Selasa, 24 November 2015

MEMAKMURKAN DIRI

Pembicara: Anggito

(Bagian ke-2 dari 4 tulisan. Materi lainnya: (1) Belajar Bersikap Sadar, (3) Mengamati Pikiran, (4) Belajar Memahami Kehidupan.)

Kita sering tidak sadar dengan apa yang kita lakukan.

#
Jika kita melakukan kebaikan semata-mata untuk sesuatu di luar diri, 
maka manfaat yang didapat juga untuk hal-hal di luar diri, 
dan tidak akan bisa memakmurkan diri.

Ciri bahwa kebaikan itu dilakukan atas dasar sesuatu di dalam diri, 
kita melakukannya tanpa pretensi, so akan lupa.
Tapi jika dilakukan karena sesuatu di luar diri, 
seumur hidup akan ingat. 
Misal, itu masjid yg saya bangun, itu anak yatim yg saya biayai, 
maka ketika ia memilih jalan lain, kita kecewa.

Sesuatu yang baik jika bukan berdasar kebaikan sendiri, nonsen. 
Banyak orang berbuat baik tapi tidak menjadi baik. 
Misal, pejabat korup naik haji juga.

Sholat itu kan untuk mencegah perbuatan keji & munkar, sifatnya preventif. Bukan untuk menghapus perbuatan keji & munkar.

Kekeliruan besar: 
Kelak timbangan pahala baik lebih besar dari pahala buruk, 
maka pahala baik akan menghapus dosa-dosa. 
Tidak ada konsepnya dosa bisa dihapus.

#
Agama apapun hakekatnya memiliki nilai-nilai kebaikan universal.
Agama adalah keyakinan, so tidak bisa diperdebatkan.

Seringkali kita memaknai perintah agama dengan hanya fokus pada perintahnya,
 tidak fokus pada makna dibalik perintahnya, 
so kehilangan arti ibadah yang memakmurkan diri kita.

#
Instrumen di dalam jiwa yang luar biasa halus: ego. 
Ia bisa masuk kepada siapapun, ulama, penguasa, atau siapapun. 
Kepada ulama misalnya ia jadi mengatasnamakan agama untuk sesuatu apapun. 
Ego itu masuk begitu halusnya, tidak disadari.

Ego itu adalah representasi dari dominasi tubuh fisik.

#
Bagaimana cara mengetahui sesuatu itu berasal dari hati, 
dan bukan dari pikiran kita (atau sebaliknya)?

Pikiran itu membedakan benar-salah, berhitung untung-rugi. 
Sedangkan hati, membedakan baik-buruk, 
berhitung sama sekali bukan untung-rugi, 
melainkan manfaat-tidak manfaat.

Kesadaran rasional, pusatnya di otak. 
Kesadaran qalbu, pusatnya di dada (hati?).

#
Takut pada kematian, menganggap kematian sebagai hukuman. 
Yang benar, kematian adalah bentuk kasih sayang Tuhan yang sangat besar.

Adalah pemahaman yang keliru jika kematian diartikan sebagai akhir dari segalanya. 
Yang benar, kematian adalah perpindahan eksistensi saja, 
malah merupakan awal dari segalanya.

Kalau ibadah kita telah bisa benar-benar menyentuh jiwa kita.

#
Bedanya sukma dan ruh?

Manusia terdiri dari jasmani dan ruh(ani). 
Jiwa itu letaknya di antara jasmani dan ruh. 
Jiwa lebih dekat kepada jasmani, 
bagian-bagiannya adalah: akal, hati, pikiran, emosi, dan perasaan. 
Ruhahi lebih dekat kepada Tuhan. 
Ruh adalah satu entitas yang tidak terjelaskan. 
Dalam konsep kepercayaan Timur, 
ruh adalah entitas yang dimana Tuhan ada di dalamnya.

Untuk mengenal ruh, harus mengenal jiwa.

#
Misi jiwa di dunia adalah untuk ber-evolusi. 
Sekolahnya di kehidupan dunia. 
Tapi jasmani (baca: dunia) tidak boleh dinafikan, 
dunia adalah tempat jiwa belajar.

Ayat Quran: 
Aku hidupkan engkau, Aku matikan engkau, empat kali. 
Apakah kamu tidak berpikir?
Empat kali ini diterjemahkan sebagian ulama sebagai 4 alam: 
rahim, dunia, barzakh dan akhirat.

Dalam agama lain ada konsep bahwa 
setiap jiwa akan ber-reinkarnasi ratusan kali sampai dia sadar sebagai ruh 
(dalam kepercayaan Timur).

Tahapan kesadaran:
Sadar sebagai fisik
Sadar sebagai jiwa. 
Masuk ke tahap mengendalikan jiwa, 
kesadaran masih dalam konteks pikiran, 
tahap mencapai jiwa yang tenang.

Sadar sebagai ruh. 
Kesadaran di luar konteks pikiran. 
Kesadaran dimana Tuhan tidak terjangkau.

#
Hati (qalb'), sifatnya labil (bolak-balik).
Dalam al Quran ada konsep nafsul muthmainnah, 
artinya jiwa yang tenang, jiwa yang makmur, jiwa yang tidak terpengaruh dualitas. 
Tidak terpengaruh dualitas artinya standar, 
tidak berpihak pada keduanya, susah-senang sama saja.

#
Kebahagiaan adalah kebutuhan jiwa, yang sifatnya immateri.

Misal beli baju bagus, dipakai 1-2 kali, terasa bahagia. 
Setelah 3 kali dipakai, dst, rasa bahagia itu hilang, mengapa?
Karena jiwa hanya punya satu kebutuhan, yaitu rasa cukup.
Sesuatu yang berlebihan, lari ke yang bersifat materi, lalu masuklah ego.

#
Tuhan tidak bisa dijangkau oleh pikiran, 
Tuhan tidak bisa dilibatkan dalam dualitas. 
Baik-buruk, senang-susah, dsb adalah konteks dualitas.

Tuhan Maha Perkasa + Maha Kuasa, adalah dualitas. 
Dalam hal ini Tuhan menurunkan konteksnya 
ke konteks pikiran untuk bisa terjangkau oleh manusia.

Tuhan tidak bisa dipikirkan, 
tetapi hanya bisa dirasakan (konsep ihsan dalam Islam).
Orang Kristen merasakan Tuhan dalam personifikasi Yesus.
Orang Islam merasakan Tuhan sebagai imajinasi.

#
Beda spiritualitas dan taqwa? 
Ketenangan jiwa adanya di mana?

Spiritualitas adalah inti agama, 
merupakan kebenaran universal (bukan untuk agama tertentu, tapi untuk semua agama).

Spiritualitas ~ ruh. 
Semua gerak kehidupan alam semesta harus difokuskan pada ruh. 
Dan ruh itu adalah satu: “RUH KETUHANAN”.

Agama adalah wilayah fisik. 
Sadar sebagai ruh artinya belajar mengatasi dualitas.

Ketaqwaan adalah bagian dalam agama. 
Ketaqwaan adalah ketaatan orang dalam menjalankan agama--semua perintah agama, 
yang tujuannya satu: “meruhanikan jasmani”.

Bila taqwa hanya diartikan fisik, tidak akan menyentuh ruh/jiwa.
Jiwa yang tidak tenang, 
ada yang benar akan menyanjung-nyanjung, ada yang salah akan memaki-maki.

#
Mengapa kita dihidupkan di dunia? 
Mengapa kita diciptakan ada laki-laki dan perempuan? 
Ini adalah misteri agung penciptaan (perlu pemahaman lintas agama).

Penciptaan Tuhan adalah bentuk kasih sayang Tuhan. 
Semua dicipta untuk mengalami evolusinya masing-masing.

Evolusi fisik, fisik manusia adalah sebaik-baik penciptaan, so tidak akan berevolusi lagi.

Evolusi ruh, 
ruh akan terus berevolusi, 
sebelum mengenal jiwa dengan baik,
ruh tidak akan dikenali. 
Untuk mengenal ruh, harus mengenal jiwa.

#
Kita menyatakan sesuatu itu 'ada', berdasar apa?
Biasanya hanya berdasar materi-fisik.

Tuhan tidak bisa dirasakan oleh jiwa, tetapi oleh RUH.
Pada saat kita mengenal Tuhan (:merasakan Tuhan), 
itu adalah saat dimana ruh kita bersatu atau 
mencapai kesadaran ruh Tuhan.

#
Jangan pernah mengajarkan pada anak didik bahwa Tuhan itu penghukum dlsb yang sejenis. Imajinasi yang salah pada anak-anak, bahwa Tuhan adalah penghukum, salahnya sampai tua imajinasi kita tidak berubah.

#
Rasulullah di gua Hira untuk bertafakur (perenungan). 
Meditasi itu hanya beda istilah.

Quran diturunkan untuk membenarkan masyarakat Arab 
yang peradabannya sangat rendah. 
Rasul yang ummi (tidak bisa baca tulis), 
lalu bagaimana beliau bisa memahami Quran yang teks (sepenuhnya teks). 
Ada hadits Qudsi untuk pemahaman yang lebih tinggi. 
Hadits Qudsi tidak dimuat dalam al Quran.


Sebuah jiwa tahu apa yang ingin ia capai,
sebelum ia masuk tubuhmu di bumi.
Namun 
kepribadianmu membuat pencapaian tujuan itu tertunda.
Maka, makmurkan jiwamu,
agar ia tahu apa yang harus ia lakukan.
Renungan.. 
akan mengantarmu untuk mengenal Tuhan..
[]

Firman Allah kepada Nabi kita
(dengan demikian kepada seluruh ummatnya):

“Kebijaksanaan di dalam tindakan-Ku 
menciptakan engkau adalah
untuk melihat bayangan-Ku dalam cermin jiwamu, 
cinta-Ku dalam hatimu.”

Posted by Dedeh SH No comments:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar