Dihikayatkan dari sayyidina ‘Umar bin Al-Khatthaab radhiyallahu 'anhu, beliau berkata:
تأدّبوا ثم تعلّموا
“Pelajarilah oleh kalian adab, kemudian pelajarilah iLmu.”
(“Syarh Mandzhuumatil Aadab” – Al-Imam As-Safaarayni)
Kedudukan adab dalam ranah iLmu sangatlah agung,
kerana adab merupakan perhiasan dan mahkota bagi penuntut iLmu.
Dengan adab, iLmu yang ia pelajari menjadi barakah,
dan dengan adab pula semua pintu iLmu akan terbuka.
Tak hairan jika dahulu para Ulama Salaf lebih banyak menghabiskan waktunya
untuk belajar adab dibanding mempelajari iLmu.
Di antara adab thaalibul iLmi terhadap gurunya adalah
bersabar atas kekurangannya dan tidak menyudutkan gurunya oleh sebab kealpaannya. Justru sebaliknya,
seorang murid dituntut untuk berbaik sangka terhadap perilaku gurunya
dan tidak sembarangan menuduhnya.
Camkan perkataan Al-Imam As-Syaafi’i dalam bait sya’ir beliau:
“Hendaknya engkau bersabar atas pahitnya perangai kasar sang guru,
kerana melekatnya iLmu senantiasa menyertainya.
Siapa yang tidak merasakan kehinaan belajar barang sesaat,
sungguh ia akan meneguk hinanya kebodohan seumur hidupnya...
Maka siapa yang tidak mahu belajar di masa mudanya,
hendaklah ia bertakbir sebanyak empat kali atas kematiannya...
Demi ALLAH, hidupnya seorang pemuda bergantung dengan iLmu dan taqwa. Jika keduanya sirna, maka tiada lagi jati dirinya...” (Abyaat Fi Thalabil ‘ILmi)
Al-Imam An-Nawawi menasihatkan,
“Seorang murid hendaknya meminta maaf terlebih dahulu bila gurunya berlaku kasar. Hendaknya ia sampaikan alasan kepada gurunya itu
dan mengakui bahwa dirinyalah yang patut dipersalahkan.
Adab seperti itu akan mendatangkan manfaat dan lebih membersihkan Hati sang guru.”
(At-Tibyaan Fi Aadaabi Hamalatil Qur’aan)
Kendati demikian,
tidaklah terlarang bagi seorang murid untuk menyampaikan nasihat kepada gurunya. Hanyalah yang dilarang jika nasihat yang disampaikan itu tanpa memperhatikan adab...
Wallahualam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar