"KESAKSIAN TAUHIDI DAN TERSINGKAPNYA HIJAB".
Selanjutnya Ibnu 'Arabi melukiskan tentang kekeliruan
antara dwiwujud ini (yaitu antara hamba dan Tuhannya)
dengan sifat keesaan Dzat Ilahi, melalui perumpamaan
khamr yang berada dalam gelas kaca :
"Seakan kita (berdua) sama saja dalam pandangan kita.
Seperti beningnya kaca dalam kebeningan khamr.
Ilmu menyaksikan dua pecinta yang mukhlis saling bertemu.
Tetapi,
Mata memberikan satu gambaran terhadap pemandangannya ".
Saking jernihnya kaca dan khamr , ia jadi terkeliru (memberi hukum)
seolah khamr semua tanpa ada kaca, dan seolah kaca semua
tanpa ada khamr.
Disiniah letak misteri dwiwujud dan wahdaniyyatu 'l-Lah.
Dan satu misteri lagi, yakni keadaan nur yang dilihat.
Apakah yang dilihat oleh penyaksi adalah asma Allah karena
sebagian asma Allah adalah an-Nur ?
Allah swt berfirman :
Q.S. 24:35, artinya
"Allah adalah nur (cahaya) langit dan bumi".
Ataukah yang dilihat adalah asma-Nya az-Zahir,
karena diantara asma-asma-Nya adalah az-Zahir dan al-Bathin ?
Mengenai al-Bathin sudah dengan sendirinya terhijab, lantaran
ia tidak bisa melainkan hanya az-Zahir saja.
Ataukah yang dilihat adalah pancaran nur-nur Dzat Ilahi,
atau gemerlapnya nur yang berada di seputar Dzat Ilahi ?
Ataukah yang dilihat adalah ruh dan derajat sendiri,,
jika demikian...
bukankah ruh hamba itu adalah tiupan dari ruh Allah.
Maka , ruhnya adalah sebagian dari ryh-Nya.
Dan ketika jasad mulai menipis, tampaklah gemerlap ruhnya ?
"Diriku,
jika kubukakan sebagian dari pengetahuanku,
tak lain hanyalah nur Yang Mahaluhur,
ini bukan menyombongkan diri".
Ataukah yang dilihat adalah gambaran contoh nur-nur Ilahi
yang terpancar melalui cermin dzatnya, yang ihwalnya
persis seperti melihat matahari di permukaan air sumur yang jernih ?
Apa yang terjadi adalah,
bahwa kini dirinya telah menjadi suci dan jernih,
kini....
ia penaka cermin yang tampak di dalam nya nur-nur malakut.
Semua kemungkinan ini bisa terjadi dan telah disebutkan
di dalam sya'ir-sya'ir dan kerinduan-kerinduan Abu 'l-Azaim ,
serta dalam riwayat beliau yang memaparkan kesaksiannya.
Dan bisa dipahami pula ,
bahwa hal itu merupakan tahapan-tahapan dalam mi'raj.
Yakni,
pada suatu ketika ditampakkan kepadanya nur ruh-ruhnya,
pada suatu saat yang lain ditampakkan kepadanya
keluhuran asma-asma-Nya , dan
pada saat yang lainnya lagi ...
ia melihat nur-nur penampilan Dzat Allah.
Tidak ada ulangan daalam penampilan gaibi,
seperti dikatakan oleh Ibnu 'Arabi,
bahwa Allah tidak akan mengulang-ulang Dzat-Nya
dalam penampilan-penampilan-Nya.
Sebab, kekayaan Allah tak pernah berkurang dan
gudang-gudang kegaiban-Nya tak pernah habis.
DR. Musthafa Mahmud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar