Minggu, 25 Oktober 2015

HULUL

Secara harifah hulul berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiannya melalui fana.
Suatu ketika Al-Junaid ditanya tentang tauhid bagi orang Khawa>s (kelompok tertentu). Ia menjawab, “Hendaklah seseorang menjadi pribadi yang berada di tangan Allah dan segala kehendak-Nya berlaku bagi dirinya. Hal ini tidak bisa tercapai, kecuali dengan menjadikan dirinya fana’ terhadap dirinya dan makhluk sekitarnya.
Menurut keterangan Abu Nasr al-Tusi dalam al-Luma adalah paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat didalamnya setelah kemanusiaan dalam tubuh itu dilenyapkan.
Sebelum Tuhan menjadikan makhluk, Ia hanya melihat diri-Nya sendiri. Allah melihat pada zatnya sendiri dan Ia pun cinta pada zatnya sendiri, dan cinta inilah yang menjadi sebab wujud dan sebab dari banyaknya ini.
Al-hallaj berkesmimpulan bahwa dalam diri manusia terdapat sifat ketuhanan (lahut) dan dalam diri Tuhan terdapat sifat kemanusiaan (nasut). Jika sifat ketuhanan pada diri manusia satu dengan sifat kemanusian pada diri Tuhan maka terjadilah Hulul.
Uraian tersebut diatas, maka al-hulu dapat dikatakan sebagai suatu tahap dimana manusia dan Tuhan satu secara Rohaniah. Dalam hal ini hulul pada hakikatnnya istilah lain dari al-ittihad.
Hulul adalah ketuhanan (lahut) menjelma kedalam diri insan (nasut) dan hal ini terjadi pada saat kebatinan seseorang insan telah suci bersih adalah menempuh perjalanan hidup kebatinan.
Bahwa tokoh yang mengembangkan paham al-hulul adalah al-hallaj. Nama lengkapnya adalah Husein Bin Mansur al-Hallaj. Ia lahir tahun 244 H. (858 M), dinegri Baidha, salah satu kota kecil yang terletak di Persia. Dia tinggal sampai dewasa di Wasith, dekat Baghdad, dan dalam usia 16 tahun ia sudah belajar pada seorang sufi yang terbesar dan terkenal bernama Sahl bin Ab-bashrah di Negri Ahwaz.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar