Jumat, 04 November 2016

KULIAH DZIKIR DARI IBNU ATHA’ILLAH (10)

KULIAH DZIKIR DARI IBNU ATHA’ILLAH (10)
Seperti dijelaskan sebelumnya, nafs ada yang bersifat ammarah (memerintah), lawwamah (suka mencaci), dan muthma’innah (tenteram). Menurut Ibnu Atha’illah, melalui dzikir, nafs dalam diri manusia itu seolah-olah menyadari bahwa dirinya sedang berada dalam sebuah rumah yang penuh dengan segala hal buruk seperti kotoran, anjing, babi, singa, macan, dan gajah.
Lalu setelah ia bergumul dengan berbagai macam keburukan itu, ia berusaha mengeluarkannya. Ia pun sempat terluka oleh binatang-binatang buas yang ada di dalamnya. Karena itu, ia segera melakukan dzikir dan munajat agar dzikir tersebut bisa mengalahkan dan mengeluarkan mereka.
Nafs lawwamah terus berusaha sekuat tenaga mengumpulkan berbagai perabotan sampai akhirnya rumah itu menjadi indah. Setelah itu, barulah rumah tersebut layak dihuni dan ditempati sang penguasa (dzikir).
Ketika dzikir bertempat di dalamnya dan tatkala al-Haq tampak dengan jelas, nafs itu pun kembal pada kondisi muthma’innah (tenteram). Itulah nafs yang mendapatkan cahaya kalbu secara sempurna. Nafs tersebut mengikuti kalbu untuk naik menuju surga alam kesucian yang bersih dan terhindar dari segala kotoran. Nafs muthma’innah selalu tekun mengerjakan ketaatan, serta merasa tenteram bersama Allah Dzat Yang meninggikan derajat kemuliaan. Sehingga Allah berseru kepadanya, “Wahai nafs muthma’innah, kembalilah pada Tuhanmu dalam kondisi ridha dan mendapat ridha. Masuklah sebagai hamba-Ku, serta masuklah ke dalam surga-Ku.” (Q.S. al-Fajr [89]: 29-30).
---Syekh Ibnu Atha’illah dalam Miftah al-Falah wa Misbah al-Arwah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar