Pengertian tauhid zat adalah mengesakan Allah pada zat. Maqam tauhid zat merupakan maqam tertinggi dan merupakan puncak pengetahuan dan musyahadah orang yang Arif.
Bagi Arifin yang telah sampai pada maqam ini, mereka merasakan kelezatan spiritual yang tiada tara. Dan maqam ini juga merupakan batas akhir pencarian (seluruh makhluk), dalam perjalanan menuju kepada-Nya.
Batas Pengetahuan
Tauhid Zat itu berbeda dengan Kunhi Zat. Karena itu, tidak ada seorang pun yang sampai pada maqam ini yaitu maqam Kunhi Zatullah termasuk para Nabi Mursal dan Malaikat muqarrabin. Dalam firman Allah dijelaskan:
وَيُحَذِّرُكُمُ اللهُ نَفْسَهُ .
“Dan Allah memperingatkan kamu terhadap siksa-Nya. “ (Ali Imran: 30).
Namun dalam ayat tersebut para ulama ahli hakikat memiliki penafsiran sebagai berikut “Yakni Allah memperingatkamu bahwa ma’rifahmu tidak akan sampai kepada Kunhi Zat-Nya.”
Pendapat tersebut telah diperkuat dengan hadits Nabi Muhammad Saw.:
كُلُّكُمْ فِى ذَاتِ اللهِ اَحْمَقُ .
“Kamu semua tidak akan sampai pada Kunhi Zat Allah.”
Dalam hal ini, Syekh Abdul Wahab as-Sya’rani qs. dalam kitab al-Jawahir wa al-Durar, menerjemahkan perkataan Syekhnya Sayyidi Ali al-Khawas ra. sebagai berikut: “Bahwa pengetahuan makhluk terhadap Allah tidak akan sampai kepada zat-Nya, karena Ia (Allah) bukan ’ain (wujud materi) yang dihukumkan oleh akal, dan bukan pula ’ain yang dihukumkan oleh syuhud dalam hati dan mata. Melainkan Ia dibalik semua itu. Dengan demikian, Allah bukan’ain yang dikenal oleh manusia dan bukan pula Ia ’ain yang tidak diketahui. Karena itu, bagi siapapun yang mengetahui hal itu, maka ia wajib menyembah kepada zat yang suci lagi gaib. Dan yang demikian itulah yang disebut ibadah yang paling sempurna”.
Jadi, tidak ada yang sampai pada maqam ini (tauhid zat) kecuali Nabi kita Muhammad Saw. Dan para Anbiya’ dan Aulia’ yang berada di bawah bimbingan-Nya. Karena hanya Nabi Muhammad Saw. yang diciptakan dari Zat-Nya. sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Jabir ra. Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Jabir! Yang pertama kali diciptakan Allah adalah Cahaya Nabimu. Dari Cahaya itulah kemudian diciptakan segala sesuatu, termasuk engkau di dalam segala sesuatu itu.”
Tauhid & Caranya
Cara mengesakan Allah pada zat, adalah dengan memandang melalui mata kepala dan mata hati, bahwa tiada yang maujud di dalam wujud ini kecuali hanya Allah. Dengan kata lain, dalam maqam tauhid zat ini seorang hamba fana’ dari segala zat di bawah zat Allah. Tiada zat yang maujud melainkan wujudullah, sedangkan wujud makhluk adalah ma’dum (yang ditiadakan). Karena wujud selain Allah bukan wujud itu sendiri, melainkan ia wujud dengan Allah. Artinya, wujud makhluk berdiri dengan wujud Allah, dan tidak berdiri sendiri. Karena itu, wujud makhluk sebenarnya bersifat khayal (imajinatif) dan waham (menciptakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada).
Dalam hal ini, Syekh Arif billah Maulana as-Syekh Shidiq bin Umar Khan ra. menjelaskan: “Segala wujud selain Allah bagaikan wujud yang kita lihat di dalam mimpi, yang segera sirna saat kita terjaga. Demikianlah gambaran tentang wujud gairullah (selain Allah).”
Karenanya, untuk dapat merasakan pandangan bahwa tiada wujud di alam semesta ini kecuali wujud Allah, maka kita harus mematikan diri.
Mati & Maknanya
Mengenai mati, menurut ulama ahli tasawuf, dibagi menjadi dua, yakni Mati hissi yaitu berpisahnya ruh dari jasad. Dan Mati ma’nawi yaitu mati secara makna, yang berarti jasadnya masih hidup akan tetapi nafsunya mati.
Ketika seseorang mati, baik secara hissi maupun ma’nawi maka hilanglah wujud gairullah. Karena saat itulah sesungguhnya kita baru betul-betul terjaga. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw.:
النَّاسُ نِيَامٌ فَاِذَا مَاتُوْا إِنْتَبَهُوْ
“Manusia dalam keadaan tidur maka apabila mereka mati maka mereka baru jaga (dari tidurnya).”
Dalam hadis lain, Rasulullah Saw. juga menjelaskan:
مُوْتُوْا قَبْلَ اَنْ تَمُوْتُوْا وَمَنْ اَرَادَ اَنْ يَنْظُرَ اِلَى مَيِّتٍ يَمْشِى عَلَى وَجْهِ اْلاَرْضِ فَلْيَنْظُر اِلَى اَبِى بَكْرٍ
“Matikanlah dirimu sebelum kamu mati dan barang siapa ingin melihat mayat berjalan di atas bumi maka lihatlah Abu Bakar.”
Orang yang sampai pada tahap mati ma’nawi, seluruh nafsunya seperti nafsu ammarah, lawwamah dan sawwalat telah mengalami proses kematian. Sehingga dalam pandangannya meyakini bahwa segala wujud gairullah (selain Allah) fana’ dan hakikatnya tidak ada. Karena itu, Wujudullah adalah wujud yang sebenarnya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw.:
اَلاَ كُلُّ شَيْئٍ مَا خَلاَ اللهُ بَاطِلٌ .
“Ingatlah ! Tiap-tiap sesuatu selain Allah adalah batil (adanya).” Adapun dalil yang memperkuat pendapat tersebut banyak sekali. Seperti firman Allah SWT.
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُوالْجَلاَلِ وَاْلاِكْرَامِ .
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Ar-Rahman: 26-27)
Para ulama ahli hakikat menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut: “Bermula tiap-tiap sesuatu baik semua hewan atau yang tersusun dari zat dan sifat semuanya binasa pada masa dahulu dan masa sekarang dan masa yang akan datang. Dan yang kekal hanya zat Tuhanmu, yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.”
Dalam ayat lain juga dijelaskan:
كُلُّ شَيْئٍ هَالِكٌ اِلاَّ وَجْهَهُ .
“Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah.” (Al Qashash: 88)
Ayat tersebut ditafsirkan oleh ulama ahli hakikat sebagai berikut: “Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, baik pada masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang, kecuali Zat Allah yang tiada binasa.”
Dalam hadis Nabi Muhammad Saw. juga dijelaskan:
كَانَ اللهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْئٌ مَعَهُ .
“Yang ada hanya Allah dan tidak ada sesuatu serta-Nya.”
Selain itu, juga ada maqalah Ulama yang menambahkan:
وَهُوَ اْلاَنَ عَلَى مَا هُوَ عَلَيْهِ كَانَ .
“Dan Dia (Allah) pada masa sekarang ini adalah ada pada-Nya masa yang telah lampau..”
Dalam hadis Nabi Muhammad Saw. juga dijelaskan:
وَالَّذِيْ نَفْسٌ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ اَنَّكُمْ دَلَيْتُمْ بِحَبْلٍ اِلَى اْلاَرْضِ لَهَبِطَ عَلَى اللهِ ثُمَّ قَرَأَ هُوَ اْلاَوَّلُ وَاْلاَخِرُ ……. اْلاَيَة
“Demi Zat yang jiwa Muhammad ada pada Qudrat-Nya, jikalau kamu ulurkan tali dari langit ke bumi niscaya turun dari awal hingga akhirnya Wujudullah kemudian membaca “HUWAL AWWALU WAL AKHIRU…… (hingga akhir ayat 3 Surat Al Hadid).”
Kesimpulannya adalah, bahwa segala wujud yang disandarkan kepada Wujudullah yang hakiki, itu hanya khayal (imajinatif), waham (ilustratif) dan majazi (metaforis). Karena wujudnya antara dua ’adam (tidak ada) sedangkan wujud di antara dua ’adam itu ’adam. Tidak ada wujud yang berdiri sendiri, kecuali dengan Wujudullah. Artinya, wujud alam semesta berdiri dengan Wujudullah. Karena itu, tidak ada wujud yang sesungguhnya, kecuali hanya wujud Allah SWT.
Share this:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar