"KESAKSIAN TAUHIDI DAN TERBUKANYA HIJAB".
Tentang lenyapnya tanda-tanda , gambaran-gambaran dan jasad,
Ibnu 'Arabi menginterpretasikan bahwa semua itu merupakan
suatu hal yang bersifat dadakan (tiba-tiba) dan hadist (baru).
Ketika berada di hadhirat (hadapan) Yang Mahamutlak,
semua yang hadist itu lenyap, dan Dia pun melenyapkan
hukum-hukum dzat-dzat (artinya, pakaian kehidupan dunia
yang disandang oleh murid ).
Kemudian Dia menanggalkan hukum dan sifat-Nya sesuai dengan
pengertian hadist qudsi berikut ini :
"Senatiasa hamba-Ku,
tetap (berupaya) mendekatkan diri kepada-Ku
dengan amal-amal sunnah hingga Aku menyintai-Nya.
Jika Aku telah menyintainya...
maka Aku adalah
pendengarannya yang dipakai olehnya untuk mendengar
dan penglihatannya yang dipakai olehnya untuk melihat,
serta tangannya yang dipakai olehnya untuk menggenggam.".
Pengertian hadist tadi adalah, bahwa Allah swt menanggalkan
hukum dan sifat ketuhanan-Nya untuknya.
Dari sinilah sering terjadi kekeliruan atas diri seorang shufi ,
hingga ia menjerit, "Aku adalah Allah".
Ini lantaran ia tidak bisa membedakan antara hukum dan Dzat-Nya.
Pada dasarnya , Allah tidak melenyapkan sesuatu pun selain hanya
hukumnya saja.
Akan halnya dzat shufi , maka ia senantiasa lenyap dan
menyertai kedudukannya yaitu, kefakiran mutlak, lemah dan
kehambaan yang sempurna.
Karena itu , tidak ada persamaan antara kedua dzat tadi.
Hamba tetap hamba, dan Tuhan tetap sebagai Tuhan.
Keadaan tetap seperti semula , tidak ada perubahan ,
meski betapa tinggi mi'raj seorang shufi.
Ia tetap sebagai hamba yang fakir dan berhajat.
Tak ada perubahan sedikitpun ,kecuali hanya hukum-Nya saja,
lantaran Allah menanggalkan nur-nur -Nya untuknya.
Tetapi , kondisi sesaat yang mengagetkan , ditambah kurangnya
kemampuan menguasai diri , telah membuat hakikat ini terhalang.
Hingga yang terbayang di benaknya hanyalah bahwa hukum dan
Dzat Ilahi adalah dia sendiri.
Karena itu ia menjerit, "Akulah Allah".
Hal ini telah mendorong Ibnu 'Arabi untuk berpesan
kepada setiap murid :
"Jadilah engkau sekedar sifat-Nya semata, dan
jangan engkau menjadi Dzat_Nya,
lantaran itu adalah suatu kemustahilan".
DR.Musthafa Mahmud
Tidak ada komentar:
Posting Komentar