"CINTA ALLAH".
Seseorang yang mengatakan "aku" , pada hakikatnya merupakan
pengambilan secara pinjaman (isti'arah) dari Tuhannya.
Pada kesudahannya , segala sesuatu bakal dikembalikan kepada Allah.
Sesuai aslinya, hanya Allah semata yang berhak mengatakan Aku.
Dia tidak mengambil kata - aku - dari siapa pun , karena itu adalah
milik-Nya secara wajib.
Dan itu bisa kita miliki dalam taraf kerendahannya dan sebagai pinjaman.
Pada saat terjadinya pemandangan Ilahi , tercabik-cabiklah semua hijab,
semua tanda dan gambaran pun lenyap, hingga 'arif pun tak mampu
melihat dirinya secara jasadi, lantaran dirinya kini merupakan
nur yang dilebur ke dalam nur-Nya.
Di sinilah shufi mengalami kegilaan saking begitu kangennya
dan menjerit dalam keadaan jadzab.
"Aku adalah orang yang kucintai,
dan yang kucintai adalah aku,
Aku adalah pecinta diriku,
dan aku adalah orang yang kucintai.
Aku adalah gadisku dan aku adalah pemudaku".
Nampaknya, kejadzaban ini telah membuat dirinya jatuh
ke dalam kesamaran , hingga ia memandang seolah dzatnya
adalah Dzat Allah.
Padahal, hakikatnya jauh panggang dari api .
Sebenarnya ,
dirinya tidak lebih sekedar sarana penampilan bagi terbukanya hijab.
Dzatnya bagaikan wadah , dan wadah ini tampak dalam warna
yang mewarnai airnya.
Hingga dalam kejadzaban ini, ia mengira bahwa dirinya adalah Dia.
Padahal, hakikatnya ,dia bukanlah Dia.
Ia hanya sekedar penampil pancaran-Nya.
Persis seperti tabung lampu neon yang menampilkan cahaya
yang ada di dalamnya.
Dia adalah dia dan nur-nur adalah nur-nur.
Allah bukan segala sesuatu yang tampak,
dan bukan semua yang bisa dilihat,
meski Dia tampak daalam kesemuanya itu,
"Allah ada pada segala sesuatu,
Dia tampak seolah ini, dan seakan itu adalah Dia.
Seolah Dia mirip dia, tetapi bukan Dia ,
Dia bukanlah dia".
DR.Musthafa Mahmud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar