Akan halnya derajat al-Hawayyiwah al-Ilahiyah (Identitas Ketuhanan),
itu adalah tingkatan yang memadukan antara dua hal
yang saling berlawanan ...,
(sifat al-Awwal dan al-Akhir, azh-Zhahir dan al-Bathin ;
semua bersumber dan bertumpu pada satu Dzat,
tanpa ada perlawanan dan tidak memiliki arah).
Seorang 'Arif belum sampai pada derajat ini beserta Allah, kecuali
jika ia telah mencapai derajat perpaduan antara dua hal
yang berlawanan ini
(ketetapan eksistensi dan sekaligus kefanaannya
selama menyaksikan penampilan Allah, dan
ketiadaan arah yang berkaitan dengan-Nya)
Dengan demikian, berarti dia telah mengetahui proporsinya
apabila ditilik dari sudut dirinya sebagai gambaran
yang melambangkan keadaan Allah :
Q.S.8:17, artinya
"Bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar
(sekaligus meniadakan dan mengukuhkan), tetapi
Allah lah yang melempar".
Jika kita memandang alam semesta , ia tampak seolah
manusia yang paling besar bentuknya.
Ia juga menghimpun dua sifat yang berlawanan didalamnya, yaitu
antara gerak dan diam (seperti dikatakan oleh teori dialektikanya Hegel).
Dalam masalah derajat ini, Dzu 'n-Nun al-Mashri mengisyaratkan
tentang bisa masuknya yang besar kepada yang kecil dan
yang luas terhadap yang sempit, tanpa melebarkan yang sempit
atau menyempitkan yang lebar.
Dalam khayal juga terjadi masalah yang sama, yakni berhimpunnya
dua sifat yang berlawanan.
Itulah derajat al-Hawiyyah al-Ilahiyyah, dan itulah derajat terluhur
dan paling rahasia, yang tak seorang pun pernah sampai ke sana.
Sama dan sederajat dengan yang tadi adalah derajat sifat Ahadiyah
(Keesaan) seperti telah kami jelaskan.
Sifat keesaan Tuhan merupakan derajat yang paling perkasa dan
terbentengi dengan sangat kuatnya, dan hingga sekarang masih tetap
dalam kegaiban.
Selamanya , Allah tidak akan pernah menampilkanDiri-Nya (ke dunia),
dengan menyandang sifat ini, oleh karena hakikat sifat ini
tidak memungkinkan begitu,
Ibnu 'Arabi mengatakan, bahwa Allah adalah Dzat yang diliputi oleh Nur
yang membakar, maka terlebih lagi Dzat-Nya sendiri.
Karena itu, jangan sekali-kali Anda menginginkan
tersingkapnya hijab sifat ini, oleh karena pada dasarnya Anda sekalian
belum mengetahui.
Tentang al-Hawiyyah, Ibnu 'Arabi merumuskannya dengan huruf 'Ha'.
Huruf ha ini seperti kita ketahui merupakan huruf yang terdalam
makhraj-nya dan berat pengucapannya., oleh karena huruf ini
keluar dari dada dan dari kedalaman.
Huruf ini berbeda dengan huruf-huruf lainnya yag dangkal makhraj-nya
(tempat keluarnya) seperti , huruf shad dan sin.
Keduanya keluar dari lidah dan dua bibir.
Oleh sebab itu, beliau mengucapkan ha sebagai pengganti al-Hawiyyah
dan mengatakan shad dan sin sebagai simbol jasad (gambaran).
Semua ini adalah perkataan ahli musyahadah
(orang-orang yang telah menyaksikan Allah).
Tak ada yang mengetahui masalah ini ,
kecuali orang yang pernah menyaksikannya
DR.MUSTHAFA MAHMUD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar