Catatan Kuliah Intensif Psikologi Islam 2,
Kamis, 6 November 2014
oleh Islamic Psychology Learning Forum (IPLF)-
Keluarga Muslim Psikologi (KMP)
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Pengajar: Dr. Bagus Riyono
Pengajar: Dr. Bagus Riyono
PARADIGMA TAUHID, KONSEP DASAR PSIKOLOGI ISLAM.
Paradigma adalah
suatu kerangka pikir
berserta seluruh perlengkapannya
dalam mengembangkan suatu ilmu.
Psikologi Islam adalah
psikologi yang memiliki paradigma tauhid.
Sebelum itu mari kita pahami dahulu apa itu psikologi.
Psikologi adalah ilmu tentang manusia
(perilaku, pemikiran, perasaan, aspirasi,
serta apa yang diandalkan dalam kehidupan).
Intinya,
psikologi merupakan ilmu
tentang manusia dan dinamika kehidupannya.
Dahulu,
Psikologi yang berasal dari kata psyche,
merupakan ilmu tentang jiwa.
Namun
dalam perjalanannya terjadi pendangkalan yaitu
psikologi menjadi ilmu tentang perilaku,
dan selanjutnya
berubah mendalam lagi
menjadi yang kita ketahui sekarang, yaitu
ilmu tentang perilaku dan proses mental.
Paradigma Psikologi Barat terbagi menjadi tiga:
1. Psikologike-Binatang-an,
disebut demikian
karena mempelajari atau membahas
sifat-sifat kebinatangan dari manusia.
Di samping juga
menggunakan binatang dalam eksperimennya.
Termasuk di dalamnya ialah,
a. Freudianismeàmembahas hawa nafsu
b. Behaviorismeà jasad mekanistik
c. Psikobiologiàjasad kimiawi
(hormone, senyawa-senyawa kimia dalam jasad kita)
(Aliran-aliran di atas, kecuali Freud,
menggunakan binatang dalam eksperimennya)
2. Psikologi ke-Manusia-an/Humanistik,
yang mengangkat psikologi dari binatang ke manusia.
Diantaranya ialah,
a. Humanistikà Freedom
b. CognitivismàManusia Pemikir
c. Positive Psychology àHuman Virtues
d. Cultural Psychology à Norma Budaya
3. Psikologi Spiritual.
a. Psikologi Transpersonal
b. Hypnosis mempercayai
adanya kekuatan yang tidak kelihatan
seperti kekuatan berpikir
c. Samanismeàaliran perdukunan.
c. Samanismeàaliran perdukunan.
Psikologi Spiritual belum tentu islami.
Bagi kaum sekuler,
spiritualitas adalah
semua hal yang tidak bisa dilihat
secara materi.
Tidak bisa membedakan
mana yang takhayul, mana yang gaib.
Takhayul itu
sesuatu yang tidak kelihatan
dan tidak ada,
sedangkan hal ghaib adalah
sesuatu yang tidak kelihatan
namun ada.
Psikologi Islam memiliki beberapa sifat,
diantaranya,
1. Integrated
2. Holistik
(Jasad, jiwa, hawa nafsu, dan pikiran semua berinteraksi)
3. Dinamik
4. ParadigmaTauhid
a. Tidak adaTuhan selain Allah
b. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah
c. Segala sesuatu berasal dari Allah dan akan kembali ke Allah.
3. Dinamik
4. ParadigmaTauhid
a. Tidak adaTuhan selain Allah
b. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah
c. Segala sesuatu berasal dari Allah dan akan kembali ke Allah.
Psikologi Islam sebagai ilmu pengetahuan,
1. Dasarnya adalah Al Qur’an dan Hadist (referensi utama)
Konsekuensinya Al Qur’an dan Hadist
dijadikan sebagai perspektif yang menjelaskan fenomena.
2. Nilai-nilai islam adalah sumber atau landasan berpikir
(fondasi dari apa yang kita pikirkan)
3. Logika tunduk pada ayat-ayat Al Qur’an.
Al Qur’an adalah
sumber yang tidak akan kita utak-atik lagi,
logikalah yang harus dibangun di atas ayat-ayat Al Qur’an
(logika tidak boleh didahulukan).
Menundukan logika di bawah Al Qur’an,
sehingga
jika ada sesuatu hal yang belum bisa diselesaikan
maka
“logika belum mendapat petunjuk dari Al Qur’an
sehingga masih bisa digali.”
Dalam Islam,
empirisme bukan alat untuk mempertanyakan kebenaran
tetapi alat untuk memahami kebenaran.
Sedangkan banyak ilmuwan psikologi
yang berpandangan keliru bahwa
suatu hal hanya layak untuk dipercayai
jika ada bukti empirisnya.
Jika ada
hasil penelitian bertentangan dengan Al Qur’an,
maka
yang salah adalah penelitiannya.
Logika kita mungkin baru sampai level 2,
tapi Al Qur’an sudah level 1000.
Tauhid sebagai paradigma keilmuan,
dapat dilihat pada QS Ibrahim 14:52.
Untuk bisa mengambil pelajaran dari Al Qur’an
kita harus menjadi orang yang berakal,
karena hanya orang berakal saja
yang bisa menangkap ilmu.
Fakta-fakta kebenaran
yang terungkap dari Al Qur’an
berfungsi sebagai peringatan.
Paradigma Tauhid.
1. Semua berasal dari Allah
dan akan kembali kepada Allah.
2. Setiap fenomena psikologis
pasti ada hakikatnya yang universal (deskriptif)
Ilmu psikologi sekarang
hanya berhenti pada individual differences,
dibalik itu
ada sesuatu yang sama atau universal (fitrah),
dan
hal inilah yang digali Psikologi Islam.
3. Diantara berbagai macam fenomena kehidupan
pasti ada kondisi ideal yang hakiki (preskriptif).
Sedangkan
yang ada sekarang,
kebenaran itu subjektif, misalnya
tentang teori kepribadian
yang berhenti hanya pada variasi.
Dalam Psikologi Islam ,
ada yang sifatnya perbedaan,
ada yang kualitas
(memberi arah mana yang baik, dan mana yang buruk).
Definisi “normal” seseorang dalam psikologi,
diambil dari kurva normal
atau dengan kata lain kebanyakan orang.
Bisa jadi
orang baik (ideal) masuk ke bagian yang tidak normal.
Dalam Psikologi Islam,
yang “baik” lah yang normal, yang ideal.
Jadi perlu “dakwah” ke masyarakat
agar orang-orang baik
bisa menjadi orang yang “normal” (kebanyakan orang).
Ilmu tidak berhenti pada diferensiasi
tapi mengarah pada integrasi (tidak parsial),
holistic-integratif (unity of knowledge).
Orang baik itu
yang perilakunya baik,
ibadahnya baik,
jadi tidak ada dikotomi absurd
yang mengatakan
“lebih baik
orang yang tidak pernah ibadah
tapi perilakunya baik,
daripada
orang yang ibadah
tapi perilakunya buruk.”
Dalam Islam,
perbedaan itu dihargai,
tidak seperti pluralisme
yang berusaha menyama-nyamakan
seperti dengan memunculkan kesetaraan gender.
Allah swt menciptakan perbedaan,
namun
itu bukan untuk ditakuti
atau dijadikan sumber konflik,
namun
agar semua saling kenal-mengenal.
Tentu
perbedaan yang disanjung disini
bukan dalam hal kualitas
namun sebatas perbedaan luar
seperti kulit, ras, dan bahasa.
Sedangkan
dalam kualitas,
yang paling baik adalah
orang yang paling bertaqwa.
Jadi
“Horizontal differences but vertical unity”
(berbeda-beda kulit, ras,
namun bersama-sama meningkatkan ketaqwaan).
Perbedaan pendapat dalam islam itu dihargai.
Karya-karya ulama islam,
bukan berarti mereka tidak seragam,
namun
mereka saling menghargai.
Sedangkan saat ini,
di Jerman
ada kelompok ilmuwan yang dibully
karena tidak percaya teori Darwin.
Bagi mereka,
perbedaan itu sumber konflik
sehingga
semua hal perlu disamakan
atas nama Pluralisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar