Kamis, 10 November 2016

JANGAN MENIUP CERMIN

JANGAN MENIUP CERMIN
===================
Suatu hari 
Imam Ali KW berjalan di salah satu gang di Kota Kufah, Irak. 
Ketika itu 
mata Imam Ali tertuju pada seorang lelaki yang sedang mengemis. 
Dia sedih melihat kejadian itu, 
lalu berkata pada orang-orang di tempat tersebut: 
“Apa yang tengah aku saksikan ini?”

Salah seorang warga berkata:
 “Ia seorang Kristen yang sudah tua 
hingga tidak mampu bekerja lagi. 
Ia juga tidak memiliki harta untuk menjamin keluarganya. 
Maka dengan mengemis itu dia memenuhi kebutuhan hidupnya”

Mendengar jawaban itu Imam Ali sedih dan berujar: 
“Ketika ia muda kalian pekerjakan dia, 
tapi setelah tua kalian tinggalkan?” 

Imam Ali memberi nasehat 
"DIA YANG BUKAN SAUDARAMU DALAM IMAN, 
ADALAH SAUDARA DALAM KEMANUSIAAN”. 

Kemudian Imam Ali KW mengambil sejumlah uang 
dari baitul mal muslimin untuk mencukupi kehidupan lelaki tua tersebut. 

Inilah cermin hati yang bening, 
sikap yang tidak berbatas, 
sikap yang tidak tersekat-sekat. 

Inilah refleksi 
yang bersumber dari pribadi agung Rasulullah SAW 
yang langsung didapatkan dari Sang Maha Rahim. 
Dia selalu membagi cahaya matahari kepada siapa saja, 
kepada setiap mahluk-Nya di bumi.
***
Maulana Jalaluddin Rumi, sang sufi agung berkata:

"Karena 
kemiskinan adalah kemurahan hati, 
sadarilah 
bahayanya meniup cermin".

Ini berarti 
kata-kata menghardik, menolak ataupun merendahkan seorang miskin 
akan merusak hati pelakunya. 

Sudah sering kita mendengar perkataan warga seperti diatas, 
atau perkataan 
"Jangan beri pengemis itu ! 
orangnya masih kuat" atau 
"Jangan dibantu anak jalanan ini ! 
ada yang mengorganisasinya" 

Walaupun perkataan itu betul, akan "lebih bijak" 
bila tidak ingin memberi ataupun membantu adalah DIAM. 

Orang kuat, sehat, muda 
pada suatu kondisi 
tidaklah menjaminnya untuk mendapatkan rezeki dari bekerja. 
Pekerjaan meminta dijalanan bukanlah pekerjaan bermartabat 
apalagi bila diorganisasi oleh suatu "sindikat kejahatan". 
Orang yg dipekerjakan seperti itu 
pastinya tidak banyak memiliki pilihan 
bahkan mungkin saja mengalami keterpaksaan 
yang sulit untuk dijelaskan. 

Yang paling buruk adalah 
anjuran tersebut bisa masuk kategori
 "orang yang mendustakan agama" 
seperti yang disitir oleh QS: Al-Maun ayat 1-3. 

"Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? 
Itulah orang yang menghardik anak yatim, 
dan TIDAK MENGANJURKAN memberi makan orang miskin". 

QS Al-Dhuha ayat 10

 "Dan terhadap orang yang meminta-minta 
janganlah kamu menghardiknya."

Selanjutnya Rumi menjelaskan, 
"Hati orang yang merendahkan 
akan menjadi kabur 
bagaikan cermin yang ditiup. 
Hatinya 
akan kehilangan kejernihan dan kedalamannya. 
Konswekuensinya, 
hati itu tidak akan bisa 
memancarkan keindahan dan kemurahan hati"

Rumi berkata:
"Sebagaimana 
si rupawan mencari cermin yang jernih, 
untuk melihat si dermawan 
diperlukan adanya orang-orang miskin dan tidak berdaya. 
Sebagaimana 
wajah rupawan dapat terpantul pada cermin, 
demikian pula 
indahnya kemurahan hati 
tercermin pada pemberian 
terhadap orang-orang miskin dan sengsara."
***
Referensi:
Ratapan Kerinduan Rumi by Osman Nuri Topbas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar