"Sebuah komentar tentang kegilaan shufi".
Seorang shufi , Ibnu 'l-'Athai 'l-Lah al-iskandari, mengatakan,
"Wahai Tuhanku,
apa yang dijumpai orang yang kehilangan Engkau
dan apa yang hilang dari orang yang telah menemukan-Mu ?
Sungguh merugilah orang yang rela mengambil selain Engkau
sebagai pengganti.
Dan sunguh-sungguh merugilah orang yang melewati batasan-Mu
dengan memalingkan diri.
Wahai Tuhanku...
bagaimana aku mengharap selain-Mu
sedang Engkau tidak pernah memutuskan kebaikan.
Atau bagaimana seseorang mencari selain- Mu ,
sedang Engkau belum pernah mengganti sikap-Mu
Yang Maha melimpahkan berkat ".
Berbekal sentuhan-sentuhan nurani ini, kita bertolak
menempuh perjalanan ilmu tasawuf bagi penambahan
ma'rifah Ilahiyyah kepada kita dan pencapaian ketauhidan
yang lebih mendalam , penuh dengan perasaan dan kehangatan.
Tanpa peninggalan shufi (ilmu tasawuf) ,agama ini bakal kehilangan
kebesaran pengaruhnya dan kedalaman ma;rifah nya,
yang hal itu merupakan keharusan baginya.
Yang tak kalah penting dan sama sekali tak dibenarkan adalah,
mengambil dan menganggap ilmu tasawuf sebagai al-Qur'an
yang diturunkan.
Tidak dibenarkan menerima bulat-bulat segala apa yang ada padanya.
Dan tidak dibenarkan pula memandang kaum shufi seolah sebagai
para Nabi yang ma'shum , yang tidak pernah melakukan kebatilan
sepanjang hidup ataupun sesudahnya.
Hendaklah memandang mereka sebagai suatu kaum yang diciptakan
Allah dengan kemungkinan melakukan kesalahan dan kebenaran.
Dan yang benar adalah, membawa peninggalan ini (ilmu tasawuf)
secara selektif dan kritis.
Yakni, dengan menimbang setiap kata dan kalimat yang dibaca
dengan timbangan syari'at , dan menjabarkannya berdasarkan
penerangan dari sunnah Rasul dan Kitabu 'l-Lah berbekalkan
akidah yang benar , seperti yang telah diajarkan oleh al-Qur'an
dan petunjuk Nabi saw kepada kita.
Sejengkal pun kita dilarang melewati indikasi-indikasi tadi,
meski
seorang Imam Shufi di zaman kita mengajak untuk melewatinya.
DR. Musthafa Mahmud
Tidak ada komentar:
Posting Komentar