"KESAKSIAN TAUHIDI DAN TERSINGKAPNYA HIJAB".
Yang menjadi pokok permasalahan dan mengundang timbulnya
perselisihan pendapat adalah kefanaan dalam keadaan syuhud
(penyaksian).
Dalam upaya menafsirkan keadaan seperti ini,
orang-orang Hindu telah melahirkan pemikiran tentang penitisan,
kemanunggalan, nirwana, dan pranirwana (keabadian sesudah fana).
Semua itu merupakan tinjauan yang salah dalam menafsiri kondisi shufi
yang luhur seperti ini.
Penyebabnya adalah lantaran penafsiran mereka ini
didasarkan kepada akal.
Mereka menjadikan akal sebagai hakim dalam memutuskan
perkara yang sama sekali tidak rasional ini.
Dan lantaran mereka juga tidak mempunyai syari'at Nabi
atau mungkin mereka telah menyimpangkan ajaran nabi-nabi mereka
seperti yang terjadi dalam agama Masehi, atau Zoroaster yang Majusi,
dimana mereka telah menyimpangkan ajaran tauhid Zoroaster yang shufi
kepada penyembahan api yang bisa diindera.
Dan agama Islam sendiri tidak luput dari oknum-oknum shufi
yang dalam keadaan mabuk dan jadzab telah menjadi gila
dan keluar dari syari'at Islam.
Sebagai contoh, inilah perkataan al-Hallaj ,
"Aku adalah Allah, didalam jubah ini tak lain adalah Allah".
Hingga Ibnu 'Arabi sendiri yang sering menasehati murid-murid nya
untuk tidak sampai mabuk dan menjadi gila,
tiba-tiba dalam keadaan jadzabnya menjerit dan mengatakan :
"Sejak aku mengaku menjadi Tuhan,
kemudian dikembalikan lagi ke alam lahiriah.
Demikianlah keadaanku, maka
hanya kepadakulah kalian memohon perlindungan.
Dalam jubah ini tak ada sesuatupun
selain apa yang dikatakan oleh al-Hallaj,
maka nikmatilah oleh kalian".
Pada kesempatan lain beliau menjerit lagi :
"Jika engkau mengetahui Yang Mahahaq,
maka engkau hanya mengetahui dirimu saja".
Pada kesempatan lain dan dalam kemabukan jadjab yang kontradiktif,
beliau menjerit :
"Tak lain yang ada hanyalah Yang Mahahaq.
Dzat-Nya yang zahir adalah sifat hamba.
Tetapi , jangan katakan bahwa Dia adalah Dzat mereka.
Melainkan (katakanlah) seperti apa yang kukatakan
dan jangan menambah-nambahi".
Futuhatu 'l-Makkiyah (al-Masyhadu 'l-Tauhidi) dipenuhi dengan
pendalaman-pendalaman seperti ini, tetapi Ibnu "Arabi
kembali kepada kesadarannya.
Dan dalam keglobalan aliran dan pemikirannya,
beliau mengingkari sama sekali hal-hal tadi dan melarangnya
seraya memohon perlindungan kepada Allah untuk tidak mengakhiri
kehidupannya dengan kehidupan seperti ini.
DR. Musthafa Mahmud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar