Jumat, 27 November 2015

MEREGUK SARI TASAWUF

LALU SIAPAKAH KITA ?

Saat kita melangkah di jalan pengetahuan diri ini dengan bantuan 
sarana yang diberikan oleh tradisi - sarana yang tanpanya perjalanan
semacam itu sesungguhnya mustahil - kita mendapatkan perspektif 
baru tentang setiap jenis  kenyataan yang telah kita identifikasi kan
pada awal perjalanan kita.

Kita mulai menyadari bahwa meskipun kita adalah laki-laki atau 
perempuan ,atribut itu tidak benar-benar mendefenisikan kita.
Ada realitas yang lebih mendalam , sebutlah sebuah realitas androgynic,
yang mentransendensi dikotomi laki-laki dan perempuan 
sehingga identitas kita tidak ditentukan oleh jenis kelamin kita semata.
Dan kita bukan pula hanya tubuh dan panca indera kita walaupun 
kita sering mengidentifikasikan diri dengannya.

Saat kita menempuh Jalan Sufi , 
akan menjadi semakin jelas bahwa apa yang kita sebut "Aku" 
memiliki eksistensi yang terlepas dari persepsi indera dan tubuh 
secara keseluruhan meskipun jiwa terus memiliki kesadaran 
tentang tubuh sambil juga menyadari melalui pelatihan spiritual 
kemungkinan untuk meninggalkannya demi menuju rumah 
yang lebih tinggi.

Demikian juga,meskipun kita memiliki emosi  dan keadaan psikologis,
yang dengannya kita sering mengidentifikasikan diri , jalan spiritual
mengajarkan kepada kita bahwa mereka tidak mendefinisikan dan
menentukan identitas kita dalam pengertian terdalamnya.
Bahkan sering kita berkata, 
"Aku harus mengendalikan perangaiku", 
yang menunjukkan dengan jelas bahwa terdapat lebih dari satu 
agen psikologis di dalam diri manusia.

Seperti yang dikatakan oleh St. Thomas , yang sejalan dengan ajaran Sufi,
"Duo Sunt di homine" (Ada dua di dalam diri manusia") .
Bagian dari diri kita yang berusaha mengendalikan perangai kita 
pastinya berbeda dan tidak ditentukan oleh bagian dari jiwa kita 
yang sedang marah dan harus dikendalikan itu.
Ya, kita memang mengalami emosi , tetapi kita tidak lantas 
didefenisikan olehnya.

Dengan cara yang sama , kita memiliki fakultas imajinatif 
yang mampu mencipta berbagai gambaran, dan orang biasa , 
seringnya hidup dalam tataran rendah dari dunia bentuk-bentuk 
imajinal itu.
Sekali lagi, kita tidak ditentukan bentuk-bentuk imajinal itu,
dan menapaki jalan spiritual sangat efektif 
dalam mentransformasi lanskap imajinal batin kita.

Adapun kekuatan memori, itu sebagian besar merupakan 
tempat penyimpanan gambar-gambar dan bentuk-bentuk  
yang berkaitan dengan pengalaman yang terdahulu.

Akan tetapi secara metafisik , itu juga terkait dengan relasi atemporal
kita dengan Sumber Wujud kita dan dunia yang dapat dipahami akal
tempat kita berada sebelum kita turun ke bumi ini.
Itulah mengapa , pengetahuan yang benar menurut Plato adalah ingatan,
dan dalam  Tasawuf langkah-langkah di jalan itu diidentifikasikan
dengan tahapan pengingatan tentang sang Sahabat.

Akan tetapi sebagian besar orang , menganggap pengalaman-pengalaman
yang teringat setiap hari sebagai bagian utama dari identitas mereka.
Namun demikian , pusat dari kesadaran kita ,  Aku kita, 
tidak dapat disamakan dengan memori  kita yang biasa.
Kita bisa lupa banyak hal dan masih tetap sebagai manusia yang sama.

Kehidupan spiritual  pada kenyataannya bisa didefenisikan  
sebagai pengamalan teknik-teknik yang memungkinkan kita
untuk melupakan semua yang kita ingat tentang dunia kemajemukan
serta untuk  mengingat hal yang paling penting, yang dunia ini,
telah menyebabkan kita melupakannya, yaitu satu-satunya 
"Kebenaran yang menyelamatkan", yang juga merupakan 
realitas batin kita.

@SHN..



Tidak ada komentar:

Posting Komentar