"KESAKSIAN TAUHIDI DAN TERBUKANYA HIJAB".
Pada saat penerimaan ruh -ruh , itu adalah
maqam (derajat) ahli ruhani bukan maqam ahli pikir :
"Akal tak bisa melihat-Nya lantaran keluhuran maqam-Nya,
tetapi bisa disaksikan oleh ruh-ruh pada saat mereka diterima
(oleh-Nya).
Akal hanya bisa melihat tanda-tanda yang jelas
dalam bangunan-bangunan, dan
akal adalah mata yang terbelenggu.".
Beliau merasa bingung tentang ihwal penghapusan, pelenyapan
dan sirnanya gambaran-gambaran serta tanda-tanda jasadi.
Kemudian beliau bertanya-tanya tentang rahasia kesemuanya itu
dan berupaya menginterpretasikannya. :
"Kini,
jadilah gambaranku seolah ruh, ataukah bangunanku dihancurkan".
Apakah jasad telah menjadi ruh dan sejenis dengannya
dalam kelembutannya oleh sebab pengaruh pembersihan
dan tarikan Ilahi ?
Beliau mengungkapkan pengertian ini dalam salah satu bait sya'irnya :
"Kutinggalkan apa yang menjadi kelaziman gambaranku dan membaur
dengan apa yang menjadi kehendak ruh dalam penampilan alam gaib".
Apakah pembauran (penjenisan) ini bisa mengantarkan kepada ruhani,
kelembutan jasad dan kesamarannya ?
Atau dengan bahasa modern diungkapkan bahwa jasad meningkat
getaran-getaran atomnya, hingga lenyaplah ia, dan ihwalnya
menjadi sama dengan sinar ultra violet yang tak bisa dilihat
lantaran getarannya terlalu tinggi ?
Ataukah permasalahannya adalah ...
peleburan dan penghancuran terhadap tanda-tanda materi ,
seperti hancurnya gunung dan terjungkal pingsannya Nabi Musa
lantaran melihat kehebatan penampilan Ilahi ?
"Kini, gambaranku seperti ruh, ataukah jasadku telah hancur ?"
Ataukah ihwalnya seperti lenyapnya bintang-bintang di siang hari
lantaran pengaruh sinar matahari yang jauh lebih kuat ?
Pada hakikatnya ,bintang-bintang tersebut tetap ada ,
meski pemandangan lahiriahnya telah lenyap.
"Sifat-sifat dan asma-asma Allah mulai tampak,
dan lenyaplah (gambaran) semua makhluk.
Matahari pagi menampakkan dirinya ,
maka lenyaplah semua bintang tertutup oleh bayangannya".
DR.Musthafa Mahmud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar