Pembicara: Andri Hariadi
Tuhan semestinya menjadi sentral kehidupan kita.
Selama kita meyakini Tuhan, hidup kita akan bahagia.
Kesadaran akan asal & tujuan.
Kesadaran akan asal, dari mana kita berasal,
menimbulkan pertanyaan yang mendorong kita untuk mencari tahu asal kita.
Kesadaran akan tujuan,
menimbulkan pertanyaan bagaimana kita mencapai keabadian (tingkat yang lebih tinggi), yang merupakan suatu kepastian yang akan mendatangkan kebahagiaan.
Semua kehidupan kita (kebahagiaan, kesedihan, dll.) tidak ada yang sia-sia.
Semua ada perhitungannya.
Maka setiap laku kita,
keseluruhannya adalah merajut kebersamaan dengan Tuhan.
#
Tentang mengapa agama memiliki konsep berbeda-beda tentang Tuhan,
jangan dijadikan suatu hambatan.
Konsep-konsep dalam agama,
Islam--asma'ul husna,
Kristen--trinitas,
Hindu--nirwana,
adalah konsep untuk memahami sesuatu
yang tidak mungkin dipahami oleh konsep lain.
Persoalannya kemudian adalah,
bagaimana agar dalam kehidupan kita,
ter-refleksi bahwa Tuhan itu Maha Adil, Maha Kasih, ... dsb.
Bagaimana agar refleksi keimanan itu ada (baca: real).
Quran adalah sebuah teks.
Tapi Nabi Muhammad sendiri
mengajarkan agama langsung dengan perilaku (akhlaq),
bukan dengan konsep.
Konsep-konsep itu sendiri,
muncul untuk menjawab beberapa pertanyaan sulit,
misal muncul konsep teologi Islam, dll.
Yang kemudian, ada yang tercampuri konsep-konsep Yunani dll.
untuk menjawab pertanyaan sulit.
Tapi pada perkembangannya kemudian,
hanya berkutat pada konsep,
NAMUN tidak peduli pada “apakah Islam itu sendiri tegak di muka bumi atau tidak”. Intinya, jangan terjebak pada persoalan konsep (apalagi yang rumit dan sulit).
#
Apakah keimanan ada levelnya?
Apakah nantinya akal tunduk pada iman atau sebaliknya?
Iman, adalah suatu wilayah yang lebih tinggi dari akal.
Tetapi, Nabi berkata, bahwa 'agama itu akal'.
Melalui akal-lah kita menerima kebenaran agama.
Hingga kemudian amal-amal kita mengantarkan pada keimanan
(sesuatu yang lebih tinggi dari akal).
Akal adalah wilayah konfirmasi pertama,
tapi iman adalah wilayah yang lebih tinggi dari akal.
Akal memahami hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam, yang mengantarkan pada pemahaman hubungan manusia dengan Tuhan.
Akal, al 'aql bukanlah objek, melainkan aktivitas.
Objeknya adalah kalbu, aktivitasnya adalah akal
—yang merupakan gabungan nalar dan rasa.
Yang dalam bahasa Indonesia tereduksi artinya menjadi hanya berarti nalar.
Akal sehat, memenuhi sisi logika dan sisi nalar dari sisi rasa.
Pikir berada di bawah akal.
Ilustrasi,
jika kita menikmati rasa jeruk,
kita bisa jelaskan ke orang,
bagaimana rasa jeruk.
Beda antara kita hanya makan jeruk tanpa menikmati,
dengan jika kita makan jeruk dengan dinikmati.
Memahami Tuhan pun melibatkan rasa (konsep ihsan dalam Islam).
#
Kesadaran bahwa kita bekerja sama dengan Tuhan,
membuat kita tidak mudah sombong
juga sebaliknya tidak mudah putus asa.
Kesadaran selalu bersama dengan Tuhan,
memunculkan kesadaran bahwa manusia itu tidak pernah sendiri.
Selalu ada Tuhan yang mengukur seberapa besar kemampuan kita.
Tuhan selalu mengembangkan diri kita.
Ketika musibah datang,
yakin Tuhan ingin mengembangkan diri kita,
potensi kita, lebih jauh di atas musibah itu.
Ketika kita menghadapi sesuatu yang tidak menyenangkan,
itu adalah “gerbang” untuk mengenal Tuhan.
Kekagetan kita, keterpurukan, ketidakenakan,
disitulah kita merasakan bagaimana “kekuatan” Tuhan.
Disitu Tuhan ingin mengatakan (memberitahukan) “kekuatan-Nya”.
Betapa apa yang telah kita bangun tahunan,
hanya sekejap mata bisa hilang jika Tuhan menghendaki dengan kekuatannya.
Betapapun kita menemukan sesuatu yang terburuk sekalipun,
semua berasal dari Tuhan (yakini).
Terkadang, untuk memahami kebenaran tidak harus melalui kebenaran,
itulah paradoks hidup.
Kadang bisa dimulai dengan suatu keburukan (baca: sesuatu yang tidak kita harapkan). Contohnya, untuk Umar, begitulah jalan Umar.
(Tahu kisah hijrahnya Umar bin khaththab, kan..?)
Hati-hatilah dalam memandang suatu kenyataan (realita).
Kenyataan adalah sesuatu yang harus ada.
Suatu bentuk kreativitas Tuhan paling tinggi.
Kenyataan adalah “milik Tuhan”.
Setelah menyadari (memperkuat kesadaran) bahwa
kenyataan adalah milik Tuhan,
maka kita bisa menyelaraskan kehendak kita dengan kehendak Tuhan.
[Lantas bagaimana dengan free-will manusia?
Ini adalah suatu rangkaian yang tidak boleh dilepaskan.]
#
Tuhan punya cara untuk mengembangkan pribadi kita masing-masing.
Ketika kita melihat suatu cangkir tergeletak.
Tugas kita adalah membetulkan letaknya di meja.
Ketika kita menemukan seseorang yang terlilit hutang,
tapi masih mau berusaha, tugas kita adalah memberdayakan dia.
Itulah bahasa Tuhan pada kita. Tidak dengan bahasa verbal.
Jika kita melihat sesuatu yang didalamnya kita bisa melakukan sesuatu,
tapi kita tidak melakukan sesuatu, maka kita telah melalaikan Tuhan. ↗
Dzikir tertinggi dalam agama adalah dengan amal sholeh—PERBUATAN.
Dzikir lisan adalah tingkatan paling rendah,
dengan harapan,
jika diulang-ulang dengan lisan, akan tertanam dalam perbuatan.
#
Syari'at adalah teknis, bukan tujuan puncak.
Syari'at bukanlah puncak dari keber-agama-an.
Contoh,
Dengan memakai jilbab,
Anda harus lebih berani masuk ke wilayah publik,
jangan malah diam di rumah.
Contoh lain,
sholat adalah pembentukan karakter,
persiapan menuju pengabdian pada Tuhan untuk menuju nilai taqwa yang sebenarnya (yaitu: amal kehidupan).
Orang sholat tapi tidak berbuat apa-apa, bukan ini tujuan hasil sholat.
Jadi, sholat adalah langkah pertama untuk ratusan langkah sesudahnya.
Masalahnya,
agama sekarang identik dengan sholat (mengalami penyempitan),
padahal harusnya agama identik dengan kerja cerdas, kerja kreatif,
menciptakan hal-hal baru yang berguna untuk kehidupan umat manusia,
memuliakan hidup (fungsi rahmat bagi seluruh alam--rahmatan lil 'aalamiin).
“Hidup adalah sebuah perjalanan yang kan selalu ada yang mengganggu.
Kalau kita menoleh,
mungkin kita takkan pernah sampai pada tempat tujuan.”
(Bahauddin, sufi)
[]
Semua berasal dari Tuhan
Apabila engkau berbuat baik,
orang mungkin akan berprasangka padamu.
Bertanya-tanya ada maksud apa dibaliknya.
Namun, tetaplah berbuat baik.
Apabila kamu sukses,
kamu mungkin akan dimusuhi.
Orang mungkin akan iri padamu.
Tapi teruskanlah.
Apabila kamu berlaku jujur,
orang mungkin akan menipumu.
Tapi teruskanlah.
Apa yang engkau bangun dengan susah payah,
dapat dihancurkan orang dengan sekejap perbuatan.
Apabila engkau bahagia,
orang mungkin akan iri.
Tapi tetap bangunlah kebahagiaan itu.
Kebaikan yang engkau tanam sekarang,
mungkin akan dilupakan orang.
Tapi, teruslah berbuat baik.
Kebaikan yang kita lakukan tak akan pernah cukup.
Karena, sadarilah..
Semua itu hakikatnya adalah antara engkau dengan Tuhan.
Jangan pikirkan orang lain,
apa yang mereka buat dan katakan.
Tetaplah berbuat jujur.
Semua hanya antara engkau dengan Tuhan.
Semua hakikatnya hanya antara engkau dengan Tuhan.
(Puisi Bunda Teresa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar