Rabu, 10 Februari 2016

Memandang yang SATU Kepada Yang Banyak

Memandang yang SATU Kepada Yang Banyak

Judul ini saya ambil dari ungkapan hakikat 
dari Maulana Saidi Syekh Muhammad Hasyim al-Khalidi 
untuk menjelaskan tentang hakikat Tuhan dan Tajalli-Nya di alam ini. 
Laksana matahari yang hanya SATU, 
tapi sinarnya tanpa batas bisa dinikmati diseluruh dunia, 
semua orang bisa memandang matahari, 
merasakan hangat sinarnya dan 
mengambil manfaat dari energi yang di kandungnya.

Semua meyakini bentuk matahari adalah bulat 
namun cahaya matahari pada dasarnya tidak memiliki bentuk. 
Ketika cahaya tersebut masuk ke dalam wadah empat persegi 
maka wujudnya empat bersegi 
dan saat cahaya matahari melewati atap rumah yang bocor berbentuk segitiga 
maka cahaya matahari akan terlihat dalam bentuk segitiga.

Benda padat tidak bisa disatukan dengan benda padat 
karena akan tersisa ruang diantaranya, 
kalau anda mengumpulkan batu dalam satu tempat, 
walaupun batu tersebut bersatu 
tapi tetap ada jarak memisahkan satu dengan lainnya. 
Berbeda dengan benda caiR, disaat anda isi air dalam gelas, 
maka secara otomatis bentuk air akan mengambil tempat persis seperti gelas. 
Kita semua tahu bahwa air juga ada spasi 
antara satu molekul dengan molekul lainnya akan 
tetapi pandangan mata tidak melihat hal itu, 
yang terlihat air adalah satu bentuk, satu WAJAH.

Lebih halus lagi adalah gas, 
ketika disatukan dalam satu wadah maka secara otomatis pula gas tersebut 
akan menyerupai wadah yang ditempati. 
Cahaya kita masukkan kedalam jenis gas, benda sangat halus, 
disaat masuk kedalam wadah apapun langsung menyerupai wadah tersebut. 
Sampai saat ini kita tidak bisa melihat wujud listrik, 
sampai arus nya masuk ke dalam bola lampu dan menaringinya, 
kita semua sepakat begitulah bentuk listrik.

Cahaya tampak dan cahaya gaib memiliki persamaan, 
sama-sama sangat halus dan bisa menempati wadah apa saja. 

Cahaya Allah yang bertajalli dalam diri Muhammad bin Abdullah 
membuat Beliau secara otomatis menjadi seorang Rasul Allah, 
menjadi utusan yang membawa cahaya tersebut keseluruh alam ini. 

Cahaya Allah dalam diri Muhammad itu 
yang membendakan Beliau dengan manusia biasa. 

Bukan saja Beliau bercahaya 
akan tetapi juga bisa menerangi siapa saja yang bersentuhan dengan Beliau. 
Cahaya Allah diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki Allah (Surat An-Nur 35). Cahaya Allah dalam diri Muhamamad ini 
secara halus orang menyebut sebagai Nur Muhamamad 
yang merupakan tajalli dari Nur Allah.

Dengan Nur Muhammad inilah 
fungsi Rasul bukan sekedar mengulang apa yang di firmankan Allah, 
akan tetapi Beliau berfungsi sebagai The Big Conductor 
yang mengantarkan energi tak terhinggA yang berasal dari sisi Allah. 
Muhammad dalam hal ini berfungsi sebagai pembawa Wasilah 
yang tidak lain adalah cahaya Allah Ta’ala.

“Cahaya di atas cahaya” 
demikian Allah mengumpamakan dalam al-Qur’an 
yang membuat ruhani Rasulullah SAW berfungsi 
untuk mensucikan sekalian arwah manusia 
agar bisa berhampiran dengan Allah SWT Yang Maha Suci lagi Maha Bersih. 

Lalu bagaimana cahaya dalam diri Nabi tersebut bisa disalurkan kepada para sahabat? 

Apa cukup dengan mendekati zahir Nabi? 

Atau cukup dengan memandang wajah Beliau?

Cahaya tersebut hanya bisa menghampiri siapa saja 
setelah memenuhi rukun dan syaratnya. 
Kalau hanya sekedar memandang 
maka Abu Lahab dan Abu Jahal juga lama memandang wajah Nabi, 
kalau hanya bersentuhan fisik, 
berapa banyak orang kafir qurays bersentuhan dengan Beliau 
tapi tetap menjadi kafir.

Memandang dalam hal ini harus dengan keimanan, 
kunci pembukanya adalah 
pengakuan akan Kerasulan Beliau lewat Kalimah Syahadat, 
kemudian mengambil amalan dari Beliau dan 
secara istiqamah mempraktekkannya 
barulah cahaya itu masuk dalam qalbu ummat.

Sepeninggalan Nabi, 
cahaya itu terus menerus harus ada dibawa secara estafet 
oleh para Ulama Pewaris Nabi, 
rumus dan cara mempraktekkan wajib pula sama 
sehingga hasilnya akan sama.

“Tidak akan masuk neraka seorang muslim yang melihat aku 
dan tidak juga (akan masuk neraka) yang melihat orang 
yang telah melihat aku, 
dan tidak juga (akan masuk neraka) orang yang melihat orang 
yang telah melihat aku, 
sekalipun dengan 70 wasithah (lapisan/antara). 
Sesungguhnya mereka itu adalah para khalifahku 
dalam menyampaikan (islam/sunahku) mengasuh dan mendidik (orang ramai), 
sekiranya mereka itu tetap istiqamah didalam syari’atku” 
(H.R. Al – Khatib bin Abd.Rahman bin Uqbah).

Melihat disini bukan hanya sekedar melihat, 
kita wajib mencari orang yang pernah sempurna melihat Nabi 
dan mencari pula orang yang telah sempurna melihat orang yang melihat Nabi 
sampai saat ini 
karena dari Beliau lah kita bisa menemukan cahaya Allah 
yang tersimpan daN tersembunyi dalam diri Nabi. 
Tanpa itu maka ibadah apapun yang kita lakukan tidak ada cahayanya, 
hanya sekedar memenuhi kewajiban.

Menemukan Pembawa Wasilah terakhir inilah 
merupakan kewajiban bagi orang-orang beriman dan bertaqwa 
sebagaimana firman Allah : 
Hai orang-orang yang beriman, 
bertakwalah kepada Allah Swt 
dan carilah jalan / wasilah yang mendekatkan diri kepada-Nya 
dan berjihadlah pada jalan-Nya, 
supaya kamu mendapat keberuntungan (sukses). (QS. al Maidah : 35)

Wasilah sebagaimana yang telah banyak kami uraikan di sini 
bukanlah ibadah, 
bukan pula manusia, 
wasilah adalah cahaya Allah yang berasal dari Allah sendiri. 
Ibarat matahari, Wasilah adalah cahaya 
sedangkan wadah adalah pembawa wasilah. 

Anda boleh sepakat bentuk listrik bulat seperti bola lampu 
karena itu yang terlihat 
sedangkan bentuk asli listrik kita tidak pernah tahu.

Sangat penting dan wajib 
bagi sekalian manusia untuk menemukan Sang Pembawa Wasilah, 
Ulama Pewaris Nabi 
karena lewat Beliau lah manusia bisa menemukan cahaya-Nya. 

Sangat tepat ungkapan pujian kepada Nabi dalam syair-syair indah, 
“Engkau bulan, engkau matahari, Engkau lah cahaya di atas cahaya”, 

Kesemuanya untuk menyadarkan seluruh ummat bahwa 
Nabi Muhammad SAW 
bukan sekedar tukang pos yang membawa al-Qur’an 
sebagaimana orientalis dan sekutunya meyakini, 
lebih dari itu Beliau adalah cahaya itu sendiri, 
Beliau adalah Al-Qur’an yang berjalan.

Karena fungsi Nabi sebagai pembawa wasilah, 
maka Beliau dengan kerendahan hati berkata, 

“Barang Siapa yang melihat aku niscaya dia telah melihat al-Haqq (Allah)”, 
karena seluruh tubuh Beliau telah disinari cahaya Allah SWT. 
Allahumma Shalli ‘Ala Syaidina Muhammad, 
Selamat Sejahtera selalu untuk mu ya Muhammad.. 
Ya Kekasih Allah.

Dalam hadist Qudsi juga Allah telah berfirman 
apabila seorang hamba mencapai tahap dicintai Allah, 
“Apabila melihat AKU lah matanya, 
apabila berjalan AKU lah kakinya”, 
ini Maqam para kekasih Allah, 
orang-orang yang telah mendapat karunia dari Allah SWT.

Berhampiran dengan orang-orang yang telah dikasih Allah ini 
membuat kita juga ikut dekat dengan Allah 
sebagaimana firman Allah dalam hadist Qudsi, 

“Jadikanlah dirimu beserta Allah, 
jika engkau belum beserta Allah 
maka jadikan lah dirimu beserta 
dengan orang yang telah beserta Allah 
niscaya dia lah yang membawamu kehadirat Allah”. 

Bahasa membawa adalah bahasa awam agar mudah dipahami 
sedangkan makna sebenarnya 
siapapun yang berdekatan dengan kekasih Allah 
secara otomatis akan sampai kepada Allah SWT.

Tulisan ini saya cukupkan dulu sampai disini, 
insya Allah dilain kesempatan akan saya lanjutkan lagi 
dengan judul yang sama karena ini adalah 
hal sangat pokok dalam hidup. 

“Memandang yang SATU kepada yang Banyak 
dan 
memandang Yang Banyak kepada yang SATU”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar