Pengertian dari kata-kata tadi ialah, bahwa keputusan Allah
yang telah diketahui-Nya (diprogramkannya) sejak zaman azali ,
hanyalah mengikuti bakat dan kemampuan (keahlian) dzat-dzat tersebut,
dan berdasarkan apa yang dipendam oleh dzat-dzat tadi
pada zaman azali .
Jadi , sama sekali mereka tidak dipaksa atau diharuskan.
Tidak ada yang namanya perlakuan aniaya dan Tuhanmu
sama sekali tidak pernah berlaku aniaya terhadap seorangpun.
Dia hanya sekadar mengeluarkan apa yang terpendam
dan menampakkan apa yang terpendam dan menampakkan
apa yang tersembunyi pada al-'adam (ketiadaan).
Q.S. 27:25, artinya
"....agar mereka tidak menyembah Allah Yang mengeluarkan
apa yang terpendam di langit dan di bumi."
Q.S. 9:64, artinya
"Sesungguhnya ..
Allah akan menyatakan (mengeluarkan) apa yang kamu takuti."
Q.S. 2:72,artinya
"Dan sesungguhnya Allah hendak menyingkapkan
apa yang selama ini kamu sembunyikan."
Q.S.. 47:29, artinya
"Ataukah orang-orang yang dalam hati mereka terdapat penyakit
menyangka bahwa Allah tidak akan mengeluarkan
kedengkian-kedengkian (apa yang terpendam) dalam diri mereka".
Itulah rahasia qadar.
Tidak ada penggandaan atau pertentangan antara kehendak Tuhan-nya
dan hamba-Nya. Allah hanya memilih untuk hamba-Nya apa yang dipilih
oleh hamba itu sendiri , hingga terjadilah qadar.
Sedang qadha Allah , adalah sama pengertiannya dengan
kebebasan hamba , perwatakan dan hakikatnya.
Seorang hamba tidak dibenarkan mengatakan kepada Allah ,
"Engkau telah menciptakan watakku yang sangat jahat ini ",
Ucapan seperti merupakan prasangka yang tidak benar.
Sebab, dzat-dzat yang tetap (esensi jiwa) bersifat azali
pada masa ketiadaannya ,dan bukannya makhluk.
Hanya saja, Allahlah yang menciptakan gambaran wujudnya,
kemudian memberinya ilham tentang jalan kebajikan dan kejelekan
secara berbarengan.
Tapi, ia menolak kebajikan dan hanya menerima kejelekan.
Allah swt.berfirman :
Q.S. 91:8, artinya
"Maka ...
Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefakiran dan ketakwaan".
Tentang dzat-dzat yang tetap ini, Ibnu 'Arabi mengatakan bahwa
ia bukan merupakan hasil cipta sang Pencipta, bahkan
ia memiliki kebebasan yang nisbi , dan keberadaannya bersama dzatnya
bukan lantaran adanya causa (penyebab) .
Ia mempunyai hak sebagaimana Allah pun memiliki,
"Hai kamu, engkau adalah causa dari eksistensimu",
demikianlah firman-Nya.
Engkau dicaulitaskan oleh causa sendiri,
sedang Allah adalah Penciptamu, maka mengertilah kamu.
Dzat-dzat atau esensi-esensi kehidupan ini bukanlah
partikel-partikel ruh seperti dikatakan oleh Lapentiz, dan
bukan pula filsafat-filsafat Plato yang mengatakan bahwa
ia mempunyai bayangan di bumi.
DR. Musthafa Mahmud
Tidak ada komentar:
Posting Komentar