Senin, 26 Oktober 2015

Imam Syadzali dan Tariqah

Hijrah atau berkelana bisa jadi merupakan sarana paling efektif untuk menemukan jati diri. Tak terkecuali Imam Syadzili. Orang yang lebih dikenal sebagai sufi agung pendiri thariqah Syadziliyah ini juga menapaki masa hijrah dan berkelana.

Asal muasal beliau ingin mencari jalan thariqah adalah ketika masuk negara Tunis sufi besar ini ingin bertemu dengan para syekh yang ada di negeri itu. Di antara Syekh-syekh yang bisa membuat hatinya mantap dan berkenan adalah Syekh Abi Said al-Baji. Keistimewaan syekh ini adalah sebelum Abu al-Hasan berbicara mengutarakannya, dia telah mengetahui isi hatinya. Akhirnya Abu al-Hasan mantap bahwa dia adalah seorang wali. Selanjutnya dia berguru dan menimba ilmu darinya. Dari situ, mulailah Syekh Abu al-Hasan menekuni ilmu thariqah.
Beliau pernah berguru pada Syeikh Ibnu Basyisy dan kemudian mendirikan tarekat yang dikenal dengan Tariqat Syaziliyyah di Mesir.

Untuk menekuni tekad ini, beliau bertandang ke berbagai negara, baik negara kawasan timur maupun negara kawasan barat. Setiap derap langkahnya, hatinya selalu bertanya, “Di tempat mana aku bisa menjumpai seorang syekh (mursyid)?”. Memang benar, seorang murid dalam langkahnya untuk sampai dekat kepada Allah itu bagaikan kapal yang mengarungi lautan luas. Apakah kapal tersebut bisa berjalan dengan baik tanpa seorang nahkoda (mursyid). Dan inilah yang dialami oleh syekh Abu al-Hasan.

Dalam pengembaraannya Imam Syadzili akhirnya sampai di Iraq, yaitu kawasan orang-orang sufi dan orang-orang shalih. Di Iraq beliau bertemu dengan Syekh Shalih Abi al-Fath al-Wasithi, yaitu syekh yang paling berkesan dalam hatinya dibandingkan dengan syekh di Iraq lainnya. Syekh Abu al-Fath berkata kepada Syekh Abu al-Hasan, “Hai Abu al-Hasan engkau ini mencari Wali Qutb di sini, padahal dia berada di negaramu? kembalilah, maka kamu akan menemukannya”.

Akhirnya, beliau kembali lagi ke Maroko, dan bertemu dengan Syekh al-Shiddiq al-Qutb al-Ghauts Abi Muhammad Abdussalam bin Masyisy al-Syarif al-Hasani. Syekh tersebut tinggal di puncak gunung.

Sebelum menemuinya, beliau membersihkan badan (mandi) di bawah gunung dan beliau datang laksana orang hina dina dan penuh dosa. Sebelum beliau naik gunung ternyata Syekh Abdussalam telah turun menemuinya dan berkata, “Selamat datang wahai Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar……”. Begitu sambutan syekh tersebut sembari menuturkan nasabnya sampai Rasulullah SAW. Kemudia dia berkata, “Kamu datang kepadaku laksana orang yang hina dina dan merasa tidak mempunyai amal baik, maka bersamaku kamu akan memperoleh kekayaan dunia dan akhirat”.

Akhirnya beliau tinggal bersamanya untuk beberapa hari, sampai hatinya mendapatkan pancaran ilahi. Selama bersama Syekh Abdussalam, beliau melihat beberapa keramat yang dimilikinya. Pertemuan antara Syekh Abdussalam dan Syekh Abu al-Hasan benar-benar merupakan pertemuan antara mursyid dan murid, atau antara muwarrits dan waarits. Banyak sekali futuhat ilahiyyah yang diperoleh Syekh Abu al-Hasan dari guru agung ini.

Di antara wasiat Syekh Abdussalam kepada Syadzili adalah, “Pertajam penglihatan keimanan, maka kamu akan menemukan Allah pada setiap sesuatu”.

Tentang nama Syadzili

==========================
Kalau dirunut nasab maupun tempat kelahiran syekh agung ini, tidak didapati sebuah nama yang memungkinkan ia dinamakan Syadzali. Dan memang, nama tersebut adalah nama yang dia peroleh dalam perjalanan ruhaniah.

Dalam hal ini Abul Hasan sendiri bercerita : “Ketika saya duduk di hadapan Syekh, di dalam ruang kecil, di sampingku ada anak kecil. Di dalam hatiku terbersit ingin tanya kepada Syekh tentang nama Allah. Akan tetapi, anak kecil tadi mendatangiku dan tangannya memegang kerah bajuku, lalu berkata, “Wahai, Abu al–Hasan, kamu ingin bertanya kepada Syekh tentang nama Allah, padahal sesungguhnya kamu adalah nama yang kamu cari, maksudnya nama Allah telah berada dalam hatimu. Akhirnya Syekh tersenyum dan berkata, “Dia telah menjawab pertanyaanmu”.

Selanjutnya Syekh Abdussalam memerintahkan Abu al-Hasan untuk pergi ke daerah Afriqiyyah tepatnya di daerah bernama Syadzilah, karena Allah akan menyebutnya dengan nama Syadzili –padahal pada waktu itu Abu al-Hasan belum di kenal dengan nama tersebut-.

Sebelum berangkat Abu al-Hasan meminta wasiat kepada Syekh, kemudian dia berkata, “Ingatlah Allah, bersihkan lidah dan hatimu dari segala yang mengotori nama Allah, jagalah anggota badanmu dari maksiat, kerjakanlah amal wajib, maka kamu akan memperoleh derajat kewalian. Ingatlah akan kewajibanmu terhadap Allah, maka kamu akan memperoleh derajat orang yang wara’. Kemudian berdoalah kepada Allah dengan doa, “Allahumma arihnii min dzikrihim wa minal ‘awaaridhi min qibalihim wanajjinii min syarrihim wa aghninii bi khairika ‘an khairihim wa tawallanii bil khushuushiyyati min bainihim innaka ‘alaa kulli syai’in qadiir”.

Selanjutnya sesuai petunjuk tersebut, Syekh Abu al-Hasan berangkat ke daerah tersebut untuk mengetahui rahasia yang telah dikatakan kepadanya. Dalam perjalanan ruhaniah kali ini dia banyak mendapat cobaan sebagaimana cobaan yang telah dialami oleh para wali-wali pilihan. Akan tetapi dengan cobaan tersebut justru semakin menambah tingkat keimanannya dan hatinya semakin jernih.

Sesampainya di Syadzilah, yaitu daerah dekat Tunis, dia bersama kawan-kawan dan muridnya menuju gua yang berada di Gunung Za’faran untuk munajat dan beribadah kepada Allah SWT. Selama beribadah di tempat tersebut salah satu muridnya mengetahui bahwa Syekh Abu al-Hasan banyak memiliki keramat dan tingkat ibadahnya sudah mencapai tingkatan yang tinggi.

Pada akhir munajat-nya ada bisikan suara , “Wahai Abu al-Hasan turunlah dan bergaul-lah bersama orang-orang, maka mereka akan dapat mengambil manfaat darimu, kemudian beliau berkata: “Ya Allah, mengapa Engkau perintahkan aku untuk bergaul bersama mereka, saya tidak mampu” kemudian dijawab: “Sudahlah, turun Insya Allah kamu akan selamat dan kamu tidak akan mendapat celaan dari mereka” kemudian beliau berkata lagi: “Kalau aku bersama mereka, apakah aku nanti makan dari dirham mereka? Suara itu kembali menjawab : “Bekerjalah, Aku Maha Kaya, kamu akan memperoleh rizik dari usahamu juga dari rizki yang Aku berikan secara gaib.

Dalam dialog ilahiyah ini, dia bertanya kepada Allah, kenapa dia dinamakan syadzili padahal dia bukan berasal dari syadzilah, kemudian Allah menjawab: “Aku tidak mnyebutmu dengan syadzili akan tetapi kamu adalah syadzdzuli, artinya orang yang mengasingkan untuk ber-khidmat dan mencintaiku”.

Imam Syadzali menyebarkan Tariqah Syadzaliyyah

========================================
Dialog ilahiyah yang sarat makna dan misi ini membuatnya semakin mantap menapaki dunia tasawuf. Tugas selanjutnya adalah bergaul bersama masyarakat, berbaur dengan kehidupan mereka, membimbing dan menyebarkan ajaran-ajaran Islam dan ketenangan hidup. Dan Tunis adalah tempat yang dituju wali agung ini.
Di Tunis Abul Hasan tinggal di Masjid al-Bilath. Di sekitar tempat tersebut banyak para ulama dan para sufi. Di antara mereka adalah karibnya yang bernama al-Jalil Sayyidi Abu al-Azaim, Syekh Abu al-Hasan al-Shaqli dan Abu Abdillah al-Shabuni.
Popularitas Syekh Abu al-Hasan semerbak harum di mana-mana. Aromanya sampai terdengar di telinga Qadhi al-Jama’ah Abu al-Qasim bin Barra’. Namun aroma ini perlahan membuatnya sesak dan gerah. Rasa iri dan hasud muncul di dalam hatinya. Dia berusaha memadamkan popularitas sufi agung ini. Dia melaporkan kepada Sultan Abi Zakaria, dengan tuduhan bahwa dia berasal dari golongan Fathimi.
Sultan meresponnya dengan mengadakan pertemuan dan menghadirkan Syekh Abu al-Hasan dan Qadhi Abul Qosim. Hadir di situ juga para pakar fiqh. Pertemuan tersebut untuk menguji seberapa kemampuan Syekh Abu al-Hasan.
Banyak pertanyaan yang dilontarkan demi menjatuhkan dan mempermalukan Abul Hasan di depan umum. Namun, sebagaimana kata-kata mutiara Imam Syafi’I, dalam ujian, orang akan terhina atau bertambah mulia. Dan nyatanya bukan kehinaan yang menimpa wali besar. Kemuliaan, keharuman nama justru semakin semerbak memenuhi berbagai lapisan masyarakat.

Qadhi Abul Qosim menjadi tersentak dan tertunduk malu. Bukan hanya karena jawaban-jawaban as-Syadzili yang tepat dan bisa menepis semua tuduhan, tapi pengakuan Sultan bahwa Syekh Abu al-Hasan adalah termasuk pemuka para wali. Rasa iri dan dengki si Qadhi terhadap Syekh Abu al-Hasan semakin bertambah, kemudian dia berusaha membujuk Sultan dan berkata: “Jika tuan membiarkan dia, maka penduduk Tunis akan menurunkanmu dari singgasana”.
Ada pengakuan kebenaran dalam hati, ada juga kekhawatiran akan lengser dari singgasana. Sultan demi mementingkan urusan pribadi, menyuruh para ulama’ fikih untuk keluar dari balairung dan menahan Syekh Abu al-Hasan untuk dipenjara dalam istana.

Kabar penahanan Syekh Abul Hasan mendorong salah seorang sahabatnya untuk menjenguknya. Dengan penuh rasa prihatin si karib berkata, “Orang-orang membicarakanmu bahwa kamu telah melakukan ini dan itu”. Sahabat tadi menangis di depan Syekh Abu al-Hasan lalu dengan percaya diri dan kemantapan yang tinggi, Syekh tersenyum manis dan berkata, “Demi Allah, andaikata aku tidak menggunakan adab syara’ maka aku akan keluar dari sini –seraya mengisyaratkan dengan jarinya-. Setiap jarinya mengisyaratkan ke dinding maka dinding tersebut langsung terbelah, kemudian Syekh berkata kepadaku: “Ambilkan aku satu teko air, sajadah dan sampaikan salamku kepada kawan-kawan. Katakan kepada mereka bahwa hanya sehari saja kita tidak bertemu dan ketika shalat maghrib nanti kita akan bertemu lagi”.

Al-Syeikh as-Syadzali tiba di Mesir

====================================
Tunis, kendatipun bisa dikatakan cikal bakal as-Syadzili menancapkan thariqah Syadziliyah namun itu bukan persinggahan terakhirnya. Dari Tunis, Syekh Abu al-Hasan menuju negara kawasan timur yaitu Iskandariah. Di sana dia bertemu dengan Syekh Abi al-Abbas al-Mursi. Pertemuan dua Syekh tadi memang benar-benar mencerminkan antara seorang mursyid dan murid.
Adapun sebab mengapa Syekh pindah ke Mesir, beliau sendiri mengatakan, “Aku bermimpi bertemu baginda Nabi, beliau bersabda padaku : “Hai Ali… pergilah ke Mesir untuk mendidik 40 orang yang benar-benar takut kepadaku”.
Di Iskandariah beliau menikah lalu dikarunia lima anak, tiga laki-laki, dan dua perempuan. Semasa di Mesir beliau sangat membawa banyak berkah. Di sana banyak ulama yang mengambil ilmu dari Syekh agung ini. Di antara mereka adalah hakim tenar Izzuddin bin Abdus-Salam, Ibnu Daqiq al-Iid , Al-hafidz al-Mundziri, Ibnu al-Hajib, Ibnu Sholah, Ibnu Usfur, dan yang lain-lain di Madrasah al-Kamiliyyah yang terletak di jalan Al-muiz li Dinillah.

Diantara Karamah Imam Syadzali
=======================
Pada suatu ketika, Sultan Abi Zakaria dikejutkan dengan berita bahwa budak perempuan yang paling disenangi dan paling dibanggakan terserang penyakit langsung meninggal. Ketika mereka sedang sibuk memandikan budak itu untuk kemudian dishalati, mereka lupa bara api yang masih menyala di dalam gedung. Tanpa ampun bara api tadi melalap pakaian, perhiasan, harta kekayaan, karpet dan kekayaan lainnya yang tidak bisa terhitung nilainya.
Sembari merenung dan mengevaluasi kesalahan masa lalu, Sultan yang pernah menahan Syekh Syadzili karena hasudan qadhi Abul Qosim tersadar bahwa kejadian-kejadian ini karena sikap dia terhadap Syekh Abu al-Hasan. Dan demi melepaskan ‘kutukan’ ini saudara Sultan yang termasuk pengikut Syekh Abu al-Hasan meminta maaf kepada Syekh, atas perlakuan Sultan kepadanya. Cerita yang sama juga dialami Ibnu al-Barra. Ketika mati ia juga banyak mengalami cobaan baik harta maupun agamanya.
Di antara karomahnya adalah, Abul Hasan berkata, “Ketika dalam suatu perjalanan aku berkata, “Wahai Tuhanku, kapankah aku bisa menjadi hamba yang banyak bersyukur kepada-Mu?, kemudian beliau mendengar suara , “Yaitu apabila kamu berpendapat tidak ada orang yang diberi nikmat oleh Allah kecuali hanya dirimu. Karena belum tahu maksud ungkapan itu aku bertanya, “Wahai Tuhanku, bagaimana saya bisa berpendapat seperti itu, padahal Engkau telah memberikan nikmat-Mu kepada para Nabi, ulama’ dan para penguasa.
Suara itu berkata kepadaku, “Andaikata tidak ada para Nabi, maka kamu tidak akan mendapat petunjuk, andaikata tidak ada para ulama’, maka kamu tidak akan menjadi orang yang taat dan andaikata tidak ada para penguasa, maka kamu tidak akan memperoleh keamanan. Ketahuilah, semua itu nikmat yang Aku berikan untukmu”.
Di antara karomah sudi agung ini adalah, ketika sebagian para pakar fiqh menentang Hizib Bahr, Syekh Syadzili berkata, “Demi Allah, saya mengambil hizib tersebut langsung dari Rasulullah saw harfan bi harfin (setiap huruf)”.
Di antara karomah Syekh Syadzili adalah, pada suatu ketika dalam satu majlis beliau menerangkan bab zuhud. Beliau waktu itu memakai pakaian yang bagus. Ketika itu ada seorang miskin ikut dalam majlis tersebut dengan memakai pakaian yang jelek. Dalam hati si miskin berkata, “Bagaimana seorang Syekh menerangkan bab zuhud sedangkan dia memakai pakaian seperti ini?, sebenarnya sayalah orang yang zuhud di dunia”.
Tiba-tiba Syekh berpaling ke arah si miskin dan berkata, “Pakaian kamu ini adalah pakaian untuk menarik simpatik orang lain. Dengan pakaianmu itu orang akan memanggilmu dengan panggilan orang miskin dan menaruh iba padamu. Sebaliknya pakaianku ini akan disebut orang lain dengan pakaian orang kaya dan terjaga dari meminta-minta”.
Sadar akan kekhilafannya, si miskin tadi beranjak berlari menuju Syekh Syadzili seraya berkata, “Demi Allah, saya mengatakan tadi hanya dalam hatiku saja dan saya bertaubat kepada Allah, ampuni saya Syekh”. Rupanya hati Syekh terharu dan memberikan pakaian yang bagus kepada si miskin itu dan menunjukkannya ke seorang guru yang bernama Ibnu ad Dahan. Kemudian syekh berkata, “Semoga Allah memberikan kasih sayang-Nya kepadamu melalui hati orang-orang pilihan. Dan semoga hidupmu berkah dan mendapatkan khusnul khatimah”.

Imam Syadzali dan keilmuan

===========================
Di kota kelahirannya itu Syadzili pertama kali menghafal Alquran dan menerima pelajaran ilmi-ilmu agama, termasuk mempelajari fikih madzhab Imam Malik. Beliau berhasil memperoleh ilmu yang bersumber pada Alquran dan Sunnah demikian juga ilmu yang bersumber dari akal yang jernih. Berkat ilmu yang dimilikinya, banyak para ulama yang berguru kepadanya. Sebagian mereka ada yang ingin menguji kepandaian Syekh Abu al-Hasan. Setelah diadakan dialog ilmiah akhirnya mereka mengakui bahwa beliau mempunyai ilmu yang luas, sehingga untuk menguras ilmunya seakan-akan merupakan hal yang cukup susah. Memang sebelum beliau menjalani ilmu thariqah, ia telah membekali dirinya dengan ilmu syariat yang memadahi.

Sayyidina Syeikh Abul Hasan Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar Asy Syadzili Al Maghribi Al-Hasani Al Idrisi lahir di Ghamarah, desa dekat Sabtah, Maroko, Afrika Utara pada tahun 591 H / 1195 M. Sebutan Asy Syadzili itu sendiri, menurut sebagian ulama adalah daerah tempat dimana beliau banyak menimba ilmu saat mudanya.
Beliau secara nasab bersambung hingga Rasulullah SAW melalui puterinya Sayyidatuna Fatimah Az-Zahrah. Keistimewaan nasab ini tampak dalam budi pekerti beliau yang indah lagi terpuji dan mengagumkan banyak orang, sehingga mereka banyak mengambil pelajaran dan hikmah dari beliau.
Pada masa kecilnya, beliau sudah dibekali oleh orang tuanya dasar-dasar ajaran agama, kemudian berguru kepada ulama dan sufi besar pada masa itu, yakni Syeikh Abdul Salam bin Masyisyi. Dari gurunya ini pula, kemudian beliau dikirim kepada ulama besar yang tinggal di Syazilia, Tunisia.
Keberangkatan beliau ke Syazilia ini merupakan awal dari pengembaraan sufistiknya. Hingga setelah mendapatkan banyak ilmu dari gurunya di Syazilia, beliau ditugaskan gurunya untuk mengembangkan ilmunya di Iskandaria, Mesir.
Sebelum pindah untuk berguru ke Syazilia, nama Syekh Abul hasan Asy Syazili sudah demikian harumnya; karena itu berita kedatangan beliau telah mengundang perhatian masyarakat, sehingga mereka menantikan kedatangan beliau. Demi mendengar hal itu, maka dengan ditemani oleh Syekh Abu Muhammad Abdullah bin Salamah, beliau memilih jalur lain dab mengasingkan diri di Pegunungan Zagwan untuk bisa berhubungan secara sembunyi-sembunyi dengan gurunya di Syazilia.
Begitulah setelah lama berkhalwat di Zagwan; pada akhirnya beliau diperintahkan gurunya agar turun gunung dan berdakwah di masyarakat. Sudah barang tentu masyarakat yang ingin melihat dan berguru kepadanya datang berduyun-duyun, bahkan diantara mereka banyak para pejabat Negara yang hadir. Setelah itu beliau diutus gurunya ke Iskandaria. Dan rupanya kota ini menjadi akhir dari pengembaraan beliau, sebab disitu pula; setelah lama membimbing masyarakat, beliau akhirnya wafat dan dimakamkan disana.
Selama berada di Tunisia, beliau bersahabat dan banyak berdiskusi dengan para Ulama dan kaum Sufi besar disana. Di antara mereka terdapat :

• Syekh Abul Hasan Ali bin Makhluf As Syazili
• Abu Abdullah Al Shabuni
• Abu Muhammad Abdul Aziz Al-Paituni
• Abu Abdillah Al Binai Al Hayah
• Abu Abdillah Al-Jarihi

Sedangkan diantara murud-murid beliau di Tunisia, dimana sebagian mereka adalah para Ulama kenamaan’ yaitu :

• Izzudin bin Abdul Salam
• Taqiyudin bin Daqiqi’id
• Abul Adhim Al-Munziri
• Ibnu Shaleh
• Ibnu Hajib
• Jamaluddin Usfur
• Nabiuddin bin Auf
• Muhyiddin bin Suraqah
• Ibnu Yasin

Diantara kemuliaan beliau, sebagaimana kesaksian sahabat seperjalanannya, bahwa diutusnya Syekh Abul Hasan Ali As Syazili oleh gurunya agar berangkat menuju Iskandaria, karena di kota itu telah menunggu 40 Waliyullah untuk meneruskan pelajaran kepada beliau.

Dasar-dasar Pemikiran Syekh Abul Hasan Ali Asy Syadzili
• Seseorang yang ingin mendalami ajaran tasawuf, maka terlebih dahulu harus mendalami dan memahami ajaran Syari’ah.
• Beliau mengajarkan ajaran Tasawuf kepada murid-muridnya dengan menggunakan 7 kitab; yaitu :

1.   Khatam Al Auliyah karya Al Hakim At Tirmidzi ( menguraikan tentang masalah kewalian dan Kenabian )

2.   Al Mawaqif wa Al Mukhatabah karya Syekh Muhammad bin Abdul Jabbar An Nifari ( menguraikan tentang         kerinduan Tokoh sufi kepada Allah swt )

3.  Qulub karya Abu Tholib Al Makki ( menguraikan pandangan tokoh sufi yang menjelaskan Syari’at dan hakikat bersatu )

4. Ihya Ulumuddin karya Imam Abu Hamid Muhammad Al Ghazali ( Paduan antara Syari’at dan Tasawuf )

5. Al Syifa’ karya Qadhi Iyadh ( dipergunakan untuk mengambil sumber Syarah-syarah dengan melihat tasawuf dari sudut pandang Ahli Fiqih )

6. Ar Risalah Qusyairiyah karya Imam Qusyairi ( dipergunakan beliau untuk permulaan dalam pengajaran Tasawuf )

7. Ar Muhararul Wajiz dan Al Hikam karya Ibnu Aththa’illah ( melengkapi pengetahuan dalam pengajian )

Abul Hasan Asy-Syazili adalah seorang tokoh sufi yang sudah termasyhur. Hizb An-Nashr yang merupakan kumpulan doa-doa untuk meraih kemenangan dalam menghadapi musuh-musuh Islam sering dibaca dalam kumpulan wirid-wirid Dalil Al-Khairat. Karangannya As-Sirrul Jalil fi KhawashHasbunnal wa Nimal Wakil (rahasia yang agung dalam keistimewaan Hasbiyallahu wa nimal wakil) telahmenampilkan suatu alam yang khas kaum sufi. Alam yang tidak dapat dijamah lewat pendekatan logika.Sebab perangkat-perangkat yang digunakan adalah suatu yang lain dari rasio. Dari itu pula maka tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa menilai dan menghukum alam ini dengan rasio adalah suatu kesia-siaan.Sekalipun demikian jauh keterlibatan dan peran Abul Hasan dan tokoh-tokoh sufi seperti Ibrahim binAdham, Al-Junaid Al-Baghdadi, Ibn Atha As-Sakandari, Al-Qusyairi dalam alam rohani yang khas ini, tapipatut diakui bahwa mereka tidak pernah melampaui tapal batas syariat. Justru alam kerohanian yang mereka bangun berdiri kokoh di atas garis-garis syariat yang  jelas dan terang. Tidak seperti beberapa tokoh lain atau pengaku-pengaku diri mereka sebagai waliyullah yang memutuskan dari praktikritual mereka. Ketika seorang laki-laki menyebutkan di depan Al-Junaid Al-Baghdadi tentang marifat Allah Taala dan ia mengatakan bahwa ahli adalah orang-orang yang sampai ke tingkat

meninggalkan segala amal perbuatan sebagai suatu sikap kebajikan dan pendekatan diri kepada Allah Taala, Al-Junaid yang bermazhab Abu Tsaur dalam fiqhnya dengan tegas membantah, Itu perkataan sekelompok orang yang tidak mementingkan amal perbuatan. Menurutku itu merupakan suatu dosa besar. Orang yang mencuri dan berzina lebih baik kondisinya dari pada orang  yang berkata demikian. Ahli marifat adalah orang-orang yang menunaikan amal-amal yang diperintahkan oleh Allah Taala sebagaimana yang dituntut oleh Allah kepadanya. Andai kata aku dapat hidup seribu tahun,maka sungguh aku tidak akan pernah meninggalkan amal kebaikan walaupun yang sebutir debu kecuali ada hal yang merintangiku untuk itu. Al-Junaid juga mengatakan, yang tidak menghafal Al-Quran dan mencatat hadits tidak dapat diikuti dalam persoalan ini (tasauf), karena ilmu pengetahuan kami terikat dengan Al-dan Sunnah. (Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah) Tidak hanya itu, mereka juga tokoh-tokoh yang peka dan berinteraksi secara dinamis dengan kondisiumat. Ramuan-ramuan kerohanian syariy jika tepat disebut demikian yang mereka sodorkan, padatingkat pertama justru terarah pada perbaikan kondisi kehidupan zaman mereka hidup. As-Sirrul Jalilkarangan Abul Hasan secara serta merta menampilkan zaman di mana umat Islam menghadapi kondisiyang kritis; berbagai bahaya datang menggerogoti tubuh umat baik dari luar (Eropa salibis dan Tatar) maupun dari dalam ( perebutan kekuasaan dan kesewenang-wenangan penguasa). Abul Hasan datangmenawarkan konsep perbaikannya yang khas. Suatu konsep yang ditarik dari kedalaman alam di mana iahidup secara konkrit. Dan bukankah Allah Taala akan mengganjari amal baik hamba-Nya atas dasar niatdan maksud baiknya?! Sekalipun dengan konsep dan methode yang berbeda satu sama lain.Sebaris dua baris mengenai riwayat hidup Sayyidi Abul Hasan Asy-Syazili, pendiri thariqah Asy-Syaziliyyah, agaknya cukup untuk sekadar mewakili suatu ungkapan penghormatan dan penghargaankepada tokoh ini, yang telah berpihak kepada kemaslahatan umat di dunia dan akhirat.Nama lengkapnya: Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar. Garis keturunannya bersambung sampai kepadaAl-Hasan putra Amirul Muminin Ali bin Abi Thalib dan Fathimah Az- binti Rasulullah saw..Abul Hasan dilahirkan pada 593 Hijriyah di Maghrib (Maroko), di kota Ghamarah, tidak jauh dari Sabtah(Ceuta). Di kota itulah Abul Hasan mulai menimba berbagai ilmu pengetahuan agama sampai ia benar-benar menguasainya. Namun betapa pun dalam dan mapan penguasaan seseorang terhadap ilmu-ilmu lahiriyah semacam Fiqh, Nahwu dan Sharaf, ternyata itu masih belum dapat membawa jiwa menyelam ke alam kerohanian yang tinggi. Abul Hasan memendam suatu hasrat yang amat kuat untukmendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Taala serta ingin menerangi kalbunya dengan NurMarifah (cahaya marifat Allah Taala). Ia lantas mengambil keputusan untuk merantau ke Irak yangpada waktu itu merupakan kota tujuan setiap penuntut ilmu dunia dan agama. Karena Irak, di sampingtempat para ahli-ahli ilmu dunia, juga merupakan pusat tokoh-tokoh terkemuka dalam bidang  fiqh,hadits dan tasauf. Ketika ia sampai di Baghdad, banyak waliyullah yang dijumpainya. Tokoh yang paling terkemuka pada waktu itu menurut Abul Hasan, adalah Abul Fath Al-Wasithi. Di Baghdad, Abul Hasan rahimahullah berusaha mencari tahu siapa gerangan quthb di Baghdad. Sampai pada suatu ketika seorang waliyullah mengatakan kepadanya, Abul Hasan, Anda mencari quthb di Irak sementara quthb yang Anda cariitu justru berada di negeri Anda sendiri. Kembalilah ke sana, tentu Anda akan menjumpainya Abul Hasan lalu kembali ke kota kelahirannya, Ghamarah, dengan penuh harapan semoga orang yang dicarinya selama ini dapat ia temui. Dan ternyata kepulangannya ke Ghamarah beroleh hasil, di sana ia bertemu dengan Al-Quthb Al-Akbar Abdussalam bin Masyisy, imam penduduk Maghrib sebagaimanaAsy-Syafii imam penduduk Mesir.Ibnu Masyisy beribadah di satu gua di puncak sebuah bukit di Ghamarah. Semenjak itu Abul Hasansering mendatangi dan berguru kepadanya. Salah satu ajaran yang diterima Abul Hasan dari gurunya ituberbunyi, Arahkan penglihatan iman, niscaya engkau akan mendapati Allah pada segala sesuatu.Ibnu Masyisy telah meramalkan tentang peristiwa-peristiwa besar yang akan dilalui oleh Abul Hasandalam hidupnya, dan karena itu ia menganjurkannya untuk pindah ke Afrika (sebutan untuk Tunisia pada zaman itu). Dalam Durratul Asrar diterangkan bahwa Ibnu Masyisy memang menentukan kota Syazilahdi Afrika, bukan yang lain, sebagai tempat yang akan dituju oleh muridnya ini. Allah Azza wa Jallamenamakanmu Asy- Syazili, demikian kata Ibnu Masyisy kepada Abul Hasan. Setibanya di Syazilah, ialangsung meneruskan perjalanannya ke Jabal Zaghwan, dan menundukkan dirinya semata-mata kepadaAllah Taala lewat beribadah, shalat, puasa, tilawah dan tasbih. Meskipun demikian Syeikh Abul Hasantidak menyembunyikan diri (mahjub) dari orang-orang yang ingin menjumpainya, ia selalu menyambutdengan baik setiap pecinta marifah, yang memang benar-benar serius dalam menuntutnya. Di dalamgua di gunung itulah, ia berkhalwah sampai dengan hatinya benar-benar kosong dari pada selain Allah,

 jiwanya suci dari segala keburukan, dan kebaikan telah terpatri dalam dirinya. Baru setelah itu, iakembali bergabung dalam masyarakat untuk memberi petunjuk dan bimbingan kepada hamba-hambaAllah yang lain.Mengenai penisbahan dirinya kepada Syazilah, Abul Hasan menuturkan, Pernah aku berkata, wahaiTuhan-ku, mengapa Engkau menamakanku dengan Asy-Syazili sedangkan aku tidak berasal dari Syazilah? Maka aku seolah-olah mendengar Suara mengatakan, wahai Ali, Aku tidak menamakanmudengan Asy-Syazili, akan tetapi engkau adalah seorang Syazzili.Syazzili dibaca dengan dengan tasydid huruf dzal, bermakna: orang yang diistimewakan untuk menjadi pelayan-Ku [lewat ibadah] danmemperoleh kecintaan-Ku.Dari Syazilah, Syeikh Abul Hasan Asy-Syazili bertolak ke kota Tunisia, tempat mana dirinya akanmenanggung suatu cobaan berat. Hal ini pernah diramalkan oleh Ibnu Masyisy ketika ia mengatakankepada Abul Hasan, Akan ditimpakan ujian kepadamu di sana (Tunisia) dari pihak penguasa. Kisahnya,kepala hakim di Tunisia bernama Ibnu Al-Barra merasa iri melihat Abul Hasan mempunyai banyak muriddan populer di kalangan masyarakat, di samping tidak sedikit ahli-ahli fiqh dan ulama yang mengikuti majlisnya. Iri hati tersebut mendorong Ibnu Al-Barra untuk menghasut Abul Hasan kepada SultanTunisia. Sultan yang termakan hasutan Ibnu Al-Barra lantas memerintahkan untuk mengurung SyeikhAbul Hasan di istananya untuk beberapa waktu. Namun apa yang terjadi? Dalam waktu itu pula Sultan ditimpa oleh banyak kejadian yang memilukan. Dan Sultan akhirnya menyadari bahwa apa yang terjadi kepada dirinya adalah bahagian dari karamah Abul Hasan Asy-Syazili. Maka tanpa menunggu lama, iapun membebaskan Abul Hasan. Dari Tunisia, Abul Hasan kemudian pindah ke Mesir. Kedatangannya di Mesir pada waktu itu bukan merupakan kali yang pertama. Sebab sebelumnya ia sudah pernah singgah di Mesir dalam perjalanannya menuju tanah suci untuk menunaikan fardhu haji. Tentang alasan mengapa ia datang lagi ke Mesir,Syeikh Abul Hasan mengungkapkan, Dalam mimpiku aku melihat Rasulullah saw., dan beliau berkata, Hai Ali, pindahlah engkau ke negeri Mesir, [dan di sana nanti] engkau akan mengasuh 40 orang teman.. Ia kemudian tiba di Alexandria (Iskandariyah), dan menikah di sana. Dari pernikahannya itu ia memperoleh keturunan; tiga lelaki dan dua perempuan. Hari-hari yang dilaluinya selama menetap diMesir merupakan masa ketentraman lahir dan batin baginya. Sultan Mesir telah menghibahkan kepadaAbul Hasan sebuah benteng di Iskandariyah untuk tempat tinggal keluarganya. Pada waktu ia menetap di Mesir itu pula masa yang penuh barakah bagi Mesir, bukan saja dari sisi dawah, tapi juga dari sisi bahwa Mesir telah memuliakan seorang ulama yang paling tinggi dan utama, baik ilmu maupun akhlaknya. Dalam Qamus Al-Muhith karangan Al-Fairuz-abadi diterangkan: Termasuk di antara orang-orang yang menghadiri majlisnya (yakni Abu al-Hasan) ialah Izzuddin bin Abdussalam dan Ibnu Daqiqil Id, dua tokoh ulama terpandang. Selain mereka, termasuk pula Al-Hafiz Al-Munziri, Ibnu Al-Hajib, Ibnu Shalah, Ibnu Ushfur, serta ulama-ulama lain dari Madrasah Kamiliyah di Kairo. Kamiliyah adalah madrasah yang pembelajaran fiqhnya didasarkan kepada mazhab Imam Asy-Syafii,  didirikan oleh SultanAl-Kamil, kemenakan Shalahuddin Al-Ayyubi, di permulaan abad ke-7 Hijriyah. Madrasah itu terletak diJalan Al-Muiz Lidinillah (Jalan Ash-Shaghah). Madrasah ini juga pernah masyhur dengan nama DarulHadits lantaran Sultan Al-Kamil menyediakannya khusus untuk para pelajar dan pengajar Hadits.Sesudah mereka, baru kemudian tempat tersebut dimafaatkan oleh para ahli fiqh mazhab Asy-Syafii. Sultan Kamil telah mewaqafkan berbagai harta dalam bentuk benda yang dari hasilnya dapat dipakaiuntuk membiayai seluruh keperluan madrasah.Abul Hasan berpenampilan bagus, ucapan-ucapannya enak didengar dan tidak berhaluan radikal dalam kesufiannya sebab ia mengatakan, Thariqah ini bukan merupakan sikap ruhban (biarawan); tidak makan gandum dan kurma, dan bukan pula dengan banyak mengucapkan kata-kata sastra. Tetapi ia adalah sabar dalam menerima segala suruhan (syariat Islam) dan yakin dalam hidayah.Yaqut Al-Arsy menukilkan dari gurunya, Abul Abbas Al Mursi, bahwa Abul Hasan Ali Asy-Syazilimenunaikan fardhu haji pada setiap tahun. Ia menempuh jalan melalui Shaid Mishr (UpperEgypt/kawasan hulu Mesir), dan berdiam di Makkah dari bulan Rajab sampai dengan selesai musim haji kemudian pergi menziarahi makam Nabi saw.. Sebelum keberangkatannya pada kali yang terakhir ditahun 656 Hijriyah, ia meminta kepada pelayannya untuk membawa kapak, keranjang besar, ramu-ramuan yang biasa dipakai untuk mayat agar tidak lekas rusak, serta semua perlengkapan untuk pengurusan mayat. Ketika si pelayan menanyakan kepentingan semua itu, Abul Hasan menjawab, Di Humaitsara akan ada al-khabar al-yaqin ( kabar yang meyakinkan, yakni maut).  Humaitsara adalah satu daerah di kawasan pelabuhan Izab yang terletak di pantai barat Laut Merah. Di Humaitsara ini terdapat mata air Zuaq dan perkampungan-perkampungan. Tatkala Abul Hasan tiba di Humaitsra, ia langsung mandi serta shalat dua rakaat, dan sesudah itu ia pun pergi kembali kepada Tuhan Penciptanya. Abul Hasan dimakamkan di Humaitsara. Dalam Rihlah Ibnu Bathuthah tercatat: Aku telah mengunjungimakamnya; dan di atas makam ada sebuah kubah yang di situ tertulis nama dan silsilah Abul Hasan yangsampai kepada Hasan bin Ali bin Abi Thalib (semoga Allah Taala merahmati mereka semuanya). Dalam Rihlah Ibnu Jubair dan Ibnu Bathuthah, dan Al-Khuthuth Al-Maqriziyyah terdapat keterangan bahwa Izab adalah sebuah pelabuhan di Laut Qalzum, tidak ada perkotaan di sana, akan tetapi iatermasuk pelabuhan yang amat terkenal di dunia pelayaran. Kapal-kapal yang berlabuh di pelabuhan itudatang dari dari Yaman, Habsyah (Ethiopia), dan India. Izab juga merupakan jalan menuju Tanah Sucidari Mesir, yang ditempuh oleh orang-orang yang ingin menunaikan haji dengan melintasi Qaush. Darisitu mereka naik kapal menuju Jeddah. telah dijadikan jalur lalu-lintas menuju Hijaz oleh para jamaah haji Mesir dan Maroko selama 200 tahun lebih. Tapi penggunaan jalur ini kemudian dihentikandalam tahun 766 Hijriyah. Maka semenjak abad ke-10 Hijriyah, hanya tinggal puing, jalan-jalannyatelah hilang dan orang-orang haji merubah rute perjalanan mereka ke jalur lintas Suez  Aqabah,kemudian menyusuri tepi timur Laut Merah menuju Jeddah.Ibnu Jubair menggambarkan perjalanan haji dari Qaush ke Izab, katanya, Lalu lintas antara Qaush ada dua: pertama, yang disebut dengan jalan Al- Abdain; dan lainnya, yang disebut denganHumaitsara, dan yang terakhir inilah yang dilalui oleh Syaikhuna Abul Hasan dalam perjalanan terakhirnya menuju negeri-negeri Hijaz, dan di Humaitsara itu pula ia menemui ajalnya pada tahun 656 Hijriyah serta dimakamkan dalam rumahnya di sana.Rahimahullah Sayyidi Abul Hasan Asy-Syazili.
Karya Syekh Abul Hasan Ali Asy Syadzili
• Majmu’atul Ahzab ( Kumpulan Hizib-wirid )
• Mafakhirul ‘Aliyah
• Al Amin
• As Sirrul Jalil fi Khawashi Hasbunallah Wa Ni’mal Wakil
• Hizbus Syadzili ( partai terkenal di Afrika )

Pendapat Ulama tentang Syekh Abul Hasan Ali Asy Syadzili

• Al-Manawi berkata : ketika ditanya orang siapa Syekh nya; Syekh Abu Hasan Ali menjawab : “Adapun pada masa lalu, Syekh Abdus Salam Masyisy, sekarang aku minum dari sepuluh lautan, lima diantaranya di langit dan lima di bumi.”
• Al-Mursi berkata : “Allah swt pernah membukakan tabir pemandanganku, maka Ku lihat Syekh Abu Madyan bergantung di tiang Arasy. Aku mengajukan pertanyaan :
”Berapa banyak ilmu anda?”
Dia menjawab :”71”
Aku bertanya lagi : “Apa Jabatanmu?”
Dia menjawab :”Khalifah keempat dan pemimpin 7 wali Abdal
Kutanya lagi :”Bagaimana pendapatmu tentang Abu Hasan
Asy-Syazili?”
Dia menjawab :”Dia lebih dari padaku dengan 40 Ulama, dia
Adalah samudera tidak bertepi.”
• Abu Abdullah As-Syatibi berkata : “ Aku setiap malam mengadakan hubungan dengan Syekh Abu Hasan beberap kali. Aku mohon berbagai hajat kepada Allah swt, dengan perantaraannya. Ternyata hajatku dikabulkan Allah swt. Pada suatu malam, aku bermimpi bertemu Rasulullah saw. Aku bertanya kepada beliau :

”Wahai Rasulullah saw, relakah rasul kepada Abu Hasan. Aku selalu bermohon kepada Allah swt dengan perantaraan beliau, ternyata doa’ ku makbul. Bagaimana pendapat Rasulullah tentang dirinya?

Beliau bersabda :

“Abu Hasan itu adalah putraku, secara rohaniah. Anak adalah bagian dari Ayah. Siapa yang berpegang kepada sebagian, berarti sesungguhnya berpegang pada semua. Apabila kamu meminta kepada Allah swt dengan perantaraan Syekh Abu Hasan, maka sesungguhnya kamu telah memohon kepada Allah swt dengan perantaraanku.”

Wasiat dan Nasihat Syekh Abul Hasan Ali Asy Syadzili

• Jika Kasyaf bertentangan dengan Al Qur’an dan Sunah, tinggalkanlah Kasyaf dan berpeganglah pada Al Qur’an dan Sunah. Katakana pada dirimu : Sesungguhnya Allah swt menjamin keselamatan saya dalam kitabnya dan sunah Rasulnya dari kesalahan, bukan dari Kasyaf, Ilham, maupun Musyahadah sebelum mencari kebenarannya dalam Al Qur’an dan Sunah terlebih dahulu.

• Kembalilah dari menentang Allah swt, maka engkau menjadi Ahli Tauhid. Berbuatlah sesuai dengan rukun-rukun Syara’, maka engkau menjadi Ahli Sunah. Gabungkanlah keduanya, maka engkau menuju kesejatian.

• Jika engkau menginginkan bagian dari anugerah para wali, berpalinglah dari manusia kecuali dia menunjukkanmu kepada Allah swt dengan cara yang benar dan tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Sunah.

• Seandainya kalian mengajukan permohonan kepada Allah swt, sampaikan lewat Imam Abu Hamid Muhammad Al Ghazali. Kitab Ihya Ulumuddin Al Ghazali mewariskan Ilmu; sedangkan Qutub Qulub Al Makki mewariskan cahaya kepada kalian.

• Ketuklah pintu zikir dengan hasrat dan sikap sangat membutuhkan kepada Allah swt melalui kontemplasi, menjauhkan diri segala hal selain Allah swt. Lakukanlah dengan menjaga rahasia batin, agar jauh dari bisikan nafsu dalam seluruh nafas dan jiwa, sehingga kalian memilki kekayaan rohani. Tuntaskan lisanmu dengan berzikir, hatimu untuk tafakur dan tubuhmu untuk menuruti perintah-Nya. Dengan demikian kalian bisa tergolong orang-orang saleh.

• Manakala zikir terasa berat di lisanmu, sementara pintu kontemplasi tertutup, ketahuilah bahwa hal itu semata-mata karena dosa-dosamu atau kemunafikan dalam hatimu. Tak ada jalan bagimu kecuali bertobat, memperbaiki diri, hanya menggantungkan diri kepada Allah swt dan ikhlas beragama.

Suatu ketika saat berkelana beliau berkata dalam hati, “Ya Allah, kapankah aku bisa menjadi hamba-Mu yang bersyukur?” Kemudian terdengarlah suara, “Kalau kamu sudah mengerti dan merasa bahwa yang diberi nikmat hanya kamu saja” Beliau berkata lagi, “Bagaimana saya bisa begitu, padahal Engkau sudah memberi nikmat kepada para Nabi, Ulama dan Raja?” Kemudian terdengar suara lagi, “Jika tidak ada Nabi, kamu tidak akan mendapat petunjuk, jika tidak ada Ulama kamu tidak akan bisa ikut bagaimana caranya beribadah, jika tidak ada Raja kamu tidak akan merasa aman. Itu semua adalah nikmat dari-Ku yang kuberikan hanya untukmu”.

Beliau belajar ilmu thariqah dan hakikat setelah matang dalam ilmu fiqihnya. Bahkan beliau tak pernah terkalahkan setiap berdebat dengan ulama-ulama ahli fiqih pada masa itu. Dalam mempelajari ilmu hakikat, beliau berguru kepada wali quthub yang agung dan masyhur yaitu Syekh Abdus Salam Ibnu Masyisy, dan akhirnya beliau yang meneruskan quthbiyahnya dan menjadi Imam Al-Auliya’.

Peninggalan ampuh sampai sekarang yang sering diamalkan oleh umat Islam adalah Hizb Nashr dan Hizb Bahr, di samping Thariqah Syadziliyah yang banyak sekali pengikutnya. Hizb Bahr merupakan Hizb yang diterima langsung dari Rasulullah saw. yang dibacakan langsung satu persatu hurufnya oleh beliau saw.

Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. pernah ber-riadhah selama 80 hari tidak makan, dengan disertai dzikir dan membaca shalawat yang tidak pernah berhenti. Pada saat itu beliau merasa tujuannya untuk wushul (sampai) kepada Allah swt. telah tercapai. Kemudian datanglah seorang perempuan yang keluar dari gua dengan wajah yang sangat menawan dan bercahaya. Dia menghampiri beliau dan berkata, ”Sunguh sangat sial, lapar selama 80 hari saja sudah merasa berhasil, sedangkan aku sudah enam bulan lamanya belum pernah merasakan makanan sedikitpun”.

Suatu ketika saat berkelana, beliau berkata dalam hati, “Ya Allah, kapankah aku bisa menjadi hamba-Mu yang bersyukur?”. Kemudian terdengarlah suara, “Kalau kamu sudah mengerti dan merasa bahwa yang diberi nikmat hanya kamu saja”. Beliau berkata lagi, “Bagaimana saya bisa begitu, padahal Engkau sudah memberi nikmat kepada para Nabi, Ulama dan Raja?”. Kemudian terdengarlah suara lagi, “Jika tidak ada Nabi, kamu tidak akan mendapat petunjuk, jika tidak ada Ulama kamu tidak akan bisa ikut bagaimana caranya beribadah, jika tidak ada Raja kamu tidak akan merasa aman. Itu semua adalah nikmat dari-Ku yang kuberikan hanya untukmu”.

Beliau pernah khalwat (menyendiri) dalam sebuah gua agar bisa wushul (sampai) kepada Allah swt. Lalu beliau berkata dalam hatinya, bahwa besok hatinya akan terbuka. Kemudian seorang waliyullah mendatangi beliau dan berkata, “Bagaimana mungkin orang yang berkata besok hatinya akan terbuka bisa menjadi wali. Aduh hai badan, kenapa kamu beribadah bukan karena Allah (hanya ingin menuruti nafsu menjadi wali)”. Setelah itu beliau sadar dan faham dari mana datangnya orang tadi. Segera saja beliau bertaubat dan minta ampun kepada Allah swt. Tidak lama kemudian hati Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. sudah di buka oleh Allah swt. Demikian di antara bidayah (permulaaan) Syekh Abul Hasan As-Syadzili.

Beliau pernah dimintai penjelasan tentang siapa saja yang menjadi gurunya? Sabdanya, “Guruku adalah Syekh Abdus Salam Ibnu Masyisy, akan tetapi sekarang aku sudah menyelami dan minum sepuluh lautan ilmu. Lima dari bumi yaitu dari Rasululah saw, Abu Bakar r.a, Umar bin Khattab r.a, Ustman bin ‘Affan r.a dan Ali bin Abi Thalib r.a, dan lima dari langit yaitu dari malaikat Jibril, Mika’il, Isrofil, Izro’il dan ruh yang agung.

Beliau pernah berkata, “Aku diberi tahu catatan muridku dan muridnya muridku, semua sampai hari kiamat, yang lebarnya sejauh mata memandang, semua itu mereka bebas dari neraka. Jikalau lisanku tak terkendalikan oleh syariat, aku pasti bisa memberi tahu tentang kejadian apa saja yang akan terjadi besok sampai hari kiamat”.

Syekh Abu Abdillah Asy-Syathibi berkata, “Aku setiap malam banyak membaca Radiya Allahu ‘An Asy-Syekh Abil Hasan dan dengan ini aku berwasilah meminta kepada Allah swt apa yang menjadi hajatku, maka terkabulkanlah apa saja permintaanku”. Lalu aku bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad saw. dan aku bertanya, “Ya Rasulallah, kalau seusai shalat lalu berwasilah membaca Radiya Allahu ‘An Asy-Syekh Abil Hasan dan aku meminta apa saja kepada Allah swty. apa yang menjadi kebutuhanku lalu dikabulkan, seperti hal tersebut apakah diperbolehkan atau tidak?”. Lalu Nabi saw. Menjawab, “Abul Hasan itu anakku lahir batin, anak itu bagian yang tak terpisahkan dari orang tuanya, maka barang siapa bertawashul kepada Abul Hasan, maka berarti dia sama saja bertawashul kepadaku”.

Pada suatu hari dalam sebuah pengajian Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. menerangkan tentang zuhud, dan di dalam majelis terdapat seorang faqir yang berpakaian seadanya, sedang waktu itu Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili berpakaian serba bagus. Lalu dalam hati orang faqir tadi berkata, “Bagaimana mungkin Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. berbicara tentang zuhud sedang beliau sendiri pakaiannya bagus-bagus. Yang bisa dikatakan lebih zuhud adalah aku karena pakaianku jelek-jelek”. Kemudian Syekh Abul Hasan menoleh kepada orang itu dan berkata, “Pakaianmu yang seperti itu adalah pakaian yang mengundang senang dunia karena dengan pakaian itu kamu merasa dipandang orang sebagai orang zuhud. Kalau pakaianku ini mengundang orang menamakanku orang kaya dan orang tidak menganggap aku sebagai orang zuhud, karena zuhud itu adalah makam dan kedudukan yang tinggi”. Orang fakir tadi lalu berdiri dan berkata, “Demi Allah, memang hatiku berkata aku adalah orang yang zuhud. Aku sekarang minta ampun kepada Allah dan bertaubat”.

Di antara Ungkapan Mutiara Syekh Abul Hasan Asy-Syadili:

1. Tidak ada dosa yang lebih besar dari dua perkara ini : pertama, senang dunia dan memilih dunia mengalahkan akherat. Kedua, ridha menetapi kebodohan tidak mau meningkatkan ilmunya.

2. Sebab-sebab sempit dan susah fikiran itu ada tiga : pertama, karena berbuat dosa dan untuk mengatasinya dengan bertaubat dan beristiqhfar. Kedua, karena kehilangan dunia, maka kembalikanlah kepada Allah swt. sadarlah bahwa itu bukan kepunyaanmu dan hanya titipan dan akan ditarik kembali oleh Allah swt. Ketiga, disakiti orang lain, kalau karena dianiaya oleh orang lain maka bersabarlah dan sadarlah bahwa semua itu yang membikin Allah swt. untuk mengujimu.

Kalau Allah swt. belum memberi tahu apa sebabnya sempit atau susah, maka tenanglah mengikuti jalannya taqdir ilahi. Memang masih berada di bawah awan yang sedang melintas berjalan (awan itu berguna dan lama-lama akan hilang dengan sendirinya). Ada satu perkara yang barang siapa bisa menjalankan akan bisa menjadi pemimpin yaitu berpaling dari dunia dan bertahan diri dari perbuatan dhalimnya ahli dunia. Setiap keramat (kemuliaan) yang tidak bersamaan dengan ridha Allah swt. dan tidak bersamaan dengan senang kepada Allah dan senangnya Allah, maka orang tersebut terbujuk syetan dan menjadi orang yang rusak. Keramat itu tidak diberikan kepada orang yang mencarinya dan menuruti keinginan nafsunya dan tidak pula diberikan kepada orang yang badannya digunakan untuk mencari keramat. Yang diberi keramat hanya orang yang tidak merasa diri dan amalnya, akan tetapi dia selalu tersibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang disenangi Allah dan merasa mendapat anugerah (fadhal) dari Allah semata, tidak menaruh harapan dari kebiasaan diri dan amalnya.

Di antara keramatnya para Shidiqin ialah :

1. Selalu taat dan ingat pada Allah swt. secara istiqamah (kontineu).

2. Zuhud (meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi).

3. Bisa menjalankan perkara yang luar bisa, seperti melipat bumi, berjalan di atas air dan sebagainya.

Diantara keramatnya Wali Qutub ialah :

1. Mampu memberi bantuan berupa rahmat dan pemeliharaan yang khusus dari Allah swt.

2. Mampu menggantikan Wali Qutub yang lain.

3. Mampu membantu malaikat memikul Arsy.

4. Hatinya terbuka dari haqiqat dzatnya Allah swt. dengan disertai sifat-sifat-Nya.

Kamu jangan menunda ta’at di satu waktu, pada waktu yang lain, agar kamu tidak tersiksa dengan habisnya waktu untuk berta’at (tidak bisa menjalankan) sebagai balasan yang kamu sia-siakan. Karena setiap waktu itu ada jatah ta’at pengabdian tersendiri. Kamu jangan menyebarkan ilmu yang bertujuan agar manusia membetulkanmu dan menganggap baik kepadamu, akan tetapi sebarkanlah ilmu dengan tujuan agar Allah swt. membenarkanmu. Radiya allahu ‘anhu wa ‘aada ‘alaina min barakatihi wa anwarihi wa asrorihi wa ‘uluumihi wa ahlakihi, Allahumma Amiin.

Silsilah Tarekat beliau Sulthonul Auliya’i Sayyidina Syeh Abul Hasan Asy-Syadzili  Rodliallohu Anhu sebagai berikut :

Quthbulmuhaqiqina  Sayyid Abil Hasan Asy-Syadzili Radliallahu Anhu

As-Syeh As-Sayyid Ibnu ‘Abdillah Abdus Salam bin Mashish
Quthbul Syarif ‘Abdul Rohman Hasan
Quthbul  ‘Aulai’i Taqiyuddin Alfaqirussufi
As-Syeh Fakhruddin
As-Syeh Alquthub Nuruddin ‘Ali
As-Syeh Alquthub Tajuddin Muhammad
As-Syeh Alquthub Zain Alddin Alqozwini
As-Syeh Alquthub Ibrohim Albashri .
As-Syeh Alquthub Ahnad Almarwani
As-Syeh Sa’id
As-Syeh Alquthub Abi Muhammad Fah Assa’udi
Alquthub Sa’id Alghozwani
Alquthub Ibnu Muhammad Jabir
Awwalul Aqthobi Sayyidi Syarif Alhasan Bin Ali
Sayyidina Ali Bin Abi Tholib Karomallohu Wajhah
Sayyidina Wa Habibina Wa Syafi’ina Muhammad Sholallohu ‘Alaihi Wasallama .
Karomah syekh Abu Hasan Asydzazili

Sulthonul Auliya’i  Syeh Abul Hasan Asy-Syadzili  adalah seorang yang dianugerahi karomah yang sangat banyak, tidak ada yang bisa menghitung karomahnya kecuali Allah SWT.  Dan berikut ini adalah sebagian dari karomah beliau Kanjeng Syeh  , antara lain  :

 Allah SWt menganugerahkan kepada beliau kunci seluruh Asma-Asma, sehingga seandainya seluruh manusia dan jin menjadi penulis beliau (untuk menulis ilmu-ilmu beliau) mereka akan lelah dan letih, sedangkan ilmu beliau belum habis.

Beliau adalah sangat terpuji akhlaqnya, sifat mudah menolong dan kedermawanannya dari sejak usia anak-anak sampai ketika umur enam tahun telah mengenyangkan orang-orang yang kelaparan pada penduduk Negara Tunisia dengan uang yang berasal dari alam ghoib (uang pemberian Allah secara langsung kepada beliau Kanjeng Syeh ).
Beliau didatangi Nabiyulloh Khidir as untuk menetapkan “wilayatul adzimah” kepada beliau (menjadi seorang wali yang mempunyai kedudukan tinggi) ketika beliau baru berusia enam tahun.
Beliau bisa mengetahui batin isi hati manusia
Beliau pernah berbicara dengan malaikat dihadapan murid-muridnya
Beliau menjaga murid-muridnya meskipun di tempat yang jauh
Beliau mampu memperlihatkan/menampakkan ka’bah dari negara Mesir
Beliau tidak pernah putus melihat/menjumpai Lailatul Qodar semenjak usia baligh hingga wafatnya beliau.
Doa Beliau Kanjeng Syeh Mustajabah (dikabulkan oleh Allah SWT)
 Beliau Kanjeng Syeh tidak pernah terhalang sekejap mata pandangannya dari Rasulullah saw selama 40 tahun (artinya beliau selalu berjumpa dengan Rasulullah selama 40 tahun)
Beliau dibukakan (oleh Allah) bisa melihat lembaran buku murid-murid yang masuk kedalam Thoriqohnya, padahal lebar bukunya tersebut berukuran sejauh mata memandang. Hal ini berlaku bagi orang yang langsung bai’at kepada beliau dan juga bagi orang sesudah masa beliau sampai dengan akhir zaman. Dan seluruh murid-muridnya (pengikut thoriqohnya) diberi karunia bebas dari neraka. Kanjeng Syeh Abul Hasan Asy Syadzili sungguh telah digembirakan diberi karunia, barang siapa yang melihat beliau dengan rasa cinta dan rasa hormat tidak akan mendapatkan celaka.
Beliau menjadi sebab keselamatan murid-muridnya/pengikutnya (akan memberikan syafaat di akhirat)
Beliau berdo’a kepada Allah SWT, agar menjadikan tiap-tiap wali Qutub sesudah beliau sampai akhir zaman diambil dari golongan thoriqohnya. Dan Allah telah mengabulkan Do’a beliau tersebut. Maka dari itu wali Qutub sesudah masa beliau sampai akhir zaman diambil dari golongan pengikut beliau.
Syaikh Abul Abbas Al Mursi ra berkata : “Apabila Allah SWT menurunkan bala/bencana yang bersifat umum maka pengikut thoriqoh syadziliyah akan selamat dari bencana tersebut sebab karomah Kanjeng syeh Abul Hasan Asy Syadzili “.
Syaikh Syamsudin Al-Hanafi ra mengatakan bahwa pengikut thoriqoh syadziliyah dikaruniai kemulyaan tiga macam yang tidak diberikan pada golongan thoriqoh yang lainnya :
Pengikut thoriqoh Syadziliyah telah dipilih di lauhil mahfudz
Pengikut thgoriqoh syadziliyah apabila jadzab/majdub akan cepat kembali seperti sedia kala.
Seluruh Wali Qutub yang diangkat sesudah masa syeh Abul Hasan Asy Syadzili ra akan diambil dari golongan ahli thoriqoh Sadziliyah.
Apabila beliau mengasuh/mengajar murid-muridnya sebentar saja, sudah akan terbuka hijab.
Rasulullah saw memberikan izin bagi orang yang berdo’a Kepada Allah SWT dengan bertawasul kepada Kanjeng Syeh Abul Hasan Asy Syadzili

Tidak ada komentar:

Posting Komentar