Sabtu, 12 November 2016

Mencapai Samudra Rahmat Allah SWT



Mencapai Samudra Rahmat Allah SWT
Shuhba Mawlana Syekh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani QS
A'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiim
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Wash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa Nabiyyina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iin
Suatu pagi Syekh Nazim QS berbicara mengenai perilaku bebas dari anggota group musik rock yang berlatih di sebelah masjid di London di mana Syekh Nazim QS biasa memberikan kuliah-kuliahnya.
Mereka adalah orang yang sangat bahagia. Kita juga bahagia, Alhamdulillah. Mereka tidak meminta untuk menjadi seperti kita di sini dan kita pun tidak ingin seperti mereka. Setiap orang bahagia.
Setiap anggota di dalam kelompok harus berbahagia, jika tidak maka mereka akan mencari kelompok lain. Hal ini penting! Allah SWT berkata, ”Kullu hizbin bima ladayhim farihun”. Setiap kelompok berbahagia dengan temuan mereka. Setiap kelompok duduk dalam suatu pesta, dan mereka mendapat kenikmatan. Jika mereka tidak mendapat kenikmatan di kelompok itu, mereka akan pergi dari situ dan mencari kenikmatan lain yang
berada di kelompok lain.
Saya ingin berkata bahwa setiap orang akan masuk dalam suatu kelompok melalui pemikirannya, tindakannya, perilakunya, atributnya, atau kepercayaannya. Bahkan dalam hal beragama Islam saja terdapat banyak kelompok. Di London sejumlah muslim beribadah di Masjid Central, yang lain di Masjid Peckham dan yang lain lagi Masjid West Indian. Demikian pula bangsa Turki yang terpecah menjadi tiga atau empat golongan, di mana mereka mendapat kepuasan melalui kelompoknya masing-masing karena jika tidak, mereka tentu akan pergi ke tempat lain yang sesuai dengan hatinya.
Begitulah aturan di dunia ini. Alah SWT telah meletakkan aturan dan Dia berfirman, ”Semua orang mendapat kebahagiaan dengan kelompok yang ia temui,” seperti ibaratnya meja yang diletakkan untuk orang tertentu. Seseorang akan berkata, ”Ya ini adalah kelompok yang terbaik buatku dan ia duduk di situ sedang yang lain hanya datang dan melihat. Ada yang duduk lama kemudian pergi. Artinya ia tidak sepaham dengan majelis itu dan ia pergi mencari yang lain.
Ada juga tetangga kita yang bisa menerima dan mereka memiliki banyak kelompok dan mereka senang, kita pun demikian berkumpul dengan kelompok kita dan berbahagia, Alhamdulillah. Allah SWT juga mengumpulkan beberapa orang untuk melakukan kejahatan, sementara yang lain Dia kumpulkan untuk melakukan kebaikan. Mereka membawa bebannya masing-masing. Jika mereka tidak melakukan hal itu, maka yang lain akan mengambil alih.
Seperti juga muazin yang bertugas mengumandangkan azan, jika ia meninggal maka mustahil kita akan merasa bebas. Karena azan itu biasa ada yang mengumandangkannya, jika ia tidak ada maka kita bisa ditunjuk menjadi penggantinya. Kita berterima kasih pada Allah SWT karena ada yang bertugas azan sehingga kita tidak mendapat tugas tersebut. Kita berkata mereka tentunya lelah untuk selalu bertugas mengumandangkan azan setiap hari. Ya Allah, maafkanlah mereka dan ambil alilhlah beban mereka.
Para pelaku kejahatan tidak mendoakan kita, tetapi seorang pendoa harus mendoakan mereka. Kalian mengerti. Mereka para penjahat bahkan tidak berdoa untuk diri mereka atau yang lain, tetapi para pendoa atau orang yang beriman, ia harus lebih ikhlas daripada mereka yang terbebani atau mewakili kejahatan atau bahkan bekerja dalam kejahatan, sehingga kita berterimakasih kepada Allah SWT kita dibebaskan dari kejahatan itu.
Mereka tidak pernah terpikir untuk mendoakan diri mereka sendiri atau orang lain, sedangkan kita harus mendoakan orang-orang itu, karena mereka berada dalam beban yang berat. Hal ini adalah tingkat tertinggi dari suatu agama, yaitu tingkatan para nabi khususnya tingkatan dari Nabi Penutup SAW.
Nabi Muhammad SAW memintakan ampunan dan berdoa bagi orang-orang tersebut, karena Nabi kita SAW memiliki pengetahuan tentang Hikmah Allah SWT. Jika Nabi Muhammad SAW tidak mengetahui Hikmah Allah SWT maka beliau tidak akan menjadi nabi terakhir.
Nabi Muhammad SAW melebihi nabi yang lain, dan beliau tahu akan Hikmah Allah SWT mengenai anak cucu Adam AS, terutama mengenai orang yang beriman dan tidak beriman. Beliau juga tahu tentang setan, nafsu dan dunia; demikian pula tentang hari akhir, surga dan neraka dan kehidupan yang kekal. Karena itu, beliau selalu memohonkan ampunan untuk umatnya.
Dan semua orang yang hidup di zaman dahulu hingga sekarang berasal dari umatnya karena jika nanti Yesus Kristus AS kembali, ia tidak lagi sebagai nabi dan ia sendiri akan menjadi umat Muhammad SAW, sehingga Nabi SAW memintakan ampunan untuk setiap orang yang berada dalam Hadirat Ilahi.
Allah SWT telah menjanjikan bahwa pada hari akhir, “Aku akan berkata padamu Muhammad SAW, apa yang kau sukai, semaumu apa saja, maka akan Aku berikan apa yang kau minta, Aku juga akan mengampunkan siapa saja sesuai permintaanmu. Aku akan memberi untukmu.” Tiada seorang manusia pun yang bisa mencapai maqam itu karena merupakan maqam tertinggi, atau Maqam al-Mahmud atau maqam yang paling mulia dalam Hadirat Ilahi, yang hanya diberikan kepada satu anak Adam AS.
Dan Allah SWT berkata kepada Muhammad SAW, “Mintalah dan Aku akan memberi sesuai permintaanmu. Maka kemudian Nabi SAW akan meminta dan Allah SWT akan berkata, mintalah lebih banyak lagi, kemudian Nabi SAW minta lebih banyak lagi. “Aku memberi,” kata Allah SWT dan mintalah lebih banyak lagi dan lagi, hingga akhirnya Nabi SAW merasa malu dan berhenti meminta. Sekarang lihatlah apa yang akan Aku berikan kepada hamba-Ku ketika ia membuka Samudra ampunan dan pahala-Ku. Kemudian pahala atau balasan diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya, sehingga Nabi SAW akan malu melihat balasan itu, dan malu untuk meminta kedua kalinya. Beliau melihat apa yang Allah SWT berikan untuk umatnya dan kepada umat Muhammad SAW. Sebanyak yang Nabi SAW minta ternyata besarnya hanya setitik dari Samudra yang tiada akhir pemberian Allah SWT kepadannya.
Manusia akan selalu menderita sepanjang hidupnya. Tetapi sebanyak derita yang ia rasakan sepanjang hidup, maka ketika ia meninggalkan kehidupan dunia ini dan dikubur di Alam Barzakh dan di Hari Kebangkitan, ia harus terus menaruh harapan tertinggi kepada Allah SWT karena Dia akan berfirman, “Sabakat rahmati ‘ala ghadabi” – “Rahmat-Ku melebihi kemurkaan-Ku.” Sehingga betapa menderitanya anak Adam AS tetapi pada akhirnya mereka akan mencapai Samudra Ampunan Allah SWT.
Wa min Allah at tawfiq

Tidak ada komentar:

Posting Komentar