Sabtu, 28 November 2015

MEREGUK SARI TASAWUF.

TAFSIR SURAT AL-FATIHAH.

Satu jawaban yang diberikan kaum Sufi pada pertanyaan 
tentang watak manusia adalah bahwa sosok manusia ,
anthropos (mencakup laki-laki dan perempuan) , 
diciptakan agar dapat diajak bicara dengan Allah 
dan balas berbicara kepada-Nya, 
secara sadar dan kehendak bebas.

Hubungan kita dengan Allah , 
yang berarti juga dengan Diri Ilahi, 
di pusat jiwa kita, 
menentukan siapa diri kita sebenarnya 
dan apa yang menjadi tujuan kita.

Kita masing-masing dapat memulai dengan pertanyaan 
"siapakah aku ?" dan jika kita cukup gigih mencari 
akan dipimpin langkah demi langkah ke jawaban Sufi 
bahwa kita adalah wujud-wujud yang dapat berbicara 
secara langsung dengan Allah, dengan cara 
memuji-Nya dan bersyukur kepada-Nya , yaitu 
dengan mengucapkan al-hamdu lillah, 
dan pada gilirannya ...
akan menjadi layak untuk diajak berbicara oleh-Nya 
dan karenanya meraih-Nya dan menyadari bahwa
pada akhirnya Dia adalah satu-satunya Aku.

Ayat dari Al-Fatihah ini selanjutnya berbicara tentang Allah
sebagai Tuhan semesta Alam.
Ini berarti bahwa secara metafisikal dan kosmologis,
Allah adalah penguasa dari alam semesta 
dan kita adalah makhluk yang diletakkan 
di dalam salah satu dari banyak dunia, 
yang di dalam seluruh itu, Dia adalah Tuhan.

Mengatakan "Tuhan semesta alam" berarti menyadari bahwa
alam semesta bukan sekadar hamparan kuantitatif yang bisa diukur
menurut koordinat Cartesian.
Sebaliknya, 
itu secara simbolis merupakan ranah Keberadaan Ilahi, 
yang mencakup seluruh tempat di mana kita hidup dan bergerak
serta mencakup keberadaan kita di dunia yang ini 
dan di seluruh dunia yang lain.

Ayat ini berbicara tentang dunia dalam bentuk jamak, yang berarti
pertama, bahwa realitas tidak terbatas pada dunia ini saja, dan
kedua, bahwa Allah adalah realitas sentral di setiap dunia - artinya
keberadaan yang lain , bukan dunia-dunia menurut sains fiksi modern -
di mana kitaa dapat berkelana di dalam ruh dan jiwa.

Tidak ada ekstra -teritorialitas sehubungan dengan kuasa Allah,
hukum-hukum-Nya , dan tanggung jawab kita kepada-Nya 
sebagai manusia, sebagai wujud yang ditentukan oleh jawaban 
yang telah kita berikan kepada-Nya bahkan sebelum penciptaan dunia,
saat Dia bertanya pada kita , "Bukankah aku ini Tuhanmu?"
dengan penegasan yang terus menggema .

Menjadi manusia sepenuhnya berarti 
mewujudkan kehambaan kita terhadap Allah 
dan selalu sadar akan ketuhanan ini di mana pun,
di dunia manapun, kita kebetulan berada.

@SHN.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar