Rabu, 23 November 2016

SHALAT SYARIAT DAN SHALAT TAREKAT MENURUT SYEKH ABDUL QADIR AL-JAILANI

SHALAT SYARIAT DAN SHALAT TAREKAT 
MENURUT SYEKH ABDUL QADIR AL-JAILANI.

Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, 
shalat syariat sebagaimana telah diketahui dalam Al-Quran 
disebutkan: 

“Hendaklah kamu menjaga shalat-shalatmu 
dan shalat wustha (yang di tengah).” 
(QS. Al-Baqarah [2]: 238) 

Maksud dari shalat syariat ialah 
shalat yang rukun-rukunnya 
berkaitan dengan gerakan anggota badan yang lahir, 
seperti 
berdiri, lidah membaca ayat atau surah, rukuk, sujud, duduk, 
mengeluarkan suara dan bacaan-bacaan. 
Oleh karena itu, 
pada ayat di atas disebutkan 
dengan kata berbentuk jamak “shalawât” 
(beberapa shalat). 
Allah SWT berfirman, 
“Hendaklah kamu menjaga shalat-shalatmu.”

Adapun shalat tarekat adalah 
shalatnya kalbu 
dan itu dilakukan tanpa batas waktu atau selama-lamanya. 

Sebagaimana disebut dalam Al-Quran, 
“Shalat Wustha.” 
Maksud dari shalat al-wusthâ yaitu 
shalat hati 
karena kalbu berada di tengah (al-wasth) badan; 
antara kanan dan kiri; antara atas dan bawah; 
yang menjelaskan rasa antara bahagia dan menderita.

Sebagaimana ditegaskan dalam sabda Rasulullah SAW, 
“Sesungguhnya 
kalbu manusia ada di antara dua jari-jari Allah. 
Allah membolak-balikkannya sesuai dengan kehendak-Nya.” 
(HR. Muslim)

Maksud dari dua jari Allah SWT ialah dua sifat Allah, 
yaitu sifat Maha Memaksa dan sifat Maha Lembut. 

Dari ayat dan hadis di atas diketahui bahwa 
shalat yang pokok adalah shalat kalbu. 

Bila 
shalat kalbu dilupakan, 
maka 
rusaklah shalat kalbu dan shalat jawarih-nya. 

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
“Tidaklah sah shalat seseorang 
kecuali 
disertai dengan hadirnya kalbu.”

Hal itu karena 
orang yang shalat itu 
sedang bermunajat (berdialog) dengan Tuhannya. 
Sedangkan, 
alat untuk munajat adalah kalbu. 

Bila 
kalbu lupa 
maka 
batallah shalat hati 
dan 
shalat badannya karena hati merupakan inti 
dimana anggota badan yang lain mengikutinya.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
“Sesungguhnya 
di dalam jasad manusia ada segumpal daging. 
Bila ia baik, 
sekujur badan akan ikut baik 
dan bila ia buruk, 
sekujur badan pun menjadi buruk. Itulah hati.” 
(HR. Al-Bukhari)

Shalat syariat mempunyai waktu tertentu, 
dimana dalam satu hari satu malam wajib dikerjakan lima kali. 
Dan, 
sunahnya shalat syariat ini 
dilakukan di masjid dengan berjamaah, 
menghadap Ka’bah dan 
mengikuti gerakan imam, tanpa riya’ dan sum’ah.

Sedangkan shalat tarekat 
dilakukan seumur hidup tanpa batas waktu. 
Masjidnya adalah hati. 

Cara berjamaahnya ialah 
dengan memadu kesucian batin 
untuk menyibukkan diri 
dengan asma-asma tauhid melalui lisan batin. 

Imamnya adalah rasa rindu di dalam hati 
untuk sampai kepada Allah. 

Kiblatnya ialah 
Hadirat Allah Yang Maha Tunggal 
dan Keindahan Ketuhanan. 

Itulah kiblat yang hakiki. 
Selamanya, 
hati dan ruh tidak boleh lepas dari shalat ini.

Maka pada saat itu, 
kalbu yang hidup tidak akan tidur dan tidak akan mati. 
Ia selalu punya kegiatan, 
baik saat tidur maupun terjaga. 

Shalat kalbu dilakukan dengan hidupnya kalbu tanpa suara, 
berdiri dan duduk. 
Ia selalu berhadapan dengan Allah SWT d
an senantiasa siaga dengan ucapan, 

“Kepada-Mu kami beribadah 
dan kepada-Mu kami memohon pertolongan,” 

dan mengikuti Nabi Muhammad SAW 
karena begitulah keadaan Nabi.

Al-Qadhi dalam menafsirkan ayat ini berkata, 

“Ayat ini merupakan isyarat 
tentang 
kalbu seorang ahli makrifat kepada Allah, 
yang telah berpindah dari keadaan gaib 
(memandang Allah gaib) 
kepada Hadrat Ahadiyah 
(selalu merasa bersama Allah SWT). 

Ini, 
sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, 
“Para Nabi dan para wali 
selalu shalat di alam kuburnya, 
seperti halnya mereka shalat di rumahnya.”

Artinya, 
mereka 
selalu sibuk bermunajat pada Allah 
karena hatinya yang hidup.

Bila 
dua shalat syariat dan shalat tarekat telah berpadu 
secara lahir dan batin, 
maka 
sempurnalah shalat itu dan pahalanya pun sangat besar. 

Pahala berupa Al-Qurbah (dekat dengan Allah) 
yang diraih oleh shalat ruhaniahnya 
dan 
pahala derajat (surga) yang diraih oleh shalat badannya.

Maka 
orang yang melakukan shalat seperti ini 
berarti ia lahiriahnya ahli ibadah, 
dan 
batinnya ‘ârif billâh (makrifat kepada Allah). 

Dan, bila 
shalatnya 
tak berpadu antara shalat syariat dan shalat tarekat 
dengan hati yang hidup, 
maka 
shalatnya kurang dan pahalanya pun hanya derajat, 
tidak mendapat pahala Al-Qurbah."

--Dikutip dari 
terjemah kitab Sirrul Asrar karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.
===================
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Saya mengundang para sahabat Tasawuf Underground di sekitar Jabotabek, untuk hadir dalam acara:
HALAQAH SUFI: Mengaji Sambil Berbagi.
Ahad, 4 Desember 2016, jam 09.30 - 16.30 WIB. Di Komplek Bukit Cirendeu, Jl Bukit III, Blok B 1 / 29, Pisangan, Ciputat Timur, Tangerang Selatan 15419.

Acara:
1. Kajian Sufi: Teknik Shalat Khusyuk
(Bersama Ust Halim Ambiya dan Ust Yusni Amru Ghazali)
2. Doa dan Dzikir Bersama.
3. Santunan 15 Anak Yatim & Dhuafa.
4. Pembagian buku gratis untuk Jamaah/Undangan.

Mari KOPI DARAT sesama para salik dan seluruh jamaah Tasawuf Underground.

Kami menerima penyaluran bantuan untuk program orangtua asuh anak yatim & dhuafa. Melalui rekening BNI, Cab. Melawai, a.n. Halim Ambiya, No. Akun: 0018667180.

Semoga bermanfaat.
Salam

Halim Ambiya
Pendiri & Admin Tasawuf Underground
Konfirmasi kehadiran: 082113300426.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar