Allah swt menciptakan manusia dalam sosok yang selaras dengan
asma-asma dan sifat-sifat-Nya. Yakni , bisa mendengar, melihat,
berkehendak, hidup dan dapat berbicara.
Semua itu menunjukkan kepada Dzat Allah.
Anda mengetahui keesaan Yang Mahabenar dari keesaanmu, dan
Anda mengetahui kesendirian-Nya dari kesendirianmu.
Anda adalah satu, dan Anda adalah banyak...
Anda adalah kekal, dan Anda adalah zaman (waktu yang terbatas).
Anda adalahh lahiriah dan anda bathiniah.
Anda hidup, berkehendak, berbicara, melihat, memiliki rasa kasih
dan sayang, cinta, belas aksih, sabar, perkasa, berkuasa, mengetahui,
bisa mendatangkan kemanfaatan dan kemelaratan.
Q.S, 51 :21, artinya
"Dan (juga) pada dirimu sendiri.
Maka apakah kamu tidak memperhatikan ?
Kesemuanya itu adalah asma-asma Allah yang baik dan sifat-sifat-Nya
yang diturunkan kepadamu selaras dengan bakat dan keahlianmu.
Perbedaannya adalah, bahwa sifat-sifat Allah tersebut adalah
hak milik-Nya, sedang bagi manusia hanya sekadar kiasan (pinjaman).
Sifat-sifat tersebut pada asalnya milik Allah , kemudian maknawinya
diturunkan kepada kita (sesuai dengan sensivitas kejiwaan kita terhadapnya)
sebagai makhluk-Nya yang memantulkan keadaan aslinya.
Karena itu, tidak ada hak bagi siapa pun sebagai penyabar, pecinta, atau
penyayang tanpa menyadari bahwa hal itu terjadi berkat kemurahan Allah
dan bimbingan agama.
Orang yang mendakwakan demikian, pada hakikatnya sudah terlampau lalai
(kepada Allah) .Sebab, eksistensi seluruh akhlak tersebut pada dirinya adalah
lantaran mengalirnya asma-asma .dan sifat-sifat Allah Yang Mahaesa
dalam dirinya.
Kesemuanya itu merupakan kemurahan Ilahi.
Tetapi dengan sangat sederhana dan mudah, ia mengingkari Allah.
Perlu diketahui pula, bahwa Yang mahabenar memiliki sifat khusus, yaitu
Mahakaya. Dan bagi hamba mempuyai sifat khusus pula , yaitu
hina, butuh dan senantiasa berhajat.
Sifat khusus kehambaan ini merupakan tangga penyampai
yang bisa menaikkan hamba kepada Yang Mahabenar.
Selama seorang hamba tetap memegang erat sifat kehambaannya,
maka selama itu pula akan tetap tercurahkan kepadanya berkat Ilahi
(mengingat kedudukannya yang senantiasa berhajat).
Berdasarkan kenyataan ini, bisa dipahami bahwasanya
tidak ada sama sekali persamaan antara hamba dan Tuhan-Nya,
atau antara Khalik dan makhluk-Nya. Juga tidak ada perimbangan
antara Khalik dan makhluk-Nya .
Tidak ada kesatuan, kemanunggalan dan penitisan.
DR.MUSTHAFA MAHMUD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar