"KESAKSIAN TAUHIDI DAN TERBUKANYA HIJAB"
Dalam kebingungannya , seorang shufi mengatakan :
"Diriku lebur ke dalam nur-nur".
Terkadang , masyhad ini membuat shufi kaget, gila dan
hilang keseimbangan akalnya.
Dan terkadang membuatnya lupa akan dirinya,
hingga tanpa disadari ia pun menjerit dalam kemabukannya,
"Akulah Allah, mahasuci aku, alangkah agungnya keadaanku !"
Terhadap pendakwaan seperti ini, Ibnu "Arabi menanggapinya
bahwa hal itu menunjukkan ketidaksempurnaan shufi dan
ketidakmampuannya dalam mengekang diri, dan merupakan
kekurangajaran dalam menyambut kekangenan
yang dianugerahkan Allah untuknya.
Sehubungan dengan hal itu , Ibnu 'Arabi mengatakan tentang
para 'arifin yang sempurna :
"Di hamparan kekangenan , mereka takut akan derajat-Nya
lantaran kedudukan kekangenan ini mengandung kehancuran".
Ibnu 'Arabi menggambarkan kesaksian ini dengan gaya bahasa
yang indah dan sarat dengan isyarat :
"Jika telah sirna apa yang fana dan hanya tertinggal
apa yang tetap kekal, ketika itu tampaklah bukti
yang jelas sejelas matahari untuk bisa dilihat secara nyata.
Kesucian Yang Mahamutlak tampak dalam bentuk keindahan
yang mutlak.
Itulah yang disebut sebagai Dzat Yang Mujmal dan Yang Wujud,
atau dinamakan pula sebagai al-Maqam (derajat), as-Sukun (diam)
dan al-Jumud (statis).
Ketika itu, kaulihat bilangaan menjadi satu , tetapi memiliki
peringkat-peringkat derajat, hingga tampaklah dengan berjalannya
yang satu itu dzat-dzat bilangan (makhluk) .
Di sini ,
terpelesetlah lisan orang yang mengatakan tentang
adanya kemanunggalan.
Sebab,
ia melihat yang satu ini berjalan dalam tingkatan-tingkatan yang khayali .
Ilmu Kasyfs adalah ilmu yang harus dirahasiakan dari kebanyakan orang
lantaran kedalamannya amat jauh dan kehancurannya amat dekat.
Orang yang tidak mampu menguasai diri pada saat menyaksikan
pemandangan (kesaksian) ini, mungkin akan mengatakan,
"Aku adalah Dzat yang kucintai , dan
Dzat yang kucintai Allah) adalah aku".
Lantaran itu ,
kita wajib merahasiakan dan menyembunyikannya".
Tentang peringkat ini , al-Hallaj mengatakan :
"Engkau campurkan Ruh-Mu dalam ruhku.
Dalam kehidupan dunia dan kejauhanku.
Seperti Engkau itulah keadaanku dan
maksud yang kutuju".
Perkataan seperti ini mengandung pengakuan tentang adanya
kemanunggalan , penjelmaan, pendakwaan sebagai Tuhan
dan wihdatu 'l-wujud,
yang kesemuanya dilarang keras oleh syari'at.
Para shufi memaklumi apa yag terjadi pada diri al-Hallaj.
Sebab, ketika itu ia dalam keadaan tidak sadar dan lupa akan dirinya,
lantaran dikagetkan oleh penampakan Yang Mahahaq, hingga
mabuklah ia menyaksikan pemandangan yang suci ini.
Meski bagaimanapun interpretasi dan penilaian para shufi
terhadap diri al-Hallaj , namun derajatnya tetap melorot
dari derajat kesempurnaan dan pengeasaan diri.
DR. Musthafa Mahmud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar