Selasa, 24 November 2015

ESENSI HAJI

ESENSI HAJI
Pembicara: Abu Sangkan

Al Quran selama ini (masih) hanya dikaji ritualnya saja. 
Padahal Islam adalah agama kesaksian.

Sholat, dalam sholat, pertanyaannya adalah, ada apa diwajibkannya sholat.

Qurban, sejak dulu sudah ada yang namanya persembahan pada dewa-dewa. 
Kemudian Islam datang menyempurnakan. 
Revolusinya: makanannya diberikan ke orang miskin. 
Pertanyaannya adalah, 
aspek apa yang ditanamkan ketika ritual itu terjadi, 
orang tidak memperhatikan.

Haji, harusnya ada pertanyaan, progress apa yang didapat setelah berhaji. 
Misal, thawaf adalah berkeliling, patuh, pasrah. 
Ada suatu kepatuhan kepada Tuhan, keteraturan.

Alam patuh kepada Tuhan, 
maka... 
Alam yang besar ini ada penguasanya, 
yaitu jiwa yang patuh kepada Tuhan.

#
Mengapa jiwa menjadi gelisah..? 
Karena ada 'ketidakselarasan' dengan Tuhan.
Contoh kasus.. 
Seorang suami tidak pulang. 
Ada dua pilihan sikap:
Gelisah (tidak pasrah) – muncul prasangka2 – jantung berdebar, asam lambung meningkat, kepala pusing (gejala ketidakseimbangan) – tubuh rusak – suami pun belum tentu pulang – rugi 2 kali.
Pasrah (diam, tenang, nafas selaras dengan tubuh, metabolisme tubuh seimbang, pasrah kepada Tuhan, nafas seperti bayi, pikiran segar seperti baru dilahirkan) – TENANG,
 alam semesta selaras dengan kita (=esensi dalam thawaf) – semesta suami juga mendengar (merespon) kepatuhan kita kepada Tuhan.
#
Qurban, bagaimana kalau diuangkan..?

Syariatnya: 
qurban itu memotong hewan qurban, 
syariatnya dijalankan dulu, 
kalau nanti setelah itu dikemas, dijual, 
lalu uangnya didistribusikan tidak masalah. 
Poinnya: syariatnya dijalankan dulu.

Fiqih itu berkembang.
Bukan berarti agama berubah-ubah, 
tapi fiqih itu adalah solusi, 
berkembang menurut kebutuhan.

#
Esensi qurban, 
mengapa Allah mensyariatkan qurban, 
apa yg ingin Tuhan sampaikan..? 
Bukankah Tuhan tidak butuh apa-apa.

Mengapa umat Islam dijuluki teroris..? 
Mungkin, karena kita tidak (belum) bisa memberikan, 
menyampaikan, melakukan aspek yang lebih universal.

Sholat, targetnya adalah menjadi orang baik. 
Sholat itu sendiri tidak mengganggu orang, tidak merugikan orang. 
Tapi lain cerita jika misal dilakukan dengan adzan keras-keras 
hingga mengganggu orang agama lain.
Sholat itu sendiri ESENSINYA: kesadaran. 
Bukan pada teriakan adzan.

Haji, wajibnya hanya 1 kali, lalu kenapa ada yg sampe 5 kali, 
kenapa yang 4 kali sesudahnya tidak disebarkan biayanya untuk yang butuh.

Qurban memberi kesenangan pada diri kita. 
Kebahagiaan, kesenangan akan memberi bekas pada diri kita, 
pada wajah kita ~ rezeki jadi mudah.

#
Haji, dalam berhaji kita menjadi seperti pendeta (dalam hal kewajiban2), 
sama dengan konsep 'moksa' dalam Hindu & Budha.

Tetapi konsepnya dalam Islam, 
manusia menyadari ruh-nya berasal dari Tuhan. 
Ruh ini turun ke bumi (Tuhan berkata: ruh-Ku turun ke bumi). 
Ruh Allah, berjalan-jalan di bumi.

#
Ihram – Wukuf – Lontar jumroh -- ...

Wukuf: “diam” di padang Arafah (padang Ma'rifat), 
untuk melihat (berjumpa) Tuhan.

Tapi kenyataan yang ada: 
doa keras-keras,
 esensi jiwanya gak ketemu,
gak ditemukan perenungannya, 
pencarian dirinya.

Seharusnya: “diam & tenang”, 
melakukan perjalanan ke dalam diri, 
menemukan diri,
 menemukan/bertemu Tuhan.

Lontar jumroh, bukan asal lempar batu kuat-kuat, hingga nimpuk kepala orang :)
Esensinya, 
lemparkan iri, dengki, dll., dari dalam hati 
(Allah bilang ada suatu kedengkian di dalam hati).

#
Apakah ibadah sosial menghilangkan ibadah ritual..?

Baik & buruk ditentukan oleh aspek nilai yang ada dibalik itu.
Contoh, Sholat = kepatuhan kepada Allah. 
Infaq = memberi faqir miskin. 
Melakukan infaq tidak lantas jadi nggak usah sholat.

Ibadah kepada Tuhan tidak bisa dipisahkan dengan ibadah sosial (fisik). 
Sholat, kaitannya adalah memberi. 
Ayat, aqimusholah wa'atuzzakat, dalilnya selalu begitu, tidak dipisah.
Kalau hati kita cinta kepada Allah, maka tubuhnya pun harus patuh.
Analoginya, kecewa itu soal hati, tapi tubuh ikut pula.

Kesimpulan: disebut agama, jika ada ruh duluan, lalu ada aksi (action).
Jika hanya sosial (action doank), tidak disebut agama. 
Yang benar: kesadaran dulu, lalu action.

Kesadaran doank, tidak disebut agama juga. 
Dalilnya, bohong agama seseorang tetapi tidak memberi faqir miskin. 
(Q.S. al Maa 'uun, ayat 1-3)

# Tanya-Jawab

1
Jika kita mencintai sesuatu, berarti ada keterikatan dengan sesuatu itu. 
Ketika ada problem, 
kesadaran bahwa itu dari Allah (pasrah), akan mengendurkan keterikatan itu.

Semua yang kita miliki mempunyai keterikatan dengan diri kita.
Misal. Rumah terbakar, itu bukan Tuhan menyiksa kita, tapi menyelamatkan kita. 
Jika lalu kita jadi sakit, kepikiran, artinya ada keterikatan dengan harta/rumah itu. 
Tapi ketika kita dekat dengan Tuhan, keterikatan itu akan mengendur.
Suami, istri, anak, semua menimbulkan keterikatan.

2
Kerja di bank konvensional, haruskah pindah ke bank syariah..?

Yusuf Qardhawi: Fiqih itu berubah sesuai perkembangan zaman.
Dulu valas haram, 
tapi kemudian dalam keperluan naik haji ke luar negeri, valas tetap diperlukan.

Jawab : Tetap dulu aja disitu, tapi kesadaran dalam diri kita ditingkatkan, 
misal infaq untuk membersihkan harta kita, lebih membersihkan diri, dll.

Apakah dulu sebelum bank-bank syariah belum ada lantas orang-orang yang berhaji dulu yang pake bank-bank konvensional, jadi batal hajinya..? Tidak, kan..

#
Kesimpulan sesi ini, haji – menggapai mabrur. 
Mabrur, artinya dibaikkan, 
contohnya apakah setelah pulang haji 
terasa ada perubahan-perubahan yang sangat indah, ringan, dibaikkan..[]

Posted by Dedeh SH No comments:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar