Jumat, 03 Juni 2016

MENGAPA KITA TERHIJAB?

Syarah Al-Hikam

MENGAPA KITA TERHIJAB?


“Sebenarnya, 
Allah Swt tertirai darimu semata-mata karena sangat Maha DekatNya padamu.”
(Ibnu Athaillah as-Sakandary)


Dalam syarahnya terhadap Al-Hikam, Syeikh Zarruq menegaskan, 

bahwa dekatnya Allah swt itu 
tidak dipahami sebagai dekatnya suatu benda dengan benda lain, 
atau dekatnya jarak, 
atau dekatnya sesuatu yang dikaitkan dengan yang lain. 
Karena dekat semacam itu mustahil bagi Allah Swt.

Yang dimaksud dengan dekatNya adalah 

kedekatan meliputiNya melalui sifat Ilmu, Qudrat dan IradatNya, 
selayaknya kemahabesaran dan kemahaindahanNya. 
Dan sudah nyata bahwa 
Qudrat dan IradatNya meliputi wujudnya hamba 
dan IlmuNya meliputi seluruh waktu dan gerak gerik hambaNya. 
Yang menggerakkan aktivitas dan mewujudkan makhluk adalah Dia, 
karena itu Dialah yang Maha Dekat kepada makhluk 
dibanding adanya makhluk itu sendiri.

Sedangkan hijab (tirai) bagi makhluk 

muncul karena wujud makhluk atau karena makhluk itu diwujudkan. 
Ketika semakin kuat eksistensi wujud makhluk 
dan semakin luas ekspressi aktivitasnya, 
maka semakin kuat pula hijab mereka, 
disebabkan kesibukan mereka tersebut. 
Itulah realitas manifestasi kedekatan yang meliputi. 

 Sedeangkan kuatnya sifat Dekat 
membuat makhluk terhijab dari dekat dan yang mendekat. 

Dalam al-Qur’an disebutkan, 
“Dan Kami lebih dekat padanya dibanding kalian, tetapi kalian tidak melihatnya.” (Al-Eaqi’ah 85)

Maka Syeikh Abul Abba s Al-Mursy bermunajat:
“Wahai Yang Maha Dekat, 

Engkaulah Yang Dekat, sedangkan akulah yang jauh.
 Kedekatanmu padaku membuat aku putus asa pada selain DiriMu, 
sedangkan jauhku padaMu, 
mengembalikan aku untuk terus mencari anugerah dariMu. 
Maka limpahkanlah anugerakMu padaku 
sehingga hasratku terhaous oleh kehendakMu, 
Wahai Yang Maha Kuat nan Maha Mulia.”

Ibnu Athaillah as-Sakandary melanjutkan:

“Allah swt tertutup karena dahsyatnya kejelasanNya, 
dan Dia tersembunyi dari pandangan mata karena agungnya cahayaNya.”

Kejelasan Allah Swt tampak dalam tindakanNya, 
itulah yang membuat para makhluik tertutup melihatNya langsung. 
Kejelasan itu disebabkan pancaran Nur SifatNya 
yang tampak pada seluruh semesta makhluk, 
yang dinunia ini hanya bisa dilihat secara maknawi (spiritual). 

Kadar ruhani maknawi seseorang sangat erat kaitannya 
dengan aktivasi penglihatannya di akhirat kelak, 
menurut Sunnatullah Swt. 
Sangat kuatnya wujud kejelasanNya, 
membuat terhalangnya untuk memandangNya.

Sebagaimana mata kelelawar ketika tersorot oleh cahaya matahari, 

semakin dekat cahaya itu semakin buta matanya
 –“Dan bagi Allah adalah contoh yang luhur “ –

Inilah para Sufi menegaskan, 

“Orang yang memandang – dalam bertauhid – 
seperti orang yang memandang matahari, 
ketika pandangannya semakin bertambah kuat ia semakin buta.”

Maka Sayyuidina Abu Bakr ash-Shiddiq ra, 

mengatakan, 
“Maha Suci Dzat 
yang tidak menjadikan jalan bagi makhluk 
untuk mengenalNya, 
kecuali jalan itu adalah 
ketakberdayaan untuk mengenalNya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar