Ada seorang murid Abu Hafs yang menunggu dengan sikap dan kesopanan yang luar biasa. Junaid berkali-kali memandangnya,
karena ia sangat terkesan dengan sikap murid Abu Hafs itu.
Junaid bertanya kepada Abu Hafs,
“Sudah berapa lama ia menjadi muridmu?”
“Sepuluh tahun,” jawab Abu Hafs.
“Tata kramanya sempurna,
ia benar-benar bermartabat,
anak muda yang sungguh mengagumkan.” Kata Junaid.
“Ya,” ujar Abu Hafs,
“Ia telah menghabiskan 17 ribu dinar uangnya untuk keperluan kami,
dan telah meminjam 17 ribu dinar lagi untuk keperluan kami.
Namun setelah semua itu,
ia masih saja belum berani mengajukan satu pertanyaan pun kepada kami.”
Kalau 1 Dinar dibulatkan jadi Rp. 2.000.000 maka si murid telah memberikan
Rp. 34 Milyar kepada Gurunya dan meminjamkan dalam jumlah yang sama pula besarnya, jadi total uang yang diberikan kepada Gurunya Rp. 68 Milyar!.
Sebegitu besar pengorbanan murid dari segi materi kepada Sang Guru,
namun selama 10 tahun dia tetap menempatkan diri sebagai murid,
bahkan mengajukan 1 pertanyaan pun dia tidak berani,
menandakan bahwa dia benar-benar seorang murid,
bukan memposisikan sebagai seorang kaya yang membeli seorang Guru
dan kemudian mengatur kehidupan Guru sesuka hatinya.
Hadap sang murid ini yang membuat kagum seorang Guru Sufi Junaidi al-Baghdadi.
Kisah di atas mengajarkan kepada kita
bagaimana akhlak seorang murid kepada Gurunya,
memberi tapi tidak merasa memberi,
memberi tapi tidak merasa memiliki dan
memberi tidak merasa membeli Gurunya.
Share this:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar