Rabu, 21 Oktober 2015

RAHASIA YANG MAHA AGUNG

"KESAKSIAN TAUHIDI DAN TERSINGKAPNYA HIJAB".

Yang menjadi pokok permasalahan dan mengundang timbulnya 
perselisihan  pendapat adalah kefanaan dalam keadaan syuhud
(penyaksian).
Dalam upaya menafsirkan keadaan seperti ini, 
orang-orang Hindu telah melahirkan pemikiran tentang penitisan,
kemanunggalan,  nirwana, dan pranirwana (keabadian sesudah fana).

Semua itu merupakan tinjauan yang salah dalam menafsiri kondisi shufi
yang luhur seperti ini.
Penyebabnya adalah lantaran penafsiran mereka ini 
didasarkan kepada akal.
Mereka menjadikan akal sebagai hakim dalam  memutuskan 
perkara yang sama sekali tidak rasional ini.
Dan lantaran mereka juga tidak mempunyai syari'at Nabi
atau mungkin mereka telah menyimpangkan ajaran nabi-nabi mereka
seperti yang terjadi dalam agama Masehi,  atau Zoroaster yang Majusi,
dimana mereka telah menyimpangkan ajaran tauhid Zoroaster yang shufi
kepada penyembahan api yang bisa diindera.
Dan agama Islam sendiri tidak luput dari oknum-oknum shufi 
yang dalam keadaan mabuk dan jadzab telah menjadi gila 
dan keluar dari syari'at Islam.
Sebagai contoh, inilah perkataan al-Hallaj , 
"Aku adalah Allah, didalam  jubah ini tak lain adalah Allah".
Hingga Ibnu 'Arabi sendiri yang sering menasehati murid-murid nya 
untuk tidak sampai mabuk dan menjadi gila, 
tiba-tiba dalam keadaan jadzabnya menjerit dan mengatakan :

"Sejak aku mengaku menjadi Tuhan, 
  kemudian dikembalikan lagi ke alam lahiriah.
  Demikianlah keadaanku, maka 
  hanya kepadakulah kalian memohon perlindungan.
  Dalam jubah ini tak ada  sesuatupun 
  selain apa yang dikatakan oleh al-Hallaj, 
  maka nikmatilah oleh kalian".

Pada kesempatan lain beliau menjerit lagi :

"Jika engkau mengetahui Yang Mahahaq,
  maka engkau hanya mengetahui dirimu saja".

Pada kesempatan lain dan dalam kemabukan jadjab yang kontradiktif,
beliau menjerit :

"Tak lain yang ada hanyalah Yang Mahahaq.
  Dzat-Nya yang zahir adalah sifat hamba.
  Tetapi , jangan katakan bahwa Dia adalah Dzat mereka.
  Melainkan (katakanlah) seperti apa yang kukatakan 
  dan jangan menambah-nambahi".

Futuhatu 'l-Makkiyah (al-Masyhadu 'l-Tauhidi) dipenuhi dengan 
pendalaman-pendalaman seperti ini,  tetapi Ibnu "Arabi 
kembali kepada kesadarannya.
Dan dalam keglobalan aliran dan pemikirannya,  
beliau mengingkari sama sekali hal-hal tadi dan melarangnya 
seraya memohon perlindungan kepada Allah untuk tidak mengakhiri 
kehidupannya dengan kehidupan seperti ini.

DR. Musthafa Mahmud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar