HARTA DALAM ISLAM.
Semua orang senang dengan yang namanya harta, tak terkecuali, siapa pun dia. Allah menghadirkan rasa senang pada manusia terhadap harta, dalam semua bentuknya. Allah menyatakan, “Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia, kecintaan terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik” (Ali Imran 14). Kita juga bisa memperhatikan firman Allah di surat Al-Fajr ayat 20 “watuhibbunal maalaa hubban jamma” dan kamu mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan.
Bagaimana seharusnya seorang mukmin memposisikan harta benda? Mari kita perhatikan tuntunan Allah dan Rasul-Nya dalam memposisikan harta.
Pemilik mutlak harta adalah Allah swt. Dialah, Allah, Dzat yang maha kaya (Al-Ghaniy), semua yang ada di alam semesta ini adalah milik Allah swt. Dan semuanya akan kembali kepada Allah. Sebagai pemilik mutlak, Allahlah yang berhak untuk mengatur harta itu harus digunakan untuk apa saja. Adapun manusia, kepemilikannya hanyalah titipan dari Allah. Kapan pun pemilik akan mengambilnya, manusia selaku pihak yang dititipi harus ridha untuk menyerahkannya…….. “dan berikanlah kepada mereka, sebagian dari Harta Allah (maalillah) yang dikaruniakan-Nya kepadamu… “ (An-Nur 33). Dengan menyadari hal ini, seorang mukmin akan senantiasa menjaga harta titipan Allah dengan sebaik-baiknya, tidak digunakan kecuali atas izin dan arahan Allah sebagai pemilik. Sangat tidak pantas manakala seseorang menggunakan harta tanpa sejalan dengan keinginan pemiliknya.
Harta yang ada pada manusia, statusnya antara lain adalah sebagai : titipan Allah, sebagai perhiasan hidup, sebagai ujian keimanan, bekal untuk beribadah, dan kenikmatan yang harus disyukuri.
Layaknya seseorang yang menitipkan sesuatu, pasti dia berharap barang titipannya akan dijaga dengan sebaik-baiknya, dan dia pasti percaya pada orang yang dititipi. Kepercayaan yang telah diberikan, jangan sampai dikhianati, yang membuat kemurkaan orang yang menitipkan. “berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya, dan infakkanlah di jalan Allah sebagian harta yang Dia telah menjadikan kamu sebagai pemegang amanahnya” (Al-Hadid 7)
Pada sisi yang lain, harta itu juga merupakan perhiasan hidup di dunia. Semua perhiasan akan membuat seseorang yang memakainya akan kelihatan lebih indah, lebih cantik atau lebih ganteng. Demikian juga dengan harta, keberadaannya boleh jadi akan membuat seseorang kelihatan lebih “ indah”. Namun harus dipahami bahwa yang namanya perhiasan itu akan terlihat indah manakala dikenakan secara seimbang dan proporsional, sesuai kewajaran dan kebutuhan. Jika berlebihan, maka keindahan itu akan menjadi hilang. Maka seseorang boleh bersenang-senang dan berhias dengan harta bendanya di dunia, tapi tidak boleh berlebihan, dan membuatnya lalai dari mengingat pemilik harta yang sesungguhnya, yakni Allah swt. Allah swt mengingatkan kita “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, hingga kamu masuk ke dalam kubur.“ (At-Takasur 1-2)
Harta juga merupakan ujian keimanan bagi seseorang. Wa’lamuu annamaa amwaalukum wa aulaadukum fitnah (Al-Anfal 28). Dan ketahuilah, hartamu dan anak-anakmu hanyalah sebagai cobaan bagimu, dan di sisi Allah ada pahala yang besar. Sejauh mana harta titipan Allah yang ada padanya, membuat dirinya makin dekat dan beriman kepada Allah swt, atau justru malah menjauhkannya dari keimanan dan ketaatan kepadanya. Kisah yang Allah ungkap dalam Al-Quran, di antaranya adalah kisah tentang kepemilikan harta yag justru telah membuat Qarun menjadi semakin jauh dari keimanan dan ketaatan, hingga akhirnya Allah swt membenamkan seluruh kekayaan Qarun ke dalam perut bumi. Manusia pada zaman sekarang, sering berseloroh telah menemukan harta karun, manakala mendapatkan harta dari perut bumi. Itulah kesudahan Qarun, harta telah membuatnya jauh dari Allah.
Kisah Tsa’labah yang hidup di zaman Rasulullah Muhammad saw, juga menjadi pelajaran bagi kita agar terus bersyukur dan mengelola harta sesuai kehendak Allah, tidak membuat lalai dari ibadah. Ternak Tsa’labah yang banyak da terus bertambah, sempat membuat jauh dari kebiasaan shalat jamaah di masjid yang selama ini telah menjadi kebiasaannya.
Selain kisah tersebut, ada juga kisah tentang kepemilikan harta yang menjadikan dirinya tetap taat dan dekat serta meningkatkan keimanannya kepada Allah swt. Misalnya kita bisa mendapatkan kisah tentang kesuksesan nabi Sulaiman dalam mengelola kekuasaan dan harta kekayaan yang berlimpah dalam bentuk istana megah dan lainnya. Semua harta dan kekuasaan tersebut tidak melenakannya, justru malah membuat nabi Sulaiman semakin giat dalam menjalankan perintah dakwah dari Allah. Hal ini tergambar dalam usahanya untuk mengajak Ratu Bilqis dari kerajaan Saba untuk beriman kepada Allah swt.
Mari sedekahkan harta kita agar berkah
sumber: dakwatuna.com
www.rumahzakat.org
#KemudahanDonasi #SharingHappiness #Zakat#Sedekah #Sharing #Happiness #Berbagi #Donasi#DonasiOnline
Semua orang senang dengan yang namanya harta, tak terkecuali, siapa pun dia. Allah menghadirkan rasa senang pada manusia terhadap harta, dalam semua bentuknya. Allah menyatakan, “Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia, kecintaan terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik” (Ali Imran 14). Kita juga bisa memperhatikan firman Allah di surat Al-Fajr ayat 20 “watuhibbunal maalaa hubban jamma” dan kamu mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan.
Bagaimana seharusnya seorang mukmin memposisikan harta benda? Mari kita perhatikan tuntunan Allah dan Rasul-Nya dalam memposisikan harta.
Pemilik mutlak harta adalah Allah swt. Dialah, Allah, Dzat yang maha kaya (Al-Ghaniy), semua yang ada di alam semesta ini adalah milik Allah swt. Dan semuanya akan kembali kepada Allah. Sebagai pemilik mutlak, Allahlah yang berhak untuk mengatur harta itu harus digunakan untuk apa saja. Adapun manusia, kepemilikannya hanyalah titipan dari Allah. Kapan pun pemilik akan mengambilnya, manusia selaku pihak yang dititipi harus ridha untuk menyerahkannya…….. “dan berikanlah kepada mereka, sebagian dari Harta Allah (maalillah) yang dikaruniakan-Nya kepadamu… “ (An-Nur 33). Dengan menyadari hal ini, seorang mukmin akan senantiasa menjaga harta titipan Allah dengan sebaik-baiknya, tidak digunakan kecuali atas izin dan arahan Allah sebagai pemilik. Sangat tidak pantas manakala seseorang menggunakan harta tanpa sejalan dengan keinginan pemiliknya.
Harta yang ada pada manusia, statusnya antara lain adalah sebagai : titipan Allah, sebagai perhiasan hidup, sebagai ujian keimanan, bekal untuk beribadah, dan kenikmatan yang harus disyukuri.
Layaknya seseorang yang menitipkan sesuatu, pasti dia berharap barang titipannya akan dijaga dengan sebaik-baiknya, dan dia pasti percaya pada orang yang dititipi. Kepercayaan yang telah diberikan, jangan sampai dikhianati, yang membuat kemurkaan orang yang menitipkan. “berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya, dan infakkanlah di jalan Allah sebagian harta yang Dia telah menjadikan kamu sebagai pemegang amanahnya” (Al-Hadid 7)
Pada sisi yang lain, harta itu juga merupakan perhiasan hidup di dunia. Semua perhiasan akan membuat seseorang yang memakainya akan kelihatan lebih indah, lebih cantik atau lebih ganteng. Demikian juga dengan harta, keberadaannya boleh jadi akan membuat seseorang kelihatan lebih “ indah”. Namun harus dipahami bahwa yang namanya perhiasan itu akan terlihat indah manakala dikenakan secara seimbang dan proporsional, sesuai kewajaran dan kebutuhan. Jika berlebihan, maka keindahan itu akan menjadi hilang. Maka seseorang boleh bersenang-senang dan berhias dengan harta bendanya di dunia, tapi tidak boleh berlebihan, dan membuatnya lalai dari mengingat pemilik harta yang sesungguhnya, yakni Allah swt. Allah swt mengingatkan kita “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, hingga kamu masuk ke dalam kubur.“ (At-Takasur 1-2)
Harta juga merupakan ujian keimanan bagi seseorang. Wa’lamuu annamaa amwaalukum wa aulaadukum fitnah (Al-Anfal 28). Dan ketahuilah, hartamu dan anak-anakmu hanyalah sebagai cobaan bagimu, dan di sisi Allah ada pahala yang besar. Sejauh mana harta titipan Allah yang ada padanya, membuat dirinya makin dekat dan beriman kepada Allah swt, atau justru malah menjauhkannya dari keimanan dan ketaatan kepadanya. Kisah yang Allah ungkap dalam Al-Quran, di antaranya adalah kisah tentang kepemilikan harta yag justru telah membuat Qarun menjadi semakin jauh dari keimanan dan ketaatan, hingga akhirnya Allah swt membenamkan seluruh kekayaan Qarun ke dalam perut bumi. Manusia pada zaman sekarang, sering berseloroh telah menemukan harta karun, manakala mendapatkan harta dari perut bumi. Itulah kesudahan Qarun, harta telah membuatnya jauh dari Allah.
Kisah Tsa’labah yang hidup di zaman Rasulullah Muhammad saw, juga menjadi pelajaran bagi kita agar terus bersyukur dan mengelola harta sesuai kehendak Allah, tidak membuat lalai dari ibadah. Ternak Tsa’labah yang banyak da terus bertambah, sempat membuat jauh dari kebiasaan shalat jamaah di masjid yang selama ini telah menjadi kebiasaannya.
Selain kisah tersebut, ada juga kisah tentang kepemilikan harta yang menjadikan dirinya tetap taat dan dekat serta meningkatkan keimanannya kepada Allah swt. Misalnya kita bisa mendapatkan kisah tentang kesuksesan nabi Sulaiman dalam mengelola kekuasaan dan harta kekayaan yang berlimpah dalam bentuk istana megah dan lainnya. Semua harta dan kekuasaan tersebut tidak melenakannya, justru malah membuat nabi Sulaiman semakin giat dalam menjalankan perintah dakwah dari Allah. Hal ini tergambar dalam usahanya untuk mengajak Ratu Bilqis dari kerajaan Saba untuk beriman kepada Allah swt.
Mari sedekahkan harta kita agar berkah
sumber: dakwatuna.com
www.rumahzakat.org
#KemudahanDonasi #SharingHappiness #Zakat#Sedekah #Sharing #Happiness #Berbagi #Donasi#DonasiOnline
Tidak ada komentar:
Posting Komentar