalam Surat Pembuka Al-Qur’an, kristalisasi dan spesifikasi huruf-huruf yang ada dalam huruf Baa’, besar manfaat dan rahasianya

.Titik yang berada dibawah huruf Baa’ adalah awal mula setiap surah dan Kitab Allah Ta’ala. Sebab huruf itu sendiri tersusun dari titik, dan sudah semestinya setiap surah ada huruf yang menjadi awalnya, sedangkan setiap huruf itu ada titik yang menjadi awal dari sebuah huruf. Karena itu menjadikan bahwa titik itu sendiri adalah awal pada setiap surah, yaitu Kitab Allah Ta’ala.

Kerangka hubungan antara huruf Baa’ dengan Tititknya secara komprehensif akan dijelaskan lebih rinci lagi. Huruf Baa’ dalam setiap surah itu sendiri sebagai keharusan, dan Bassmalah adalah keharusan bagi setiap surah, ( kecuali dalam surah Attaubah tidak dimulai dengan Bismillah)  bahkan di dalam surat Al-Baqarah. Huruf Baa’ itu sendiri mengawali ayat dalam surat tersebut. Karena itu dalam konteks inilah setiap surah dalam Al-Qur’an mesti diawali dengan Baa’ sebagaimana dalam hadits di atas, bahwa seluruh kandungan Al-Qur’an itu ada dalam surah Al-Fatihah, tersimpul lagi di dalam Basmalah, dan tersimpul lagi dalam Huruf Baa’, akhirnya pada titik.

Misalnya anda membaca titik menurut persekutuan, seperti huruf Taa’ ( ت ) dengan dua titik, lalu anda menambah satu titik lagi menjadi huruf Tsaa’( ث ), maka yang anda baca tidak lain adalah titik itu sendiri. Sebab Taa'( ت ) bertitik dua, dan Tsaa’ ( ث ) bertitik tiga tidak terbaca,karena bentuknya satu, yang tidak terbaca kecuali titiknya belaka. Seandainya anda membaca di dalam diri titik itu niscaya bentuk masing-masing berbeda dengan lainnya. Karena itu dengan titik itulah masing-masing dibedakan, sehingga setiap huruf sebenarnya tidak terbaca kecuali titiknya saja. Hal yang sama dalam perspektif makhluk, bahwa makhluk itu tidak dikenali kecuali Allah.

Bahwa anda mengenal-Nya dari makhluk, sesungguhnya anda mengenal-Nya dari Allah swt. Hanya saja titik pada sebagian huruf  lebih jelas satu sama lainnya, sehingga sebagian menambah yang lainnya untuk menyempurnakannya, seperti dalam huruf-huruf yang bertitik,

kelengkapannya pada titik tersebut. Ada sebagian yang nampak pada kenyataannya seperti huruf Alif ( أ ) dan huruf-huruf tanpa Titik. Kerana huruf tersebut juga tersusun dari titik-titik. Oleh sebab itulah, Alif ( أ ) lebih mulia dibanding Baa’ ( ب ),kerana titiknya itu menampakkan diri dalam wujudnya, sementara dalam Baa’ ( ب ) itu sendiri tidak nampak (Titik berdiri sendiri). Titik di dalam huruf Baa’ ( ب ) tidak akan nampak, kecuali dalam rangka kelengkapannya menurut perspektif penyatuan. Karena titik suatu huruf merupakan kesempurnaan huruf itu sendiri dan dengan sendirinya menyatu dengan huruf tersebut. Sementara itu penyatuan antara faktor lain ialah faktor yang memisahkan antara huruf dengan titiknya.

Berbeda dengan Huruf Alif ( أ ) posisinya menempati posisi tunggal dengan sendirinya dalam setiap huruf. Misalnya :  bisa dikatakan  bahwa Baa’ ( ب ) itu sebenarnya adalah Alif ( أ ) yang di datarkan , seperti Jiim ( ج ), misalnya, adalah Alif ( أ ) dibengkokkan’ dua ujungnya. Daal ( د ) adalah Alif ( أ ) yang ditekuk ditengahnya.

Alif ( أ ) dalam kedudukan titik, sebagai penyusun struktur setiap huruf ibarat masing-masing huruf tersusun dari titik. Sementara titik bagi setiap huruf ibarat nukleus yang terhamparkan. Huruf itu sendiri seperti tubuh yang terstruktur.

Kedudukan Alif ( أ ) dengan kerangkanya seperti kedudukan titik. Lalu huruf-huruf itu tersusun dari Alif ( أ ) sebagaimana kita sebutkan, bahwa Baa’( ب ) adalah Alif ( أ ) yang terdatarkan.

Demikian pula hakikat Nabi Muhammad saw merupakan inti dimana seluruh alam semesta ini diciptakan dari hakikat Muhuhammad saw. Sebagaimana hadits riwayat Jabir, yang menyebutkan Allah swt menciptakan Nur Muhammad saw dari Dzat-Nya, dan menciptakan seluruh alam dari Nur Muhammad saw. Sedangkan Muhammad saw. adalah sifat zahirnya Allah dalam makhluk melalui nama-Nya dengan wahana penampakan Ilahiyah.

 Nb :

 perlu diperjelas di sini, bukan maksudnya Nabi Muhammad itu  zahir bagi Allah adalah jelmaan dari Allah.
Agar lebih jelas pengertiannya, Anda masih ingat ketika Nabi saw. diisra’kan dengan jasadnya ke Arasy yang merupakan singgasana Ar-Rahman. Jika Zahir Rasulullah adalah zahir seperti kita, niscaya akan hancur binasa.

 Kita kembali ke pembahasan kita

Walaupun huruf-huruf  lain yang tanpa titik bisa dianggap sepadan dengan  huruf Alif ( أ ), namun  Alif ( أ ) merupakan manifestasi titik yang tampak di dalamnya dengan substansinya.  Alif ( أ ) memiliki nilai tambah dibanding yang lain. Sebab yang tertera setelah titik tidak lain kecuali berada satu derajat. Karena dua titik disusun dua bentuk alif, maka Alif ( أ ) menjadi sesuatu yang memanjang. Kita sama – sama mengetahui dimensi itu terdiri dari tiga hal : Panjang, Lebar dan Kedalaman.

Karna itu Huruf Alif ( أ ), adalah huruf yang berdiri sendiri, sedangkan huruf-huruf  lainnya menyatu di dalam Alif ( أ ),seperti huruf Jiim ( ج ). Pada kepala huruf Jiim ( ج ) ada yang memanjang, lalu pada pangkal juga memanjang, tengahnya juga memanjang. Setiap huruf selain Alif ( أ ) memiliki dua atau tiga jangkauan yang membentang. Sementara Alif ( أ ) sendiri lebih mendekati titik. Sedangkan titik tidak punya bentangan. Hubungan Alif ( أ ) diantara huruf-huruf yang tidak bertitik, ibarat hubungan antara Nabi Muhammad saw, dengan para Nabi dan para pewarisnya (ulama’). Karenanya Alif ( أ ) mendahului semua huruf.

Huruf yg bertitik terbagi atas 3 , yaitu mempunyai titik. di atas, ada pula yang mempunya titik  ditengahnya dan dibawahnya, yang pertama (titik di atas) adalah sebuah  ibarat “Aku tidak melihat sesuatu (sebelumnya) kecuali melihat Allah di sana”.

Diantara huruf itu ada yang mempunyai titik di tengah, seperti titik putih dalam lubang huruf
Mim ( م ) , Wawu ( و ) dan lain-lain, maka posisinya pada tahap, “Aku tidak melihat sesuatu kecuali Allah didalamnya.” Karenanya titik itu berlubang, sebab dalam lubang itu, tampak sesuatu selain titik itu sendiri. Lingkaran kepala Miim ( م ) menempati tahap, “Aku tidak melihat sesuatu” sementara titik putih menempati “Kecuali aku melihat Allah di dalamnya.”

Huruf ( م ) ini juga disebut Mim Mulkuhu  ( Kerajaan atau kekuasaan Allah yang meliputi seluruh Alam ) yang mana adalah interpertasi dari Firman Allah “ Tiadalah aku mengutusmu wahai Muhammad, melainkan untuk merahmati seluruh Alam, kita lihat kalimatnya “ seluruh Alam “ bukan satu atau dua alam saja, tapi seluruh alam ciptaan Allah, baik alam malakut, alam basrah, alam kubur, alam ruh alam rahim, alamut sahadat, dan sebagainya, karna itulah Muhammad saw disebut juga Al Aqibuh, ( jika Rasullah dinamai Al Aqibuh maka Seluruh mahluk berada dibawah tumit Rasulullah )

Selajutnya, Huruf Alif ( أ ) menempati posisi “Sesungguhnya orang-orang yang berbaiat kepadamu maka sesungguhnya mereka itu berbaiat kepada Alllah.” Kalimat “sesungguhnya” menempati posisi arti “Tidak”, dengan uraian “Sesungguhnya orang-orang berbaiat kepadamu tidaklah berbaiat kepadamu, kecuali berbaiat kepada Allah.”

Dimaklumi bahwa Nabi Muhammad saw. dibaiat, lalu baginda bersyahadat kepada Allah dan pada dirinya sendiri, sesungguhnya tidaklah dia itu berbaiat kecuali berbaiat kepada Allah. Atinya, kamu sebenarnya tidak berbaiat kepada Nabi Muhammad saw tetapi hakikat-nya berbaiat kepada Allah swt

Menurut Ibnu Araby dalam Kitab Tafsir Tasawufnya, “Tafsirul Qur’anil Karim” menegaskan, bahwa dengan (menyebut) Asma Allah, berarti Asma Allah Ta’ala ( Nama-nama Allah) sifat yang menunjukkan keistimewaan-nya, yang berada di atas Sifat-sifat dan Dzat Allah Ta’ala. Sedangkan wujud Asma adalah Asma itu sendiri yang menunjukkan arah-Nya, sementara kenyataan Asma itu menunjukkan Ketunggalan-Nya.

Allah itu sendiri merupakan Nama bagi Dzat (Ismu Dzat) Ketuhanan. dari segi Kemutlakan Nama itu sendiri. Bukan dari konotasi atau pengertian penyifatan ( sesuatu yang disifatkan) bagi sifat-sifat-Nya, begitu pula bukan bagi pengertian “Tidak membuat penyifatan”.

Contohnya “Ar- Rahman” menjadi predikat yang melimpah terhadap wujud dan kesempurnaan secara universal. menurut relevansi hikmah. dan relevan dengan penerimaan di permulaan pertama.

“Ar-Rahiim” adalah yang melimpah bagi kesempurnaan maknawi yang ditentukan bagi manusia jika dilihat dari segi pangkal akhirnya. Karena itu sering. disebutkan, “Wahai Yang Maha Rahman bagi dunia dan akhirat, dan Maha Rahim bagi akhirat”.

Artinya, adalah sifat kemanusiaan yang sempurna, dan rahmat menyeluruh, baik secara umum maupun khusus, yang merupakan manifestasi dari Dzat Ilahi. Dalam konteks inilah Nabi Muhammad saw. Bersabda, “Aku diberi anugerah menyeluruhi Kalam, dan aku diutus untuk menyempurnakan akhlak (menuju) kesempurnaan akhlak”.

Karena itu,  kalimat-kalimat merupakan hakikat-hakilkat wujud dan kenyataannya. Sebagaimana Isa as, disebut sebagai Kalimatullah (kalimat dari Allah,) sedangkan kesempurnaan akhlak adalah predikat dan keistimewaannya. Predikat itulah yang menjadi sumber perbuatan-perbuatan yang terkristal dalam jagad kemanusiaan. Memahaminya sangat halus. Di sanalah para Nabi – alaihimus salam – meletakkan huruf-huruf  hijaiyah dengan menggunakan tirai struktur wujud. Kenyataan ini boleh ditemui  pada zaman Isa as, zaman Amirul Mukminin Sayyidina Ali Karromallahu Wajhah, dan sebagian masa sahabat, yang secara keseluruhan menunjukkan kenyataan tersebut.

Selanjutnya disebutkan, bahwa wujud ini muncul dari huruf Baa’( ب ) dari Basmalah. Karena Baa’( ب ) tersebut mengiringi huruf Alif ( أ ) yang tersembunyi, yang sesungguhnya adalah Dzat Allah. Disini ada indikasi terhadap akal pertama, yang merupakan makhluk awal dari ciptaan Allah, yang disebutkan melalui firman-Nya, “Aku tidak menciptakan makhluk yang lebih Kucintai dan lebih Kumuliakan daripada dirimu, dan denganmu Aku memberi, denganmu Aku mengambil, denganmu Aku memberi pahala dan denganmu Aku menyiksa”. (Al-hadits).

Huruf-huruf  yang terucapkan dalam Basmalah ada 18 huruf. Sedangkan yang tertera dalam tulisan berjumlah 19 huruf. Apabila kalimat-kalimat menjadi terpisah. maka jumlah huruf yang terpisah menjadi 22.

18 huruf mengisyaratkan adanya alam-alam yang dikonotasikan dengan jumlahnya. 18 ribu alam. Karena huruf Alif merupakan hitungan sempurna yang memuat seluruh struktur jumlah. Alif merupakan induk dari seluruh yang tidak  lagi ada hitungan setelah Alif. Karena itu difahami sebagai induk dari segala induk alam yang disebut sebagai alam Jabarut, Alam Malakut, Arasy, Kursi, Tujuh Langit., dan empat unsur,(air, tanah, angin dan api) serta tiga kelahiran yang masing masing terpisah dalam bahagian-bahagian tersendiri.

Adapun  makna 19 ( sembilan belas), menunjukkan penyertaan alam kemanusiaan. Walau pun masuk kategori alam hewan, namun alam insani itu menurut konotasi kemuliaan dan universalnya atas seluruh alam dalam bingkai wujud. Dan  roh adalah alam lain yang memiliki ragam jenis yang prinsip. Seperti posisi Jibril diantara para Malaikat.
Tiga Alif ( أ أ أ ) yang tersembunyi yang merupakan pelengkap terhadap dua puluh dua huruf ketika dipisah-pisah, merupakan perunjuk pada Alam Ilahi Yang Haq, menurut pengertian Dzat. Sifat dan Af ‘aal ( perbuatan ). Yaitu tiga alam ketika dipisah-pisah, dan satu alam ketika dinilai dari hakikatnya.

Sementara tiga huruf yang tertulis menunjukkan adanya manifestasi alam-alam tersebut pada tempat penampilannya yang bersifat agung dan manusiawi.

Dan dalam rangka menutupi Alam Ilahi, ketika Rasulullah saw, ditanya soal Alif yang melekat pada Baa’, “dari mana hilangnya Alif itu?” Maka Rasulullah saw, menjawab, “Dicuri oleh Syaitan”.

Diharuskannya memanjangkan huruf Baa’nya Bismillah pada penulisan, sebagai ganti dari Alifnya, menunjukkan penyembunyian Ketuhanannya predikat Ketuhanan dalam gambaran Rahmat yang tersebar. Sedangkan penampakannya dalam potret manusia, tak akan boleh dikenal kecuali oleh ahlinya. Karena itu, dalam hadist disebutkan, “Manusia diciptakan menurut gambaran Nya”.

Dzat sendiri tersembunyi oleh Sifat, dan Sifat tersembunyi oleh Af’aal. Af’aal tersembunyikan oleh jagad raya dan makhluk.

Oleh sebab itu, siapa pun yang meraih Tajalli Af’aal Allah dengan terbukanya hijab jagad raya, maka ia akan tawakkal. Sedangkan siapa yang meraih Tajalli Sifat dengan terbuka hijab Af’aal, ia akan redha dan pasrah. Dan siapa yang meraih Tajalli Dzat dengan terbukanya hijab Sifat, ia akan fana dalam kesatuan. Maka ia pun akan meraih penyatuan mutlak. Ia berbuat, tapi tidak berbuat. Ia membaca tapi tidak membaca “Bismillahirrahmaanirrahiim”.

Tauhid af’aal mendahului tauhid Sifat, dan ia berada di atas Tauhid Dzat. Dalam trilogi inilah Nabi saw, bermunajah dalam sujudnya, “Tuhan, Aku berlindung dengan ampunanmu dari siksaMu, Aku berlindung dengan RidhaMu dari amarah dendamMu, Aku berlindung denganMu dari diriMu”.

“ Dan Aku berlindung padaMu dari kejahatan – kejahatan  yang Engkau ciptakan “ .

Share this:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar