Khwaja Mahmoud al-Anjir al-Faghnawi
“Saat berulang kali kuucap NamaMu,
bukan karena aku takut akan lupa,
Tetapi menyebutnya lewat lidah
adalah kebahagiaan zhikr
Abul –Hasan Simnan.
Beliau adalah seorang Guru yang hatinya mengalir
Air Pengetahuan dan Hikmah.
Hatinya telah digosok oleh Pancaran illahiah
yang membuatnya salah satu terbaik
Yang Terpilih,
dimurnikan dari seluruh kegelapan dan penderitaan
yang membuatnya sebening Kristal.
Hadhrat Khwāja Mahmūd Anjīr-Faghnawī -Semoga Allah merahmatinya-
lahir di sebuah desa bernama Anjir-Faghnī, terletak dekat Wābakna,
tiga mil dari Bukhara (sekarang Uzbekistan) sekitar tahun 628 AH. D
ia adalah wakil dan penerus spiritual dari Khwaja ARIF Riwgarī quddisa sirruhū,
yang memerintahkan dia untuk memimpin para pengikutnya setelah dia.
Dia bertanggung jawab untuk memperkenalkan dzikir terdengar,
sedangkan Mursyid hanya berlatih dzikir tersembunyi (dzikir sirr).
Salah satu wali besar pada masanya,
Khwaja Awliya Kabir quddisa sirruhū keberatan untuk itu dan
bertanya mengapa Anda mengadopsi dzikir dengan suara?
Dia menjawab bahwa guru terhormat saya telah memerintahkan saya
di saat-saat terakhirnya untuk berlatih dzikir dengan suara.
Semasa muda, ia bekerja di bidang konstruksi.
Dia mengabdikan hidupnya untuk memandu manusia ke Hadirat Allah.
Dia adalah Guru Hikmah (Khwajagan) yang pertama
mengenal metode zikir bersuara sesuai keperluan masanya
dan sesuai kondisi para pencari.
Ketika dia ditanya kenapa melakukan zikir bersuara,
dia menjawab, “Untuk membangun yang tidur.”
Kontroversi Zhikr Bersuara
Suatu hari Khwaja Mahmoud menghadiri perkumpulan ulama
dan Shaikh Shams al-Halwani berkata pada Shaikh Mawlānā Hāfiz ad-Dīn Bukhārī
(seorang berpengetahuan eksternal-Ulama Fiqh),
untuk bertanya kepada Shaikh Mahmud Fagnawi
kenapa dia melakukan Zikir bersuara.
Shaikh Mahmud Faghnawi menjawab,
“Ini zikir terbaik untuk membangunkan yang tidur
dan menarik perhatian yang tidak peduli
sehingga mereka mengarahkan diri ke Allah.
Mengikuti sheikh yang sedang melakukan zikir,
meluruskan dirinya di Jalan,
dan melakukan renungan kepada Allah dengan murni,
yang merupakan kunci ke semua kebaikan dan kebahagiaan.
"Kalau niat kalian benar, kalian akan diperkenankan melakukan zikir bersuara.”
Shaikh Mawlānā Hāfiz ad-Dīn Bukhārī memintanya
untuk menjelaskan siapa saja yang diberi ijin
dan diperbolehkan melakukan zikir bersuara,
dengan maksud menjelaskan kepada yang menentang.
Katanya Beliau,
“Zikir bersuara diperuntukkan bagi siapapun
yang ingin mencapai tingkat pembersihan lidah dari bohong
dan membicarakan dibelakang orang (ghibah),
dan membebaskan kelakuan pribadinya dari hal-hal terlarang
serta membersihkan hatinya dari kesombongan dan cinta ketenaran.”
Suatu hari Shaikh Ali Ramitani (q), berkata bahwa
seseorang melihat Khidr.as dan bertanya,
“Katakan dimana aku bisa mendapatkan orang yang menjaga syariat Nabi SAW
dan Jalan Lurus, agar aku dapat mengikutinya. “
Dia berkata, “Yang kau cari ialah Shaikh Mahmud al Anjir al-Faghnawi.”
Para sahabat Khwaja Ali Ramitani mengatakan bahwa sebenarnya,
orang yang bertemu itu memang Khwaja Ali Ramitani sendiri,
tetapi beliau mengatakan kejadian ini
hanya untuk menghindari 'merasa hebat' setelah melihat Khidir.
Diceritakan bahwa
Shaikh Mahmud berjalan mengikuti langkah Nabi Muhammad
pada tingkat Pengetahuan Tuhan (makrifat)
dan dia juga mengikuti langkah Sayyidina Musa pada tingkat Kalimullah,
yaitu tingkatan Yang Berbicara kepada Allah.
Suatu hari Khwaja Ali Ramitani melakukan dzikir di kota Rāmītan,
bersama-sama dengan para sahabat dan teman Khwaja Mahmud.
Seekor burung putih besar melewati kepala mereka,
dan ketika itu hinggap di atas kepala Khwaja Ali,
katanya dengan suara yang jelas:
"Oh Ali! tidak meninggalkan kejantanan!
Berani!"
Mereka hadir dalam lingkaran dzikir begitu terpengaruh
oleh kata-kata tersebut hingga mereka kehilangan kesadaran.
Ketika mereka pulih, mereka menanyakan kepada Khwaja Ali:
"Apa realitas apa yang kita lihat dan dengar ?"
Dia menjawab: "Burung ini adalah Hadhrat Khwaja Mahmud.
Allah telah memberikan kepadanya hadiah kemuliaan (karomah)
yang membuat dia terbang,
dengan cara yang dibahas dalam begitu banyak ribu kata
dengan Nabi Musa alaih As-Salam.
Hari ini, ia pergi untuk mengunjungi Khwaja Dihqān,
wakil dari Khwaja Awliya Kabir,
yang dalam keadaan sekarat.
Khwaja Dihqān memohon Allāh untuk mengirim dia salah satu kekasih-Nya,
dan berharap Kekasih-Nya memegang tangannya pada saat kematiannya pergi. "
Kuburan terhormat dari Hadhrat Khwaja Mahmud quddisa sirruhū
terletak dekat dengan Wābakna, hari ini disebut Vabkent,
tiga lima kilometer sebelah utara dari Bukhara (Uzbekistan),
di mana ia dikunjungi oleh banyak orang untuk mendapat berkah.
Shaikh Khwaja Mahmud al-Injir al-Faghnawi (q)
menyebarkan pengetahuannya dari masjid, yang dia dirikan di desa Wabiqni,
dekat Bukhara, pada tanggal 17 Rabi’ul Awwal, tahun 717 H,
dia meneruskan rahasia Jalan Sufi Naqshbandi kepada khalifahnya,
Ali ar-Ramitani (q).
Di antara wakilnya (badal) adalah sebagai berikut:
1 Khwaja Azizan ALi Ramitani. Kepala Deputi Khwaja Mahmud,
2 Khwaja Amir Hasan Wābaknī
3 Khwaja Amir Husain Wābaknī
4 Khwaja Ali Arghundānī. Dia berasal dari desa Arghundān,
sekitar enam belas mil dari Bukhara.
@Hb Alattas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar