Jumat, 25 November 2016

Islam, Barat dan Benturan Peradaban [1]

Oleh : Husnul Chotimah R
MENGUTIP perkataan Samuel Huntington dalam bukunya The Clash of Civilization and the Remaking of Word Order bahwa peradaban adalah pusat dunia.
Semenjak berakhirnya perang dunia dingin yang melibatkan dua negara adidaya dalam memperebutkan kekuasaaan, konflik yang terjadi sudah tidak lagi berkaitan dengan isu-isu tradisional akan tetapi telah terjadi perubahan konflik dalam tatanan dunia.
Jika Francis Fukuyama dalam bukunya The End of History mengatakan bahwa berakhirnya perang dingin menandai kemenangan Liberalisme sebagai idiologi terakhir dari sejarah kehidupan manusia. Samuel Huntington kemudian muncul dengan bukunya dengan judul The Clash of Civilization sebagai bentuk penolakan terhadap argument Fukuyama. Bagi Huntington, liberalisme bukanlah akhir kehidupan manusia, ia kemudian mengaitkan masalah tersebut menggunakan teori Hegel yang menyatakan bahwa liberalisme hanyalah sebuah tesis dari sebuah sintesis dan akan ada anti tesis baru setelah liberalisme.
Jika sebelumnya konflik yang terjadi adalah idiologi, ekonomi dan politik maka berbeda dengan kondisi sekarang karena konflik tidak lagi mengenai hal tersebut akan tetapi konflik peradaban.
Peradaban tidak hanya mengenai agama atau kebudayaan akan tetapi elemen yang lebih luas baik itu ekonomi, politik, agama dan budaya dijadikan menjadi satu kesatuan.
Bagi Huntington Barat dalam hal ini liberalisme tidak lagi menjadi kekuatan utama karena telah muncul kekuatan baru yang menandingi Barat yakni peradaban Asia dan peradaban Islam.
Peradaban Asia muncul sebagai kekuatan baru dunia terlihat dari banyaknya negara-negara Asia yang memiliki pertumbuhan Ekonomi yang sangat signifikan seperti China, Jepang dan India. Sementara disatu sisi Islam juga muncul sebagai suatu peradaban yang menandingi peradaban Barat.
Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor yakni Islam telah memasuki sebuah fase dimana Islam memiliki kekuatan dalam politik, ekonomi dan budaya. Hal ini terlihat dibeberapa negara yang dalam kebijakannya selalu mempertimbangkan posisi kaum Muslimin, umat Islam di daerah yang minoritas juga mulai terlibat dalam perpolitikan negara.
Selain itu, hal ini juga dikarenakan oleh kepemilikan kekayaan yang melimpah, negara-negara yang berpenduduk Muslim memliki kekayaan yang berlimpah seperti Arab Saudi, Dubai dan juga Indonesia. Islam juga memiliki pengikut yang semakin banyak dari tahun ke tahun seperti yang terjadi di Amerika saat ini dimana jumlah penduduk Muslim semakin meningkat.* (BERSAMBUNG)
Penulis mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang
Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar

Membedah Teori Benturan Peradaban Samuel Huntington

Membedah Teori Benturan Peradaban Samuel Huntington

 
 
 
 
 
 
2 Votes

Samuel Huntington terkenal karena merupakan salah satu penasihat presiden Lyndon B. Johnson dalam Perang Vietnam, termasuk penggunaan gas Napalm dan metode – metode lain untuk membunuh para Vietkong. Tapi tentu saja tidak hanya Vietkong yang mati, rakyat biasa, anak – anak dan wanita ikut tewas dalam pembantaian tersebut. Sehingga menjadikan Samuel Huntington ikut BERTANGGUNG JAWAB atas kematian lebih dari 5 juta rakyat Vietnam, Kambodia dan Laos.
Pendahuluan
Adalah karya Samuel Huntington, Clash of Civilization yg menjadi rujukan utama bagi paradigma kebijakan politik hampir di seluruh dunia saat ini. Yang menurutnya pasca Perang Dingin, dunia akan lebih banyak di dominasi oleh dinamika politik yang terjadi antara peradaban (kultural) alih-alih konflik antara National State seperti yang terjadi pada Perang Dingin ( negara perang melawan negara, atau pakta melawan pakta ).
Clash of Civilization merupakan anti-tesis Samuel terhadap karya Francis Fukuyama dalam The End of History and the Last Man. Tesis Francis memakai teori Hegel tentang metode Dialektika Sejarah. Meskipun sangat bertentangan dengan sabda nabi besar komunis Karl Marx tentang “the end of history“ sebagai bentuk final dari evolusi sejarah dan peradaban manusia, tetapi memakai metode yang sama, berupa dialektika historikal.
Menurut Francis bentuk finalnya adalah demokrasi liberal ala Kapitalism. Dunia pasca perang dingin antara komunisme dan kapitalisme; sebagai pemenangnya tentu saja kapitalisme sebagai ideologi yg diadopsi secara global. Namun tesis om Francis tampaknya terlalu tergesa-gesa, karena melihat tren pergerakan ekonomi Eropa daratan, Amerika Utara dan latin serta Inggris, pasca tercetusnya “ The Third Way “, sudah bergeser ke arah Sosialism Demokratik ( SosDem ). Nah, kalau yang ini embah Marx sudah memprediksi bahwa ketika kapitalism memasuki kegagalan sistem, maka pilihan yg terbaik bagi manusia adalah kembali ke fitrah asal manusia : Sosialisme. Yaitu bahwa manusia adalah sama dan sederajat.
Lalu mengapa Samuel kelihatan begitu tergesa – gesa dalam menjawab tesis Francis ? Itu karena sifat alami dari para industrialis dalam kapitalisme yang enggan mengakui kebenaran sabda embah Marx, bahwa kapitalisme pasti akan mengalami kegagalan sistem ( system failure ) dan hanya bisa disembuhkan oleh perang. Prediksi embah Marx terbukti ketika The Great Depression melanda dunia pada 1929, maka satu – satunya terapi bagi kapitalism adalah perang. Perang Dunia II, yg sebenarnya merupakan gontok – gontokan negara imperialis dalam menata ulang pengaruh mereka terhadap dunia. Lalu perang melawan teroris-nya Bush itu adalah penyembuh buat “economic bubble” yg melanda Asia dan dunia para 1997-2000 ( krismon ).
Dan kini ketika Amerika dan dunia lagi terkena krisis akibat kegagalan bayar kredit properti dan melambungnya harga minyak di dunia, maka bisa dipastikan mesin perang Amerika akan tetap menderu, menyapu manusia yang akan semakin kehilangan asa dan daya. Sekarang Irak, besok Iran, lusa Syria dan lain – lain, sebuah perang dibutuhkan untuk menyembuhkan kegagalan sistem kapitalisme. Dengan begitu aliran dana akan selalu terjaga perputarannya dan investasi terus meningkat. Secara kasat mata saja, yang untung adalah para penjual senjata dan para kontraktor – kontraktor Barat.
Samuel dan para ekonom dan ahli kapitalisme, tentu saja akan menyamarkan pertentangan sebenarnya dari “peradaban“ manusia. Alih – alih pertentangan ideologi dan agama seperti yg digembar-gemborkan para industrialis, sebenarnya pertentangan yg terjadi adalah pertentangan kelas antara para kapitalis dan para buruh yang telah dirampok hidupnya. Bush dan kawan – kawan selalu berkata, perang suci melawan teroris Islam, tapi toh ujung – ujungnya adalah kontrak milyaran dollar thd perusahaan – perusahaan konstruksi, minyak, senjata dan sebagainya.
Menurut Samuel, akan terjadi “ Clash of Civilization “, Clash berarti pertentangan/benturan, jadi akan ada semacam pertentangan antara peradaban yg merupakan sebuah entiti kultural menggantikan entitas negara yg konvensional. Akan ada sekitar 8-10 peradaban besar yg nantinya akan mendominasi dinamika politik dan konflik di dunia.
Masing-masing entitas “peradaban“ tersebut memiliki dinamika sejarah yg bergesekan dengan entiti lainnya. Barat misalnya, memiliki persengketaan dengan dunia Islam, Sino, sedikit dengan Hindu dan Orthodox dan sedikit sekali dengan Amerika Latin dan Afrika. Dan Islam-lah yg memiliki hubungan persengketaan terbanyak, dengan Barat, Orthodox dan lain-lain Pemikiran mbah Samuel ini rupanya begitu mempengaruhi dinamika sejarah dan politik saat ini, dimana pasca teori itu diserap ke dalam mindset Gedung Putih, tak ada hujan tak ada angin tiba – tiba …tadaaaaa…Amerika memiliki musuh baru bernama Islam, setelah Blok Timur loyo pada akhir 1980-an.
Teori Pembenaran
Pemikiran mbah Samuel ini lahir ketika dunia sedang dilanda kecamuk perang – perang “menghabisi“ Blok Timur. Di Persia, Irak disikat, di Balkan, Yugo dipretelin dan Amerika Latin diobok-obok. Tahun 1991 Amerika menyerbu Iraq dalam rangka menggulingkan si “Nebuchadnezzar wannabe”, Saddam Husein.
Sehingga sebagai seorang yang ikut andil dalam berbagai kebijakan luar negeri Amerika, mbah Samuel tentunya berupaya keras menyediakan landasan “teologis“ mengapa Amerika “harus“ menyerbu Irak. Dan kebetulan Irak merupakan salah satu negara Islam yang memiliki militer kuat. Ditambah lagi pada 1988, lahir sebuah gerakan fundamental Islam Al-Qaeda yg didirikan oleh Usamah bin Ladin sebagai reaksi akan penyerbuan Amerika ke negara Islam.
Trend fundamentalisme inilah yang rupanya dibaca Samuel sebagai bangkitnya kekuatan Islam yg nantinya akan menjelma sebagai kekuatan adidaya, sebagai sebuah peradaban. Para akademisi dan ahli di seluruh dunia mengkritisi dan mengutuk karya tersebut sebagai pemikiran yang meracuni dunia. Tesis Samuel yang sangat mirip dengan pemikiran kuno pada masa Medieval (abad pertengahan) ketika dunia masih dianggap datar dan kalau anda berlayar ke tepian dunia, maka nanti bisa jatuh ke bawah, dimakan ama buto ijo. Hehehehe
Teori Geosentris
Geosentris menganggap bahwa “peradaban “ manusia terbagi menjadi 2 : barat dan timur. Peradaban Eropa Kristen-Katholik adalah peradaban barat, karena waktu itu belum ada kapal yg mampu menembus cakrawala barat, karena dihalangi oleh Samudra Atlantik yang ganas. Sedangkan kalau ke timur maka akan sampai pada peradaban – peradaban besar seperti : Persia, Judea, Mesir, Cina, India, Jepang, Jawa dan Maluku. Dimana rempah – rempah, kemenyan ( incense ), kayu manis ( cinnamon ), kepulaga, sutera, batu Jade dan lain – lain diperdagangkan lewat Jalur Sutera yg telah ada sekitar abad 2. Atas dasar pemikiran seperti itulah bangsa Eropa membentuk sebuah paradigma berpikir yg primordial yang picik. Padahal kalo bisa mengarungi samudra ke barat dia juga akan sampai juga ke “timur“. Baru abad 15 -16 teori itu runtuh ketika ekspedisi – ekspedisi Bruno Diaz, Magellan dan Cano berhasil melakukan perjalanan mengelilingi bumi (Earth Circumambulation).
Ide bahwa Eropa adalah peradaban Barat dan Asia adalah peradaban Timur, sampai kini tetap digunakan, walau sebenarnya hal ini sudah tidak valid lagi, khan baratnya orang Amerika itu orang Asia Pasifik? Bagaimana? Ide yg keliru itu juga menyangkut tentang strukturalisme peradaban manusia, dimana juga terjadi pembagian kasar antara barat dan timur. Paradigma peradaban timur yg dipunyai oleh orang – orang Eropa adalah sebuah peradaban yg barbarik, kejam, kanibal, idiot, terbelakang dan lain – lain. Padahal peradaban barat jauh tertinggal dengan peradaban besar Asia waktu itu, bahkan banyak penemuan -penemuan berasal dari timur. Sepak bola saja sudah ada di Cina dan Jepang, sewaktu orang Eropa masih hidup nomadik. Peradaban barat baru bisa unggul ketika menguasai ilmu membuat mesiu dan senapan. Hal ini turut diperkuat oleh cerita -cerita ngibul yang dibawa pengelana – pengelana Eropa yg menggambarkan Asia dengan berbagai macam versi. Yang terkenal tentu saja si Marco Polo yang menceritakan bahwa Xanadu di Cina dipenuhi dengan jalan – jalan emas.
Konsep Teori Benturan Peradaban
Pemikiran Samuel jelas sekali terpengaruh oleh pemikiran Arnold J. Toynbee, yang membagi dunia barat dan timur, Kristen dan Pagan. Terutama kemungkinan bangkitnya kekuatan Islam sebagai “peradaban“ yg solid. Hal ini tentu saja diwarisi oleh kenangan super pahit Eropa (terutama Inggris dan Perancis) pasca kekalahan Perang Salib melawan pasukan Islam. Paradigma barat-timur-kristen-pagan itulah yang bahkan tetap terjaga di dalam benak orang – orang Amerika dan Inggris, terutama pada “ the ruling Plutocracy “ Kristendom. Pada PD II Eisenhower menjuluki perang melawan NAZI adalah melawan paganis Eropa, yang padahal sebelumnya merupakan sekutu mereka melawan Uni Soviet yang komunis.
Dan yg paling baru adalah si bapak-anak Bush dkk yang mungkin menganggap diri mereka semacam kristus masa kini dengan berusaha mengalahkan negara – negara anti-kristus macam Irak, Iran, Islam, Cina dan Rusia. Banyak ahli menganggap karya Samuel ini tendensius, pengingkaran dan penyangkalan historis (ahistoris), mengada-ada, terlalu primordial, tentu saja sangat naif. Dalam dunia yang semakin mengglobal dan bervarian, pemikiran Samuel justru terlempar jauh ke belakang seribu tahun. Pembagian peradabannya adalah :
1. Barat : Sang pemenang dalam teori ini
2. Islam : Semua negara yang berbau islam
3. Orthodox : Penganut kristen orthodox
4. Hindu : India
5. Sino :Rumpun Cina, termasuk Cina Diaspora, Korea, Vietnam, Singapura dan negara2 lain yg mayoritas merupakan etnik Cina.
6. Jepang
7. Afrika
8. Buddha : Thailand, Myanmar, Laos, Tibet
9. Amerika Latin: Katholik yang sinkretik dengan kepercayaan lokal, terutama animisme-dinamisme.
10. Alone, solitaire dan unique civilization, seperti Israel, Caribia dan lain-lain.
Ada beberapa kelemahan dari klasifikasi diatas. Adalah tidak disebutkannya ideologi Kristen Protestan. anehnya malah disebut sebagai barat tidak disebut sebagai peradaban Kristen, sekalipun merupakan Kristendom terbesar di dunia, dipengaruhi secara kuat oleh doktrin – doktrin Kristen Protestan. Hal ini sungguh aneh, mengingat Samuel menyebutkan peradaban lain ada yang Islam, Hindu, Buddha dll. Karena menurutnya adalah sebuah entiti kultural-ideologikal yang dipengaruhi secara kuat oleh kredo – kredo agama, tapi kok tidak ada peradaban Protestan?
Selanjutnya adalah terminologi yang sangat subyektif (prejudice) adalah Kristen Orthodox. Kristen Orthodox adalah semua domain yg berbasiskan Kristen Orthodox, mulai dari Balkan sampai Slavia. Aneh bin ajaib hampir semuanya kebetulan juga merupakan negara – negara komunis, jadi yg benar peradaban Orthodox atau peradaban komunis nih?
Sedangkan mengenai peradaban – peradaban kultural macam Afrika, Amerika Latin dan yang lainnya, flux sejarahnya tidak terlalu signifikan. Afrika dan Amerika Latin belum menjadi entiti yg homogen (misal : belum terciptanya masyarakat Uni Afrika atau Uni Latin), dan dalam sejarah hanyalah koloni – koloni peradaban lain, jadi bisa dibilang sub-peradaban. Dan jangan lupa Samuel, sama seperti orang Eropa-Amerika, selalu beranggapan Afrika dan Latin itu merupakan sebuah kesatuan kultural yang sama, padahal sebenarnya, terdiri dari ras – ras dan etnik – etnik yg berbeda-beda. Dalam hal ini Samuel menyajikan fakta yang agak keliru.
Khusus Jepang, bisa dimasukkan sebagai sebuah peradaban (tercatat dalam sejarah memiliki dinamika sejarah yg masif dan panjang, juga terdiri dari satu entiti kultural yg homogen), tapi yang perlu dicatat juga adalah sepertinya Samuel bertendensi melakukan pendiskreditan terhadap Jepang yang kini sebagai kekuatan ekonomi sebagai rival Amerika.
RRC dan Rusia
Ancaman terbesar yang nyata saat ini sepertinya datang dari rival lawas blok barat yaitu RRC dan Rusia. Konflik militer seringkali dipicu oleh kedua kekuatan ini. Contohnya Irak, Iran, Afghan dan Pakistan, biarpun merupakan negara yang berbau islam, tetapi merupakan sekutu alami dari Russia, terutama dalam hal pasokan senjata. Kampanye Amerika di Asia Tengah adalah usaha untuk membuka pasar – pasar yang dulunya dikuasai oleh Uni Soviet.
Namun demi untuk tidak secara frontal berhadapan dengan Russia, maka Blok Barat menjadikan Islam sebagai sasaran antara. Sampai kini krisis Iran tak kunjung padam karena Russia dan RRC menjadi sekutu yg mendukung Iran baik secara teknis maupun politis di DK PBB. Mengapa negara – negara Islam lebih bisa bersekutu dengan Russia? Karena masih sama – sama tertinggal, bahwa Islam (oknum ya!) dan Russia lebih cenderung mengadopsi totaliter/fasisme daripada demokrasi. Di samping itu memang Sosialisme pernah menjadi kredo populer yg di dunia Arab dan Islam.
RRC dan Russia mempunyai kekuatan militer terbesar di dunia, dengan rudal balistik yg banyak yg bisa dipasangi nuklir. Ditambah dengan semakin menguatnya industrialisasi murah meriah di sana yg menyebabkan kemajuan ekonomi dan teknologi juga semakin imbang. Jika Uni Soviet dan RRC Maois dulu runtuh karena keroposnya ekonomi, kini tidak lagi, bahkan kini pertumbuhan ekonominya cenderung lebih unggul dari negara Eropa dan Amerika Utara.
Sehingga menjadikan Russia dan RRC sebagai negara industrialisasi yang mapan ekonominya sehingga bisa menopang kekuatan militernya. Ditambah dengan totaliter yg masih kuat mencengkram paradigma kenegaraan RRC dan Russia maka akan berpotensi menciptakan “ NAZI Jerman “ baru yg saat membutuhkan Lebensraum maka tidak segan2 mencaplok teritori tetangganya. Jadi saat ini, dibanding Islam, RRC dan Russia jauh lebih mengkuatirkan keberadaannya.
Dimana Posisi Islam
Islam sendiri bagaimana? Islam saat ini masih terjebak pada domain ras, aliran, mahzab dan kultur, tidak pernah bisa dipersatukan secara kohesif. Sejarah politik kekuasaan Islam terbagi menjadi beberapa domain, yaitu : Jazirah Arab, Asia Tengah, Afrika, Turki dan Melayu. Dan seringkali malah berperang sendiri. Ikatan kredo yg mengikatnya tidak terlalu kuat setelah era Khalifaturrasyidin.
Apalagi jika sudah masuk dalam pembahasan – pembahasan krusial, mengenai ritual dan hukum, sulit berkompromi. Karena bagaimana pun, kultural jauh lebih mendominasi daripada kanonikal. Yang ada secara faktual adalah penguasaan domain dalam sebuah dinasti yang kebetulan memakai Islam sebagai dasar kredo mereka. Bahkan sejak awal berdirinya Islam dibawah nabi Muhammad SAW sudah terjadi pemberontakan yg enggan dikuasai oleh orang Arab. Dan kemudian sejarah Islam dipenuhi dengan pemberontakan – pemberontakan berdarah, khalifatur rasyidin, Ummayad, Abbasid, Seljuk, Ottoman, Cordoba.
Kesimpulan
Jadi kesimpulannya peradaban ideologis itu sulit tegak berdiri, selama kontroversi perbedaan tidak pernah bisa diatasi. Namun jika melihat perkembangan kontemporer saat ini, Islam benar – benar akan tumbuh menjadi momok tersendiri sebagai potensi yang lagi menggeliat. Mengingat semakin mendekatnya islam syumuliyah kepada penganutnya. Ajaran Islam moderat/fitrahwi yang pernah diajarkan Muhammad 1400 tahun lalu, yang sempat di “destruski“ oleh para sufis pada abad Renaissance eropa, menjadi sebuah filosofis yang meninabobokan kaum muslim. Sehingga kini tren kredo rupanya kembali ke 1400 tahun yg lalu, ketika Islam lahir dan mengguncang sejarah dengan kemuliaan ajarannya. Jika ini yg terjadi, maka bukan tidak mungkin teori Toynbe, Huntington, akan menjadi self-fulfilling prophecy, dan menjadi sebuah kebenaran, bahwa Islam akan muncul menjadi kekuatan yg akan mengalahkan kekuatan peradaban lainnya.
dikutip dari: Iqbal Sandira

Benturan Peradaban

Benturan Peradaban

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order
Clash civilizations.jpg
PengarangSamuel P. Huntington
PenerbitSimon & Schuster
Tanggal rilis1996
ISBN0-684-84441-9
Nomor OCLC38269418
Benturan peradaban atau clash of civilizations (CoC) adalah teori bahwa identitas budaya dan agama seseorang akan menjadi sumber konflik utama di dunia pasca-Perang Dingin. Teori ini dipaparkan oleh ilmuwan politik Samuel P. Huntington dalam pidatonya tahun 1992[1] di American Enterprise Institute, lalu dikembangkan dalam artikel Foreign Affairs tahun 1993 berjudul "The Clash of Civilizations?",[2] sebagai tanggapan atas buku karya mahasiswanya, Francis Fukuyama, berjudul The End of History and the Last Man (1992). Huntington kemudian mengembangkan tesisnya dalam buku The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order (1996).
Frasa ini pernah digunakan oleh Albert Camus pada tahun 1946,[3] dan Bernard Lewis dalam artikel The Atlantic Monthly edisi September 1990 berjudul "The Roots of Muslim Rage".[4] Frasa ini juga muncul di sebuah buku terbitan tahun 1926 tentang Timur karya Basil Mathews: Young Islam on Trek: A Study in the Clash of Civilizations (p. 196).
Istilah ini diambil dari konsep benturan budaya yang sudah pernah dipakai pada masa kolonial dan Belle Époque.[5]

Peradaban besar menurut Huntington[sunting | sunting sumber]

Benturan peradaban menurut Huntington (1996) sesuai yang dipaparkan dalam bukunya.[6]
Dalam tesisnya, Huntington membagi dunia menjadi "peradaban-peradaban besar":

“FUTURE SHOCK” ALVIN TOFFLER

“FUTURE SHOCK” ALVIN TOFFLER

“FUTURE SHOCK” ALVIN TOFFLER

Sejak menggegerkan dunia dengan ”ramalan”-nya
tentang masa depan dunia yang terangkum dalam buku ‘Future Shock’ (1970),
Alvin Toffler seolah tak pernah diam.
Gagasan-gagasannya tentang benturan peradaban manusia
yang telah jadi acuan utama para politisi dunia itu
sepertinya terus mengusik benak Toffler,
dan membuatnya tak mampu menghindarkan diri
dari pusaran aktivitas pencarian.
Di tengah proses pencarian itulah
buku ini hadir di depan publik sebagai bagian
dari rangkaian pemikiran Toffler sebelumnya.

Buku yang diterjemahkan dari
‘Creating A New Civilization: The Politics of the Third Wave’ (1995) ini
terbagi dalam sembilan bagian.
Masing-masing bagian mengurai bidang-bidang pembahasan
yang terkait secara linier.

Empat bagian pertama misalnya,
merupakan penajaman-penajaman pandangan Toffler
sebagaimana telah dipublikasikan melalui dua buku terdahulu,
‘Future Shock’ (1970) dan ‘The Third Wave’ 1980.

Bagian lima, enam, dan tujuh
merupakan uraian lebih rinci dari buku Toffler selanjutnya,
‘War and Anti-War’ (1990).

 Dua bagian terakhir, yaitu
”Agenda Menyongsong Gelombang Ketiga” dan ”Demokrasi Abad Ke-21”,
menjadi simpul
yang dicoba ditarik Toffler dari pandangan-pandangan sebelumnya.

Sampai sekarang,
menurut Toffler,
manusia telah menjalani dua gelombang besar perubahan
 — yaitu gelombang revolusi agraris dan
perubahan cepat yang terjadi pada proses industrialisi.

Masing-masing gelombang
melenyapkan budaya dan peradaban sebelumnya;
dan menggantikannya dengan peradaban baru
yang tak dapat dipahami oleh generasi sebelumnya.

Revolusi pertanian (yang disebut Toffler sebagai Gelombang Pertama)
membutuhkan proses ribuan tahun,
sedang bangkitnya peradaban indutsri (Gelombang Kedua)
hanya membutuhkan waktu 300 tahun.

Saat ini,
menurut Toffler,
sejarah bahkan berlangsung secara lebih akseleratif
dalam proses Gelombang Ketiga
yang bakal menyapu bersih bentuk peradaban sebelumnya
dan menggantinya dengan sebuah peradaban yang benar-benar baru.

Bagaimana bentuk peradaban baru dan bagaimana politik yang cocok
untuk menghadapinya itulah
yang diurai Toffler dalam buku terakhirnya ini.
Tentu saja
konsep dunia masa depan yang disajikan Toffler di sini
tetap bertumpu pada gagasan-gagasannya terdahulu,
khususnya mengenai benturan tiga peradaban manusia.

Pada tahun 1980,
Alvin Toffler menyimpulkan tiga “gelombang perubahan”
yang membawa dampak monumental pada peradaban,
dalam bukunya “the third wave”.

Intisarinya,
Toffler membagi sejarah peradaban
dalam 3 periode waktu yang berbeda
yang dia sebut sebagai “gelombang” (wave).

Masing-masing gelombang memiliki “techno-sphere”
(lingkungan pengaruh teknologi)nya sendiri yang berbeda (khas)
atau memiliki ciri
dalam hal system energi, produksi dan distribusinya sendiri.

“Techno-spere’ ini
digerakkan oleh pembangunan “socio-sphere”
atau system social keluarga (social system of family),
tempat kerja, dan kelembagaan pendidikan.

Jadi
perubahan teknologi yang luas dapat dipikirkan
sebagai “menjadi terikat secara langsung”
dengan perubahan secara luas
dalam pembangunan sosial masyarakat.

Dalam pandangan Toffler,
tiga gelombang perubahan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

Gelombang Pertama.
Gelombang perubahan pertama terjadi berkaitan dengan REVOLUSI PERTANIAN.
Suatu periode dalam sejarah peradaban sekitar 8.000 tahun sebelum masehi
sampai sekitar tahun 1700-an.
Sebelum revolusi pertanian,
manusia hidup dalam kelompok kecil,
sering berpindah-pindah,
kelompok ini mencari makan dengan berburu, mencari ikan
dan mencari makanan yang tersedia di alam.

Dengan revolusi pertanian,
tersedia teknologi dimana orang dapat menetap disatu tempat,
yakin akan terpenuhinya kebutuhan makanan
sehingga
dapat menciptakan apa yang kita sebut sebagai peradaban.

Teknologi yang muncul selama periode ini
termasuk alat pengungkit, alat penggerek, alat derek dan alat penjepit
yang dirancang
untuk memperbesar/meningkatkan sumberdaya energi terbarukan
yang berasal dari tenaga manusia, hewan, angin, matahari dan air.

Gelombang Kedua
Gelombang perubahan kedua merujuk pada REVOLUSI INDUSTRI
dan memakan waktu selama periode pembangunan sejak 1700an hingga kini.
Di Amerika Serikat,
gelombang ini memuncak pada pertengahan 1950an
tapi di banyak belahan dunia lain gelombang ini
masih terus berlangsung.

Periode ini
mengakhiri dominasi peradaban pertanian
dan mengawali industrialisasi masyarakat.

Teknologi yang diperkenalkan pada gelombang ini
umumnya berdasarkan pada mesin elektromekanik
yang digerakkan oleh bahan bakar fosil yang tidak terbarukan,
menyebabkan perubahan secara luas dalam meningkatkan masyarakat.
Contoh-contoh teknologi ini
meliputi : mesin uap, kendaraan bermotor dan listrik.
Keluarga menjadi lebih kecil,
beralih pekerjaan dari lahan-lahan pertanian ke pabrik-pabrik,
dan pendidikan beralih dari pendidikan di rumah
menjadi pendidikan yang terorganisir di dalam kelas.

Gelombang Ketiga
Gelombang perubahan ini serupa dengan jaman paska industri,
suatu periode yang diawali pada pertengahan/akhir 19650an
dan sekarang sedang dialami oleh negara-negara
yang menguasai teknologi tinggi
seperti Amerika Serikat, negara-negara Eropa Barat, dan Jepang.

Jaman ini
berdasarkan sistem elektronika yang membantu mempercepat
komunikasi, perhitungan, dan penyebaran informasi.
Ketersediaan teknologi secara luas
seperti komputer, telekomunikasi, robot, dan bioteknik
juga telah meninggalkan tanda-tanda
pada karakteristik sosial masyarakat.

Perubahan mendasar
dalam perilaku sosial sekarang
dapat dilihat seperti pada
organisasi angkatan kerja,
pendidikan pemuda
serta keberagaman dalam bentuk keluarga.


Perbandingan Tiga Gelombang Perubahan Alvin Toffler

Aspek Teknologi Utama

Gelombang 1
Pengungkit dan pengerek, katrol dan baji, mesin yang dirancang
untuk melipatgandakan energi terbarukan
yang berasal
dari tenaga manusia, tenaga hewan, angin, matahari dan air.

Gelombang 2
Mesin elektomekanik dengan komposisi katrol, belt, bearings,
dan baut dengan tenaga yang bersumber dari bahan bakar fosil
yang tidak terbarukan

Gelombang 3
Peralatan elektronik
yang mendorong kecepatan komunikasi dan perhitungan.
Teknologi dirancang
untuk memanfaatkan sumberdaya energi terbarukan.
Bioteknologi terfokus pada peningkatan kualitas hidup.

Aspek Pengembangan Teknologi

Gelombang 1
Menyediakan kebutuhan dasar keluarga dan komunitas
Gelombang 2
Pemusatan teknologi
untuk produksi masal dan penyebaran makanan.
Peralihan pekerjaad dari ladang ke pabrik.

Gelombang 3
Secara elektronik
menggerakkan klaster teknologi menggunakan energi yang minimal
Munculnya perhatian akan lingkungan dan kemanusiaan.
Otomatisasi pemikiran.

Aspek Kelembagaan dan Jejaring Organisasi
yang terlibat
dalam Pengembangan Teknologi

Gelombang 1
Komunikat kecil dan keahlian individu
Keluarga besar yang berakar
dan tinggal dalam suatu lokasi
Rumahtangga turun temurun
yang berfungsi sebagai unit produksi ekonomi
Bisnis
yang dilaksanakan dalam bentuk
kepemilikan individu dan pertemanan.
Pendidikan di rumah.
Komunikasi dari mulut ke mulut.

Gelombang 2
Keluarga inti yang kecil dan mobile.
Pendidikan masal usia muda
Komunikasi jarak jauh
Pabrik besar, penggilingan, pengecoran, dan pertambangan.
Korporasi besar
sebagai unit bisnis yang didanai oleh investor dari luar.

Gelombang 3
Peningkatan salingketergantungan antar organisasi.
Pengembangan aliansi strategis dan organisasi maya.
Mobilitas internasional dalam hal angkatan kerja dan modal.
Peningkatan kolaborasi antara korporasi swasta dan pemerintah .
Penerimaan ”pondok elektronik” sebagai alternative tempat kerja.

Apakah akan ada Gelombang Keempat ?

Banyak orang mempercayainya,
tetapi pendapat berbeda-beda
melihat pada sifat dasar dari Gelombang Keempat.

Setidaknya 2 tipe yang berbeda telah diutarakan :
(1) Gelombang Hijau dan
 (2) Gelombang Biologi.

Mengikuti kepeloporan Toffler,
Herman Maynard dan Susan Mehrtens
mem-visikan Gelombang Keempat yang akan terjadi di masa datang.

Dalam bukunya yang ditulis tahun 1993,
Gelombang Keempat,
penulis memaparkan pandangan korporasi
sebagai pemandu dari perhatian dunia.

Organisasi-organisasi ini akan muncul
lebih sebagai komunitas daripada sebagai entitas bisnis
dengan keputusan ditetapkan berdasarkan konsensus
pada kebutuhan manusia dan lingkungan.

Teknologi yang dikejar
akan cocok dengan kebutuhan komunitas dunia
dan bersama-sama dengan kebutuhan-kebutuhan planet.

Kualitas hidup dan kesejajaran dengan aturan alam
akan menjadi ukuran utama dari kekayaan suatu korporat.

Kepemilikan menjadi komunal,
keadilan ekonomi dan sosial akan menjadi perhatian utama.
Secara ringkas,
korporat akan melihat dirinya secara holistik (menyeluruh)
sebagai pelindung masyarakat.

Sebagai alternatifnya,
sebagian orang percaya bahwa
setelah revolusi informasi atau gelombang ketiga AlvinToffler
akan terjadi Revolusi Biologi.

Pada inti revolusi atau gelombang keempat,
terjadi kemajuan ilmu pengetahuan
dalam pemahaman kode genetik manusia.

Proyek genome manusia dan usaha-usaha lainnya
dalam memetakan kode genetik
diharapkan tidak hanya membawa kemajuan medis
tetapi juga merubah secara mendasar
cara kita menjalani kebidupan sehari-hari.

Beberapa hal telah menciptakan potensi dilema/pilihan secara etika,
khususnya menyinggung masalah cloning.
Jika kita setuju dengan pengembangan ilmu pengetahuan
dan dan berhasil memecahkan dilema sosial dan kemanusiaan,
banyak orang percaya bahwa
kita akan tiba pada Gelombang Keempat.