Jumat, 11 November 2016

LIMA NASEHAT SAYIDINA ALI

LIMA NASEHAT SAYIDINA ALI 

Syekh Abu Nu’aim al-Ashfahani dalam kitab Hilyatul Auliya menuturkan bahwa 
Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib r.a. berkata:

 “Hafalkanlah lima hal dariku; 
yang seandainya kalian mengendarai onta untuk mencarinya, 
pasti onta itu sudah binasa sebelum kalian mendapatkannya; 
yaitu: 

1) Janganlah seorang hamba mengharapkan selain kepada Rabb-nya.

2) Janganlah ia merasa takut kecuali kepada dosanya sendiri.

3) Jangan sampai orang bodoh merasa malu untuk bertanya 

tentang sesuatu yang tidak ia ketahui.

4) Jangan sampai orang ‘alim merasa malu 

untuk mengatakan ‘Allah lebih tahu (wallahu a’lam)’ 
tatkala ia ditanya tentang sesuatu yang tidak ia ketahui. 

5) dan kesabaran (bila dikaitkan dengan) iman adalah 

bagaikan kedudukan kepala dari tubuh, 
maka 
tidak ada keimanan 
bagi orang yang tidak memiliki kesabaran.”

Pertama, 


Allah memerintahkan kita 
untuk bertawakal dan berserahdiri secara total kepada ketentuan Allah, 
percaya dan yakin dengan seyakin-yakinnya kepada janji dan jaminan-Nya. 
Kita memang diperintahkan oleh Allah 
untuk berusaha dan berkarya 
namun takdir dan kuasa-Nya yang menentukan.

Sayyidina Ali menasehatkan kita 

tentang sikap hidup zuhud kepada Allah, 
tidak bergantung kepada selain Allah 
dan tidak berharap kepada makhluk-Nya.

Yunus bin Maisarah bin Halbas al-Jublani, berkata,


 “Kezuhudan di dunia itu 
bukan dengan mengharamkan yang halal, 
tidak pula dengan menyia-nyiakan harta, 
akan tetapi kezuhudan di dunia adalah 
jika 
kepercayaanmu kepada apa yang ada di tangan Allah 
lebih kuat dibanding kepercayaanmu 
kepada apa yang ada di tanganmu; 
jika 
keadaanmu ketika tertimpa musibah 
dan 
keadaanmu ketika tidak tertimpa adalah sama; 
dan 
jika 
orang yang mencelamu maupun menyanjungmu 
dalam kebenaran adalah sama.” 

(HR Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman). 

Kedua, 


Allah memerintahkan kita 
untuk ber-muhasabah atas apa yang telah kita lakukan, 
merenung dengan kesadaran batin 
atas amal dan dosa yang pernah kita perbuat. 

Tobat adalah kunci untuk menyucikan batin, 
memotivasi diri dan mendekatkan diri kepada-Nya. 
Karena, 
hanya dengan kesucian dan kebersihan jiwa 
seseorang bisa merasakan kehadiran Allah 
dan 
mampu mendekatkan diri kepada-Nya. 

Melalui sikap penyesalan 
diharapkan kita mampu mengubah dan memperbaiki prilaku, 
serta berhijrah 
dari perbuatan buruk kepada perbuatan baik.

Ketiga, 


keangkuhan, kesombongan dan kekerdilan sikap manusia 
kadang menutupi kebodohannya sendiri. 
Padahal, 
ilmu sangat diperlukan 
untuk memahami hakikat hidup dan kehidupan. 

Malu bertanya, 
tak mau belajar, 
tidak menghargai ilmu 
dan sombong 
adalah 
hal yang sangat membutakan hati manusia. 

Agama 
tanpa ilmu dan pengetahuan menjadi buta, tanpa makna. 
Kemampuan akademik, ilmu pengetahuan, sains dan teknologi saja 
tak cukup, 
jika kita melupakan 
ilmu-ilmu fardhu ‘ain yang wajib dikuasai oleh setiap Mukmin.

Rasulullah SAW bersabda, 


“Sesungguhnya 
Allah membenci setiap orang 
yang keras-kasar-angkuh tabiatnya, 
gemar mengumpulkan harta namun kikir, 
suka berteriak-teriak di pasar-pasar, 
seperti bangkai di malam hari 
dan 
seperti keledai di siang hari, 
sangat mengerti urusan dunia 
tetapi tidak tahu sama sekali urusan akhirat.” 

(HR Ibnu Hibban)

Keempat, 


meskipun manusia 
dibekali oleh akal dengan kecerdasan yang beragam, 
namun manusia tetaplah manusia. 
Ia hanyalah makhluk yang terbatas. 

Tak ada yang mutlak bagi manusia, 
semuanya nisbi. 

Ilmu manusia pasti terbatas, 
sementara ilmu Allah tak terbatas. 

Seorang alim harus menyadari kekurangan dirinya 
dan 
menyatakan kelemahan dan kekurangannya, 
serta 
berani menunjukkan bahwa 
hanya Allah yang Mahabenar.

Sayyidina Ali bin Abi Thalib pernah berkata, 


“Betapa sejuknya di hati, 
ketika saya ditanya tentang sesuatu 
yang saya sendiri tidak mempunyai ilmu tentangnya, 
kemudian saya katakan: Allahu a’lam.”

Diriwayatkan bahwa 

seseorang datang kepada Ibnu ‘Umar 
lalu bertanya kepada beliau tentang sesuatu hal. 

Beliau menjawab, 
“Saya tidak punya ilmunya.” 

Beliau kemudian berpaling 
setelah orang itu beranjak pergi, 
dan berkata,
 “(Inilah) sebaik-baik ucapan yang dikatakan oleh Ibnu ‘Umar!

Ia ditanya tentang sesuatu yang tidak ia ketahui, 
lalu 
ia menjawab: saya tidak punya ilmunya.” 

(HR Ad-Darimi)

Kelima, 


kesabaran adalah permata iman. 

Sabar memang menyakitkan 
namun efek darinya lebih manis dari madu. 

Rasulullah pernah ditanya, 
“Bagian manakah yang paling utama dari iman?” 

Beliau menjawab, 
“Kesabaran dan lapang dada.” 
(Ibnu Hajar dalam al-Mathalib al-‘Aliyah). 

Dalam kesabaran 
mengandung sikap berserahdiri, tawakal, takwa dan ridha 
kepada kehendak Allah, 
tak ikut campur dengan urusan Allah dan takdir-Nya. 

Kesaabaran justru menjadi etos kerja, 
karena selalu bersifat husnudzan kepada Allah. 
Jadi, 
sabar bukan hanya nrimo atau menerima, 
tetapi gerak dan langkah 
menjemput berkah dan rahmat-Nya.

Semoga Allah memberi kesadaran ruhani kepada kita 

dan mampu mengambil hikmah dan ilmu 
dari lima nasehat Sayyidina Ali bin Abi Thalib ini. .

Tasawuf Underground..
--------------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar