Selasa, 24 November 2015

Pembaharuan di Turki : Turki Muda dan Mustafa Kemal Attaturk (Islam dan Kemodernan)

Pembaharuan di Turki  :
Turki  Muda dan Mustafa Kemal Attaturk


Abstrak
Kemunculan Gerakan Turki Muda merupakan ekspestasi dari sikap kritis di kalangan intelektual Turki yang mengenyam pendidikan Barat ketika melihat kondisi negaranya yang carut marut.  Pemikiran-pemikiran Barat yang mereka dapatkan selama belajar di Eropa mereka coba aplikasikan dalam kehidupan masyarakat Turki. Para tokoh dalam gerakan Turki Muda ini seperti Gokalp maupun Mustafa Kemal Attaturk berusaha untuk membuat dan mengkokohkan kosepsi Pan Turkisme sebagai landasan ideal untuk kehidupan masyarakat Turki. Prinsip dasar dari keduanya adalah sekularisasi artinya memisahkan kehidupan keagamaan dengan kehidupan Negara sehingga di antara keduanya tidak ada lagi saling bertrok kepentingan.

Kata Kunci : Turki Muda, Gokalp, Mustafa Kemal Attaturk, Pan Turkisme, Sekularisasi.

I.             Pendahuluan
Pasca kegagalan Turki  Usmani  menaklukan Wina dan Eropa mencaplok beberapa wilayah Usmani, maka terjadilah pembaharuan di Turki. Pembaharuan ini dalam perkembangannya mengerucut menjadi tiga aliran pembaharuan, yaitu aliran Barat, aliran Islam dan aliran Nasionalis. Menurut aliran Barat Turki  mundur karena bodoh yang disebabkan oleh shariat yang menguasai seluruh segi kehidupan bangsa Turki . Oleh karena itu Turki  akan maju apabila meninggalkan shariat dan berorientasi kepada Barat. Pendapat aliran barat ini ditentang oleh aliran Islam yang menyatakan kemunduran Turki  ini disebabkan bahwa para pemimpinnya sudah menjauh dari shariat Islam. Maka kemajuan Turki  pada selanjutnya sangat bergantung kepada bisa tidaknya para pemimpin Turki  untuk memajukan Turki  dengan berlandaskan shariat Islam. Adapun aliran Nasionalis berpendapat bahwa Turki  mundur disebabkan oleh keengganan umat Islam yang tidak mengakomodir perubahan-perubahan.[1]
Reformasi yang digulirkan oleh kerajaan Usmani[2]  ini yang pertama adalah Tanzimat yang berlangsung pada 1839 sampai 1876. Pada periode ini focus dari reformasi adalah di bidang militer dan beberapa bidang lainnya. Dalam bidang militer ini misalnya digunakan untuk memodernkan kekuatan militer Turki  agar setara dengan kekuatan militer Negara-negara Eropa. Maka didatangkanlah ke Istanbul ahli-ahli militer di antaranya De Rochefort dan Comte de Bonneval alias Humbaraci Pasha dari Perancis, Mac Carthy dari   Irlandia, dan Ramsey dari Inggris. Pembaharuan dalam bidang-bidang lain juga dilakukan. Untuk membangkitkan pertanian, Negara menempuh kebijakan rekalamasi (pembagian tanah) dan resettlement (transmigrasi). Modernisasi teknis meliputi pembaharuan system pos (1834), telegraf (1855), perkereta apian, dan perancangan bangunan lintasan kereta api tahun 1866. Selain itu dilakukan reformasi dalam bidang hukum, pendidikan dan sosial masyarakat. Efek dari reformasi tanzimat ini adalah bahwa pembaharuan ini telah memancing sebagian kalangan untuk berbuat revolusioner dikarenakan tanzimat justru membentuk suatu kelas baru, yaitu kelompok birokrat yang lahir setelah janissary hancur, melemahnya kekuatan politik ulama dan dengan penerapan reformasi kekuatan politik Turki  berpindah ke kalangan birokrat dan didominasi unsur-unsur kebarat-baratan dan pembaratan sebagai buah dari pendidikan sebagian pegawai militer dan biro penerjemah yang dididik di sekolah sekuler di Eropa. Kelompok birokrat ini dipimpin oleh Mustafa Rashid Pasha (1800-1856).[3]
Pasca Tanzimat maka lahir suatu kelompok intelegensia baru yang menamakan diri sebagai Usmani  Muda, yang mengatas namakan penyatuan tradisi Usmani  dan reformasi Usmani , para tokohnya di antaranya adalah Nanik Kemal (1840-1888) pada satu sisi komitmen terhadap kontinuitas rezim Usmani , revitalisasi Islam dan modernisasi yang sejalan dengan pola-pola Eropa. Ini dikarenakan menurut Lapidus[4], lantaran terpesona dengan keberhasilan Inggris yaitu condong untuk membentuk suatu Negara konstitusional. Mereka menyatakan bahwa nilai-nilai luhur Usmani  harus sesuai dengan hak asasi manusia dan tak membedakan antara muslim dan non muslim. Rezim ini tidak akan bertahan kecuali adanya ikatan batin yang kuat antara kerajaan dengan masyarakatnya. Rezim konstitusional merupakan ekspresi dari nilai-nilai moral dan politik yang bersifat alamiah, yang segalanya terkandung dalam aspek shariat Islam dan terdapat dalam kultur Eropa. Usmani  Muda lebih menekankan pada aspek rasional daripada keimanan secara membabi buta. Dengan demikian mereka berusaha memadukan identitas muslim Usmani  dengan kebutuhan modernisasi teknik, militer, politik dan moral meskipun mereka mengkritik program tanzimat sebagai program yang tidak peka terhadap tuntutan-tuntutan sosial dan keagamaan, namun mereka komitmen terhadap modernisasi masyarakat Islam. Puncak dari pengaruh Usmani  Muda adalah ketika tahun 1876 melakukan coup d’etat dan mengantarkan kekuasaan sultan yang mendesak dan membatasi konstitusi kekuasaan sultan.

II.           Kemunculan Gerakan Turki  Muda
1.    Gerakan Pembaharuan Pasca Usmani  Muda
Periode Usmani  Muda decade 1860-1870 dibarengi dengan reaksi dan dominasi rezim otoriter dan dictator yang menentang prinsip-prinsip konstitusional dan modernis Usmani  Muda. Rezim ini ditegakkan di atas kekuasaan birokrasi dan kebijakan sultan yang absolute. Sang sultan dipandang sebagai pimpinan Islam, dan mengklaim sebagai otoritas global atas seluruh muslim. Namun demikian rezim ini memadukan antara loyalitas Islam yang konservatif dengan konstitusi reformasi teknik tanzimat. Dalam periode ini diperkenalkan sekolah, kitab perundang-undangan, lintasan kereta api dan teknik militer yang baru.
2.    Turki  Muda
Setelah masa kekuasaan yang absolute dikendalikan oleh Usmani  Muda maka generasi intelektual Turki  bangkit pada sekitar tahun 1880-an dan 1890-an dan melancarkan aksi terhadap rezim yang konservatif. Serangan-serangan ini adalah sebagai akibat dari pesatnya perkembangan pendidikan dan perekonomian meningkatkan posisi kalangan akademisi. Pers menyebarluaskan ide-ide Eropa tentang ilmu pengetahuan dan politik serta mempopulerkan sikap-sikap Barat. Meskipun masih ada control pemerintah yang berusaha menekan dan melakukan penyensoran. Ide-ide tersebut menyebar dari Ibu Kota ke sejumlah wilayah Propinsi lantaran peran para pelajar. Para jurnalis, penulis, dan penerbit yang mengasingkan diri di Paris pada tahun 1889 membentuk sebuah kelompok yang dinamakan Turki  Muda, yang dalam konsepsi gerakannya mempertahankan persekutuan mereka terhadap dinasti Usmani , namun mereka mengatasi restorasi sebuah rezim parlementer dan konstitusional[5]. Gerakan ini secara internal terbagi menjadi dua yaitu yang pertama kelompok yang dipimpin oleh Ahmad Riza, kelompok ini menghendaki seorang sultan yang kuat, pemusatan kekuasaan, dan pengutamaan unsur-unsur muslim-Turki  dari warga Usmani; dan sebuah kelompok lainnya yang dipimpin oleh Sultan Sabbahedin, yang menekankan bentuk-bentuk desentralisasi pemerintahan Usmani, dan menghendaki sebuah masyarakat federasi dengan pemberian otonom bagi warga Kristen dan warga minoritas lainnya. Gerakan ini, sekitar tahun 1905 didirikan Fatherland Society atau Masyarakat tanah air oleh Mustafa Kemal, yang pada saat itu menjabat perwira militer dan kelak akan menjadi Presiden pertama Turki. Kemudian sebuah kongres Turki  Muda membentuk Committee for Union and Progress (CUP) pada tahun 1907. Tahun 1908 cabang CUP di Monastir memberontak dan menuntut sultan untuk kembali menggunakan UUD 1876. Konsepsi dari Turki  Muda adalah Pan Turkisme, yang mulanya dicetuskan oleh Yusuf Akcura. Menurutnya[6] bahwa penciptaan satu bangsa Turki  dari berbagai unsur yang ada di kerajaan adalah ilusi, bahwa Negara-negara colonial akan menghadang upaya apa pun untuk menciptakan persatuan politis yang dilakukan oleh umat muslim sedunia, tapi Pan-Turkisme akan mendukung semua bangsa Turki  di Asia dan hanya akan menentang Rusia. Pemikiran Akcura ini mendapatkan dukungan dari kalangan kaum intelektual Turki  Muda namun ia tidak memperoleh pengakuan Negara sampai meletusnya perang Balkan tahun 1913. Antara tahun 1913-1918 CUP menempuh program yang agresif dalam mensekulerkan sekolah-sekolah, lembaga peradilan dan kitab perundang-undangan dan menempuh langkah awal dalam memperjuangkan emansipasi wanita. Pada tahun 1916 pemerintahan CUP mereduksi peran Shaikh al-Islam, dan mengalihkan seluruh yurisdiksi peradilan muslim kepada kementrian kehakiman, dan menyerahkan penanganan perguruan muslim kepada kementrian pendidikan. Sekitar tahun 1917 diberlakukan UU Keluarga yang berorientasi kepada kultur Eropa. Oposisi sebelumnya yang dikuasasi oleh gerakan Usmani  Muda dengan cepat menjadi kekuasaan Turki  Muda yang berhaluan lebih sekuler. Program CUP memihak kepentingan Usmani  dan sekularis, tetapi ia juga meningkatkan orientasi Turki. Konsepsi Turki  Muda yang mengagkat tema Pan Turkisme berhasil mengukuhkan imperium Usmani  dalam term kebangsaan Turki. Pola pemikiran ini memberikan peluang kepada Kristen untuk mengusulkan bahwa masyarakat yang memiliki warisan etnik, linguistic dan keagamaan seharusnya memiliki sebuah Negara territorial sendiri. Puncaknya sekitar akhir abad kesembilan belas telah lahir sejumlah kebangsaaan Kristen diantaranya Yunani, Serbia, Rumania, Bulgaria dan Montenegro. Kesemuannya itu semula adalah bagian dari imperium Usmani. Lalu Albania melancarkan pemberontakan dan Armenia mengklaim sebagai wilayah otonom.
Ziya Gokalp (1875-1924) tampil sebagai sosok Turki  Muda yang dominan dan pembawa semangat nasionalisme yang fanatic. Tanpa menyesali kemunduran imperium Usmani, ia meresmikan kultur rakyat Turki  dan meyerukan reformasi Islam untuk menjadikan Islam sebaga ekspresi dari etos Turki. Gokalp menggelar kampanye kebangsaan untuk menyederhanakan bahasa Turki, menjadikannya lebih mudah diterapkan di kalangan masyarakat umum dan meyadarkan masyarakat umum atas nasionalisme Turkinya sendiri. Ide pemikiran nasionalisme Turki  dalam pandangan Gokalp bersumber pada budaya atau menggunakan pendekatan sosiologis. Bagi Gokalp, suatu perubahan politik tidak akan berarti apa-apa, kecuali jika diikuti revolusi sosio kultural. Tujuan akhir Turkisme Gokalp adalah menumbuhkan suatu kebudayaan nasional yang bukan pula kebudayaan Barat. Tanpa menumbuhkan kebudayaan, Turki  sendiri tidak akan menjadi reformis dan modernis yang sejati. Dengan demikian, nasionalisme dalam pandangan Gokalp bisa disebut Turkisme Kultural, yang bukan merupakan sebuah partai politik, melainkan gerakan ilmiyah, filosofis, estetis, dan moral. Dalam pandangannya suatu bangsa merupakan sebuah kelompok atau kolektivitas social yang terdiri atas para individu yang menerima pendidikan yang sama, memiliki bahasa, emosi, idea-idea, agama, moralitas, dan rasa estetika yang sama. Bagi Gokalp, factor religious tidak menjadi hal mutlak dalam criteria nasionalisme Turki , agama menjadi sebuah moralitas dan solidaritas social. Oleh karena itu, pikiran-pikiran teokrasi harus dibersihkan dari persoalan politik. Sehingga pada akhirnya, ia merekomendasikan Shaikh al-Islam dihapuskan. Dengan demikian secara sederhana dapat dipahami bahwa pemikiran Gokalp adalah pemisahan antara agama dengan politik. Gagasan kebangsaan Turki  tersebut memperkuat kecenderungan terhadap sekularisme dan modernitas, sebab gagasan tersebut membuka kesempatan bagi bangsa Turki  untuk melepaskan diri dari Islam tanpa harus bersikap kompromis terhadap identitas Barat mereka. Konsep Kebangsaan Turki  atau Pan Turkisme memberi peluang gagasan tersebut menetapkan sebuah kewargaan yang baru yang menumbuhkan identitas kesejarahan masyarakat Turki  dan bukan identitas kesejarahan masyarakat muslim dan dengan demikian ia merupakan identitas modern dan bukan identitas Barat[7]
Ide terbentuknya sebuah Pan Turkisme terjadi saat berbagai peristiwa politik antara tahun 1908-1918 yang mengakhiri kelangsungan imperium Turki  yang multinasional, dan multireligius. Pada akhir perang dunia I apa yang tersisa dalam imperium Turki  Usmani  adalah Anatolia dengan mayoritas warga Turki  dan sebagian kecil warga keturunan Yunani, Kurdi dan Armenia. Realitas kehidupan politik Usmani  sekarang ini sejalan dengan konsep nasionalis tentang masyarakat Turki. Pada tahun 1918 imperium Turki  Usmani  telah hancur, namun elit birokratik dan militer telah siap mengubah komitmen mereka dari sebuah rezim multinasional dan multireligius menjadi sebuah Negara Nasional Turki  dan sekuler.
III.         Mustafa Kemal Attaturk
1.    Sekilas Tentang Mustafa Kemal Attaturk
Seorang pemimpin Turki  baru, yang menyelamatkan kerajaan Usmani dari kehancuran total yang disebabkan penjajahan Eropa. Ialah pencipta Turki  modern dan atas jasa-jasanya, ia mendapat gelar Attaturk (bapak Turki ). Ia Mustafa Kemal Ataturk lahir di Salonika pada tahun 1881.[8] Orang tuanya bernama Ali Riza seorang pegawai biasa di salah satu kantor pemerintah di kota itu, sedangkan ibunya bernama Zubayde, seorang wanita yang amat dalam perasaan keagamaannya.
Pada mulanya Mustafa, atas desakan ibunya dimasukkan di Madrasah, tetapi karena tidak merasa senang belajar di sana, ia selalu melawan guru. Ia kemudian dimasukkan orang tuanya ke sekolah dasar modern di Salonika. Dalam usia empat belas tahun ia tamat belajar di sekolah ini dan meneruskan pelajaran pada sekolah latihan militer di kota Monastir dan pada 13 Maret 1899 ia masuk ke sekolah ilmu militer di Istanbul sebagai kader pasukan infanteri. Tahun 1902 ia ditunjuk menjadi salah satu staf pengajar dan pada bulan Januari 1905 ia lulus dengan pangkat kapten. Selama masih belajar, Mustafa Kemal sudah mulai kenal dengan politik melalui seorang temannya bernama Ali Fethi. Atas dorongan sahabatnya ini ia memperkuat dan memperdalam pengetahuan tentang bahasa Perancis, sehingga ia dapat membaca kerangka filosof-filosof Perancis seperti Roussean, Voltaire, Auguste Comte, Montesquien, dll. Di samping itu sejarah dan sastra juga menarik perhatiannya. Masa studi Mustafa Kemal di Istanbul adalah masa meluasnya tantangan terhadap kekuasaan absolut Sultan Abdul Hamid dan masa pembentukan perkumpulan-perkumpulan rahasia bukan di kalangan politisi saja, tetapi juga di kalangan pemuda di sekolah-sekolah militer. Mustafa dan teman-temannya pernah membentuk suatu komite rahasia dan menerbitkan surat kabar tulisan tangan yang mendukung kritik terhadap pemerintahan Sultan. Sesudah selesai studi, ia tidak meninggalkan kegiatan politik sehingga akhirnya bersama dengan beberapa teman ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara untuk beberapa bulan. Kemudian mereka dibebaskan, tetapi diasingkan ke luar Istanbul. Ia sendiri dan bersama seorang sahabatnya Ali Puad diasingkan ke Suria. Di Damshik ia juga tidak melepaskan diri dari kegiatan politik, dan selalu mengadakan perjumpaan dengan pemuka-pemuka yang dibuang di kota ini. Di tahun 1906 mereka membentuk perkumpulan Vatan (tanah air). Mustafa Kemal dalam kedudukannya sebagai perwira yang dapat berkunjung ke kota-kota lain, memberi bantuan dalam membentuk cabang-cabang di Yaffa, Yerusalem, dan Beirut. Kemudian dia melihat bahwa di daerah ini revolusi Turki  tidak akan bisa muncul, karena penduduknya berbangsa Arab dan juga karena terletak agak jauh dari Istanbul tempat yang strategis ialah Salonika. Cuti sakit yang diperolehnya, ia pakai untuk berkunjung ke kota tempat ia lahir itu. Di sana ia berhasil membentuk cabang dari perkumpulan yang didirikan di Damshik. Namanya di rubah menjadi Vatan ve Hurriyet (tanah air kemerdekaan). Di tahun 1907 ia dipindahkan ke Salonika untuk bekerja di staf umum. Ketika itu perkumpulan persatuan dan kemajuan telah dibentuk dan berpusat di kota ini. Perkumpulan baru itu lebih besar pengaruhnya dari perkumpulan Vatan ve Hurriyet. Mustafa Kemal melihat tidak ada jalan lain baginya kecuali turut menggabungkan diri dalam gerakan persatuan dan kemajuan. Dalam Revolusi 1908 ia tidak mempunyai peranan, karena tidak dapat menandingi pemimpin-pemimpin senior seperti Enver, Talat, Jemal dan lain-lain. Di konferensi perkumpulan persatuan dan kemajuan yang diadakan di Salonika, Mustafa Kemal mengeluarkan pendapatnya tentang partai dan tentara, yang keduanya telah bergabung menjadi satu dalam perkumpulan tersebut. Keadaan seperti ini, menurut Mustafa Kemal tidak menguntungkan bagi perjuangan. Agar Negara dan konstitusi dapat dipertahankan, demikian ia menjelaskan, diperlukan tentara yang kuat di satu pihak dan partai yang kuat dipihak lain. Perwira yang harus tunduk kepada kedua kepala akan menjadi prajurit yang tidak baik dan sekaligus juga politikus yang tidak baik. Ia akan mengabaikan kewajibannya untuk militernya dan mudahlah musuh mengadakan gerakan perlawanan, seperti yang diadakan oleh Sultan Abdul Hamid. Pada waktu itu hubungannya dengan rakyat terputus dan terjadilah kekacauan politik dan selanjutnya timbullah perasaan tidak senang di kalangan rakyat. Perwira disuruh memilih, tinggal dalam partai dan keluar dari tentara, atau tinggal dalam tentara dan keluar dari partai. Selanjutnya harus dikeluarkan Undang-Undang yang melarang perwira yang menjadi anggota Partai. Pendapatnya ini kurang mendapat sambutan dari konferensi. Ia dengan temannya Ali Fethi tidak setuju dengan politik Enver, Talat dan Jemal dan tidak segan mengeluarkan kritik terhadap ketiga pemimpin itu. Akhirnya di tahun 1913 Fethi dibuang ke Sofia sebagai Duta dan Mustafa Kemal ikut sebagai Attase Militer. Di sinilah Mustafa Kemal berkenalan langsung dengan peradaban Barat yang amat menarik perhatiannya, terutama pemerintahan parlement. Setelah perang dunia I pecah ia dipanggil kembali untuk menjadi panglima Divisi 19. Setelah perang dunia I ia diangkat menjadi panglima dari semua pasukan yang ada di Turki  Selatan. Izmir telah jatuh dan Sanyrna telah diduduki tentara sekutu, dan kewajiban Mustafa Kemal kembali membebaskan daerah itu dari kekuasaan asing dengan mendapat sokongan dari rakyat yang telah mulai membentuk gerakan-gerakan membela tanah air, ia akhirnya dapat memukul musuh mundur dan menyelamatkan daerah Turki  dari penjajahan asing. Dengan teman-temannya dari pimpinan nasionalis lain Ali Paud dan Refat, ketika itu ia mulai menantang pemerintah yang datang dari Sultan Istanbul, karena perintah itu banyak bertentangan dengan kepentingan nasional Turki . Sultan di Istanbul telah berada di bawah kekuasaan sekutu dan harus menyesuaikan diri dengan kehendak mereka. Mustafa Kemal melihat perlunya diadakan pemerintahan tandingan di Anatolia. Segera ia dengan rekan-rekannya tersebut di atas mengeluarkan maklumat yang berisi pernyataan-pernyataan berikut:
1.      Kemerdekaan Tanah Air sedang dalam keadaan bahaya
2.      Pemerintah di Ibu Kota terletak di bawah kekuasaan sekutu dan oleh karena itu tidak dapat menjalankan tugas.
3.      Rakyat Turki  harus berusaha sendiri untuk membebaskan tanah air dari kekuasaan asing.
4.      Gerakan – gerakan pembela Tanah Air yang telah ada harus dikoordinir oleh suatu panitia nasional pusat.
5.      Untuk itu perlu diadakan kongres.[9]
Atas usaha Mustafa Kemal dan teman-temannya dapat dibentuk Majelis Nasional Agung di tahun 1920. dalam sidang di Ankara, yang kemudian menjadi Ibu Kota Republik Turki , ia dipilih sebagai ketua. Dalam sidang itu diambil antara lain keputusan-keputusan berikut:
1.      Kekuasaan tertinggi terletak ditangan rakyat Turki
2.      Majelis Nasional Agung merupakan Perwakilan Rakyat tertinggi
3.      Majelis Nasional Agung bertugas sebagai badan legislative dan badan eksekutif
4.      Majelis Negara yang anggotanya dipilih dari majelis Nasional Agung akan menjalankan tugas pemerintah
5.      Ketua Majelis Nasional Agung merangkap sebatas Ketua Majlis Negara[10]
Demikianlah, Mustafa Kemal dan teman-temannya dari golongan nasionalis bergerak dan dengan perlahan-lahan dapat menguasai situasi sehingga akhirnya sekutu terpaksa mengakui sebagai penguasa defacto dan dejure di Turki . Pada tanggal 23 Juli 1923 ditandatangani perjanjian lausanite dan pemerintahan Mustafa Kemal mendapat pengakuan internasional. Jadi, Mustafa Kemal adalah seorang yang nasionalis karena lingkungan tempat belajar /studinya mulai mengenal peradaban-peradaban Barat yang menarik perhatiannya kemudian karena dukungan sahabatnya Ali Fethi ia mulai mengenal politik, karena ia seorang yang nasionalis di Turki  ia berkeinginan untuk mengadakan perubahan-perubahan atau dalam bentuk westernisasi sekularisasi di Turki  dengan paham atau ide nasionalisme yang dianutnya. ia meninggal dunia di tahun 1938.
2.    Kebijakan – Kebijakan Mustafa Kemal Attaturk
Semboyan Kemal Attaturk selama memerintah Turki adalah westernsasi, sekulerisasi dan nasionalisme. Dalam lapangan agama dan kebudayaan, Mustafa kemal membuat sejumlah kebijakan yang sama sekali baru. Pada 28 Juni 1928 misalnya ia memperkenalkan bangku gereja serta jam kamar ke dalam masjid, orang shalat dengan memakai sepatunya, menggunakan bahasa Turki dalam shalat. Dan untuk membuat agar masjid tersebut indah serta memperoleh inspirasi spiritual maka masjid perlu melatih para musikus dan alat-alat music. Jelas sekali bahwa Mustafa Kemal membawa unsur-unsur Kristen dalam aspek keagamaan Islam yang suci dengan alasan bahwa sebuah Negara modern yang Barat harus memasukan semua aspek tersebut ke dalam masjid. Di samping itu Mustafa Kemal membuat kebijakan-kebijakan yang intinya dalah berupaya meningkatkan masyarakat Turki kepada satu tingkat peradaban kontemporer dan untuk memelihara karakter secular republic Turki[11]. Di antara kebijakan itu adalah:
1.      Undang-undang tentang unifikasi dan sekularisasi pendidikan tanggal 3 maret 1924;
2.      Undang-undang tentang kopiyah, tanggal 25 november 1925;
3.      Undang-undang tentang pemberhentian petugas jamaah dan makam, penghapusan lembaga pemakaman, tanggal 30 november 1925;
4.      Peraturan sipil tentang perkawinan, tanggal 17 februari1926;
5.      Undang-undang pemakaian huruf latin untuk abjad turki dan penghapusan tulisan arab, tanggal 1 november 1928;
6.      Undang-undang tentang larangan menggunakan pakaian tradisional, tanggal 13 desember 1934.
Mustafa Kemal dalam kebijakannya memang dikenal sangat radikal. Mulai tahun 1920 ketika idenya untuk memisahkan antara agama dengan Negara (sekularisasi) diterima oleh MNA, yang mengakibatkan kedaulatan sultan menjadi terbatas sebab semuanya kini ada di tangan rakyat. Pada tahun 1922 Mustafa Kemal menyatakan bahwa jabatan kekhalifahan masih ada namun sebatas sebagai jabatan spiritual, sedangkan kewenangan duniawinya ditiadakan. Sebelum pada akhirnya jabatan khalifah dihapuskan, sekitar tahun 1923 Mustafa kemal merubah bentuk Negara dari khilafah menjadi republic dan Islam menjadi agama Negara. Maka pada tahun 1924, tepatnya tanggal 3 maret 1924, Mustafa Kemal melalui MNA menyatakan bahwa jabatan Khilafah dihapuskan. Penghapusan ini disusul selanjutnya menghapus Islam sebagai agama tahun 1928, tahun 1937 mendeklarasikan Turki sebagai Negara sekuler. Sebelum menjadi Negara sekuler Mustafa Kemal telah meniadakan institusi-institusi keagamaan dalam pemerintahan yaitu:
1.      Penghapusan Biro Shaikh al-Islam (1924)
2.      Penghapusan kementrian shariat
3.      Penghapusan mahkamah shariat.
Pengaruh sekularisai yang dijalankan oleh Mustafa Kemal diakui sebagai kemenangan gerakan Turki Muda dalam menggulingkan kekuasaan khilafah dengan basis westernisasi yang dijiplaknya habis-habisan maka tidaklah mengherankan bila kebijakan Mustafa Kemal banyak yang bertentangan dengan kebijakan Islam seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Perubahan pada beberapa bidang dan kemasyarakatan yang ditempuh oleh Mustafa Kemal Ataturk (Bapak Turki) dalam sejarah Turki  sesuai dengan program kelompok persekutuan dan kemajuan (Al-Ijtihad wa al-Faraqqi) yang telah mewarnai lembaran baru sejarah Turki. Perubahan-perubahan tersebut antara lain :
1.      Pada bulan Maret 1924 Majelis Kebangsaan mengadakan sidang. Hasil sidang tersebut menetapkan bahwa jabatan khalifah dan jabatan Menteri Shari’at dan waqaf dihapuskan. Langkah berikutnya, demi untuk menyempurnakan ide tentang Turki  modern, Mustafa Kemal menghapuskan seluruh institusi keagamaan yang ada dalam pemerintahan. Dia mengumumkan penghapusan mahkamah shariyyah dan menggantikannya dengan mahkamah sipil ala Barat. Lembaga-lembaga pendidikan dan sekolah-sekolah agama dihapuskan, selanjutnya seluruh lembaga pendidikan digabungkan di bawah satu naungan Departemen Pendidikan.
2.      Kebijaksanaan berikutnya Mustafa Kemal menghapuskan artikel dalam UUD yang berbunyi bahwa “agama Islam adalah agama Negara”. Selanjutnya dia menghapuskan shariat Islam dan sebagai gantinya Shariat Atiqat (Hukum Adat) diberlakukan akan tetapi shariat Atiqat juga kemudian diganti lagi dengan hukum positif model Swiss dan hukum pidana ala Itali. Hari libur resmi mingguan dirubah dari hari Jum’at menjadi hari minggu, di samping mengganti kalender Hijriyah dengan kalender Miladi. Hukum waris pun tidak luput dari perubahan-perubahannya. Bagian laki-laki dan perempuan disamakan dan yang menjadi ahli waris adalah hanya keluarga mayat saja (anak istri) yang lain tidak. Pemerintahan Ataturk tidak henti-hentinya melakukan usaha-usaha perubahan demi terhapusnya unsur keagamaan dari pemerintahan atau paling tidak demi melepaskan pemerintahan dari sebagian besar unsur-unsur Islam. Jumlah Masjid dibatasi dan tidak dibenarkan luas halaman masjid lebih dari lima ratus meter. Kemudian para khatibnya pun yang diangkat oleh pemerintahan dikurangi hingga diseluruh wilayah Turki  hanya tinggal tiga ratus saja dan mereka dalam menyampaikan masalah-masalah pertanian, perdagangan dan sebagainya. Yang sangat melukai perasaan umat Islam adalah tindakan menutup dua masjid raya yang ada di Istanbul, yang pertama Mustafa Kemal hendak merubah masjid Aya Sophia yang hendak dijadikan museum dan kedua menutup masjid raya al- Fatih yang hendak dijadikan gudang.
3.      Kemudian Mustafa Kemal melarang poligami, sesuai dengan hukum model scoiss walaupun dalam prakteknya ada sedikit perubahan yaitu bagi mereka yang dianggap kaya dan mampu masih tetap diperbolehkan.
4.      Dalam upaya menjauhkan diri dari Islam dan dalam rangka westernisasi pemerintah Turki  tidak memperkenankan msyarakat umum memakai jilbab dan cadar kecuali para agamawan dan sebagai gantinya masyarakat memakai baju dan topi ala Barat. Kemudian pemerintah mengeluarkan Undang-Undang yang mewajibkan warga negara Turki  memakai marga dibelakang namanya yang tidak dikenal dikalangan masyarakat Turki  sebelumnya. Kemudian pemerintah melarang mengadakan kegiatan spiritual yang bisa dilakukan pengikut tarekat dan menutup tempat-tempat tersebut. Pemerintah dengan kejam menindak siapa saja yang coba-coba mengkritik kebijaksanaannya, dalam masalah-masalah agama. Para wanita Turki  seperti prianya diperbolehkan bekerja. Huruf Arab dihapus dan diganti dengan huruf latin. Demi terhapusnya huruf Arab dari bumi Turki , secara langsung Ataturk pribadi menjadi pengajar huruf latin. Di setiap kota dan desa didirikan sekolah-sekolah untuk mengajarkan huruf latin (yang telah diresmikan, menjadi huruf nasional). Kepada masyarakat tanpa mengenal usia. Kemudian di fakultas-fakultas pendidikan tradisional mata kuliah bahasa tersebut merupakan unsur terpenting untuk memahami kesusastraan Turki. Percetakan-percetakan dilarang menerbitkan buku-buku yang berbahasa Turki  yang menggunakan huruf Arab.
Maka hasil buruk-baiknya gerakan itu sudah boleh dilihat dan bahkan sudah boleh diberi angka patennya :
1.      Negeri dan rakyat Turki  pada waktu ini (1971 M) boleh dikatakan suatu negara yang penduduknya masih beragama Islam, tetapi sudah terisolir begitu rupa dari dunia-dunia Islam yang lain. Kalau dulu di zaman khalifah dan Shaikh al-Islam, pengaruh Turki  berkumandang ke seluruh pojok dunia maka sekarang hubungan itu sudah putus sama sekali. Kalau dulu Turki  dianggap “Imam dunia Islam” dalam soal-soal keagamaan, kebudayaan, ilmu pengetahuan, tetapi sekarang Turki  sudah dilupakan oleh dunia Islam. Turki  sekarang sudah dianggap oleh dunia Islam negeri yang penduduknya masih beragama Islam, tetapi tidak berpengaruh apa-apa lagi. Dalam dunia politik, Turki  bukan lagi suatu imam politik dari negeri-negeri Islam Asia Afrika, tetapi Turki  sudah menjadi makmum, pengekor dari roda politik dunia Barat, tidak bisa lagi dimasukkan ke dalam kategori negara-negara besar”.
2.      Agama menjadi rusak atau menjadi hilang, akibat dari penukaran Qur’an suci dari bahasa Arab ke bahasa Turki , begitu juga penukaran upacara-upacara agama, seperti adhan, sembahyang, berdo’a dari bahasa Arab ke bahasa Turki  maka semuanya jadi centang-prenang dan menjadi kacau. Apalagi bahasa Turki  tidak mempunyai cukup istilah-istilah yang dapat menyerupai 100% apa yang terkandung di dalam bahasa Arab. Maka pengertian keagamaan pun jadi berubah. Dari corak yang dibawa Al-Qur’an suci ke corak nasionalis-Turki  yang sempit.
3.      Akibat daripada diperbolehkannya wanita Islam kawin dengan pemuda Nashara dan Yahudi, maka darahnya bangsa Turki  sesudah Mustafa Kemal menjadi darah Fifty-Fifty, 50% darah Islam dan 50% darah Nashara atau yahudi, kalau tidak akan dikatakan menjadi 75% darah Nashara dan darah Yahudi.[12]
IV.        Penutup
Para jurnalis, penulis, dan penerbit yang mengasingkan diri di Paris pada tahun 1889 membentuk sebuah kelompok yang dinamakan Turki Muda, yang dalam kosepsi gerakannya mempertahankan persekutuan mereka terhadap dinasti Usmani, namun mereka mengatasi restorasi sebuah rezim parlementer dan konstitusional. Gerakan ini secara internal terbagi menjadi dua yaitu yang pertama kelompok yang dipimpin oleh Ahmad Riza, kelompok ini menghendaki seorang sultan yang kuat, pemusatan kekuasaan, dan pengutamaan unsur-unsur muslim-Turki dari warga Usmani; dan sebuah kelompok lainnya yang dipimpin oleh Sultan Sabbahedin, yang menekankan bentuk-bentuk desentralisasi pemerintahan Usmani, dan menghendaki sebuah masyarakat federasi dengan pemberian otonom bagi warga Kristen dan warga minoritas lainnya.
Konsepsi dari Turki Muda adalah Pan Turkisme, yang mulanya dicetuskan oleh Yusuf Akcura. Menurutnya bahwa penciptaan satu bangsa Turki dari berbagai usnsur yang ada di kerajaan adalah ilusi, bahwa Negara-negara colonial akan menghadang upaya apa pun untuk menciptakan persatuan politis yang dilakukan oleh umat muslim sedunia, tapi Pan-Turkisme akan mendukung semua bangsa Turki di Asia dan hanya akan menentang Rusia.
Ide pemikiran nasionalisme Turki dalam pandangan Gokalp bersumber pada budaya atau menggunakan pendekatan sosiologis. Bagi Gokalp, suatu perubahan politik tidak akan berarti apa-apa, kecuali jika diikuti revolusi sosiokultural. Tujuan akhir Turkisme Gokalp adalah menumbuhkan suatu kebudayaan nasional yang bukan pula kebudayaan Barat. Tanpa menumbuhkan kebudayaan Turki sendiri tidak akan menjadi reformis dan modernis yang sejati. Dengan demikian, nasionalisme dalam pandangan Gokalp bisa disebut Turkisme Kultural, yang bukan merupakan sebuah partai politik, melainkan gerakan ilmiyah, filosofis, estetis, dan moral.
Semboyan Kemal Attaturk selama memerintah Turki adalah westernsasi, sekulerisasi dan nasoinalisme. Pengaruh sekularisai yang dijalankan oleh Mustafa Kemal diakui sebagai kemenangan gerakan Turki Muda dalam menggulingkan kekuasaan khilafah dengan basis westernisasi yang dijiplaknya habis-habisan maka tidaklah mengherankan bila kebijakan Mustafa Kemal banyak yang bertentangan dengan kebijakan Islam seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.




* Mahasiswi Program Pasca Sarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya Konsentrasi Pemikiran Islam, NIM F05411 061.
[1] Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005), 184.
[2] Turki  Usmani  sebagai sebuah sistem kenegaraan tidak bisa dipisahkan dari sejarah masa lalu di wilayah yang kelak menjadi pusat dari pemerintahan Turki  Usmani . Yaitu Byzantium, dan sebelum berdirinya Turki  Usmani , di wilayah tersebut pernah berkuasa Kerajaan Romawi, setelah kerajaan ini surut maka muncullah Kerajaan Romawi Timur (Byzantium), secara tidak langsung kehadiran orang-orang pengembara Turki  Seljuk (Suku Bangsa yang melahirkan Kerajaan Turki  Usmani ) di wilayah tersebut setelah mendapatkan pancaran cahaya Islam ingin menguasai daerah itu karena memang letaknya sangat strategis. Baik Turki  Usmani  maupun Byzantium selalu merasa sebagai pewaris dari Kekaisaran Romawi kuno. Terkait apakah Turki  Usmani  menganut sistem kekhilafahan, bila ditengok kembali kepada sirah nabawiah, di mana pengangkatan 4 khalifah pertama Umat Muslim itu jauh dari kesan pewarisan takhta Kerajaan. Dan yang memulai sistem itu dalam tatanan Islam adalah dinasti Muawiyyah.. dilanjutkan oleh Abbasiyah dan seterusnya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh para sejarawan, bahwa sistem yang digunakan oleh dinasti-dinasti tersebut (termasuk Turki  Usmani ) adalah perpaduan antara sistem kerajaan dengan sistem Islam. Dan  tidak dipungkiri jika Turki  Usmani  menganut sistem kekhalifahan namun perlu diperhatikan juga bahwa penyebutan bagi kekuasaan Turki  Usmani  itu ada tiga macam, selain Kerajaan, dinasti ini pun disebut Kesultanan, dan tentu Kekhalifahan. Setuju atau tidak setuju penyebutan Turki  Usmani  entah sebagai sebuah kerajaan, kesultanan ataupun kekhalifahan kembali kepada kecenderungan seorang sejarawan.
[3]Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam bagian ketiga, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2000), 77.
[4] Ibid, 78.
[5] Ibid, 79-80.
[6] Erik J. Zurcher, Sejarah Modern Turki , (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), 163-164.
[7] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam bagian ketiga, 83.
[8] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), 222.
[9] Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, 184.
[10] Ibid, 186.
[11] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, 224.
[12] Muhtarom,Mustafa Kemal Attartuk dan Sekularisme, dalam http://www.google.co.id, (27 Mei  2012, 10:56 AM).

Daftar Pustaka
Lapidus, Ira M., Sejarah Sosial Umat Islam bagian ketiga, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2000).
Mubarok, Jaih, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005).
Muhtarom,Mustafa Kemal Attartuk dan Sekularisme, dalam http://www.google.co.id, (27 Mei  2012, 10:56 AM).
Thohir, Ajid, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004).
Zurcher, Erik J., Sejarah Modern Turki , (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003).
Diposkan oleh choiriyah ahmad di 04.00

Tidak ada komentar:

Posting Komentar