Jumat, 27 November 2015

MEREGUK SARI TASAWUF.

LALU SIAPAKAH KITA ?

Aku bukanlah tubuh, bukan pula jiwa ,
Bukan pula bayangan fana yang melintas-lintas,
Bukan konsep dan pemikiran, gambaran mental ,
Bukan pula sentimen dan labirin jiwa

Lalu siapakah aku ?

Sebuah kesadaran tanpa asal,
Tidak dilahirkan dalam waktu, maupun dikandung di bawah sini.
Aku yang ada dulu, kini dan nanti,
Sebuah permata di mahkota Diri Ilahi,
Sebuah bintang di  langit Satu yang bercahaya.

Akan tetapi, menjadi manusia mengimplikasikan 
penemuan tahap kedua dalam terang penemuan tahap pertama.
Setelah menemukan akarnya di dalam yang Ilahi 
melalui ajaran dan amalan Tasawuf , sang Sufi kemudian kembali 
ke tingkat eksistensi yang lebih rendah, yang sekali lagi dilihat 
sebagai bagian dari identitasnya tetapi bukan sebagaimana sebelumnya.

Sebagai gantinya, mereka ditransformasi sehingga masing-masing 
pada tingkatannya sendiri-sendiri mencerminkan sesuatu dari 
Realitas supernal itu, yang menentukan identitas kita pada akhirnya.

Hati, 
setelah ditemukan dan lapisan luarnya yang mengeras, 
dilembutkan melalui amalan spiritual, memancarkan cahaya 
yang menyinari pikiran , yang kemudian , alih-alih 
melompat tanpa tujuan dari satu konsep ke konsep lainnya , 
menjadi instrumen akal yang mencerahkan , 
mampu memahami pengetahuan yang benar 
serta membedakan antara 
kebenaran dan kepalsuan , 
substansi dan aksiden , 
keniscayaan dan kemungkinan,
tingkat-tingkat keberadaan , 
dan di atas semua itu , yang Mutlak dan yang relatif.

Ia menjadi penolong , bukannya perusak, realisasi-diri.
Hal yang sama berlaku pada fakultas imajinatif , 
yang berubah dalam cara tertentu sehingga menciptakan 
bentuk-bentuk imajinal yang mencerminkan 
tingkat-tingkat yang lebih tinggi , bukannya tingkat-tingkat
yang lebih rendah dari realitas dan memudahkan  kontemplasi
teofanik tentang bentuk-bentuk yang sakral .

Adapun  emosi, alih-alih bersifat negatif dan 
membuyarkan energi spiritual , justru menjadi energi positif 
yang didominasi oleh cinta, kasih, empati,, dan sebagainya serta 
dikontrol oleh kebajikan .
Memori kita pun ditranformasi , 
menjadi tempat penyimpanan untuk mengingat sang Teman, 
bukannya sekedar gudang suram yang dipenuhi dengan 
bentuk , konsep, dan imaji yang sepele dan buram.

@HSN.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar