Menurut pendapat yang telah disepakati adalah bahwa kita
memang sudah berwujud sebelum itu.
Sebagai dalil adalah dekrit perjanjian yang ada dalam al-Qur'an,
di mana kita diangkat sumpah oleh Tuhan agar mengakui-Nya
sebagai Tuhan sebelum kita diturunkan ke dalam rahim
Q.S. 7 : 172 : 173 artinya,
"Dan (ingatlah) , ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan
anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), 'Bukankah Aku ini Tuhanmu?'
Mereka menjawab, 'Betul, (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi'.
(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu
tidak mengatakan ,
"Sesungguhnya orangtua-orangtua kami telah mempersekutukan Tuhan
sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak keturunan- anak keturunan
yang (datang) sesudah mereka.
Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan
orang-orang yang sesat dahulu ?".
Di situ, terjadilah penghadapan .
Anak-anak sebelum mereka keluar dari sulbi-sulbi ayah-ayah mereka,
berdiri di hadapan Tuhan mereka.
Seorang anak tidak akan datang sebelum ayahnya.
Kecuali jika hal itu terjadi di sisi Allah yang tidak terikat
dengan zaman dan tempat.
Jiwa manusia tetap berbentuk nur sebelum memasuki jasadnya
yang tercipta dari tanah.
Masalah tadi diperkuat oleh firman Allah yang berbunyi :
Q.S. 95 : 4-5
"Sesungguhnya ...
Kami telah menciptakan manusia
dalam bentuk sebaik-baiknya.
kemudian...
Kami kembalikan dia ke tempat
yang serendah-rendahnya".
Kaum 'arifin menginterpretasikan ayat-ayat tadi, bahwa manusia
mengalami fase nurani di zaman azali.
Pada masa itu, manusia berada dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
sebelum ia dikembalikan ke tempat yang serendah-rendahnya,
yakni dimasukkan ke dalam tanah liat dari air(mani) yang hina.
Imam Abu 'l-Azaim sering menyebut fase nurani di dalam sya'ir-sya'irnya.
Beliau mengungkapkan kerinduan dan kegandrungannya ke masa lalu,
saat ia berdiri di hadapan Tuhannya membacakan dekrit,
"Alastu birabbikum ( Bukankah Aku ini Tuhanmu) ?".
Kemudian beliau memohon kepada Allah agar Dia
menyingkapkan Hijab baginya.
Beliau mengatakan, bahwa manusia telah mengalami alam azali nurani
sebelum dirinya terbentuk dalam gambaran tanah liat.
"Aku tidak memiliki umur , permulaanmu tidak dibatasi dengan waktu.
Peredaran matahari adalah sebagian dari sayapku".
Maksudnya, belaiu sudah ada sebelum matahari bereksistensi.
Kemudian beliau menceritakan kisah berikut ini
dalam gaya bahasa yang cantik :
"Dulu,
aku adalah nur,
Tak ada kerajaan dan tak ada falak.
Aku hidup di alam kegaiban.
Yang bisa melihatku hanyalah para abdal".
DR. MUSTHAFA MAHMUD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar