Assalamu’alaikumWr. Wb.
Terlebih dahulu puji syukur yang tidak terhingga kita panjatkan kehadirat Allah SWT.
Sebagaimana pujian-nya orang-orang yang kuat yaqin dan kesyukuran-nya
orang-orang yang putus pengenalan.
Selanjutnya shalawat seiring salam yang khalis mukhlisin
keharibaan Arwahul Muqaddasah junjungan alam Baginda Nabi Agung,
Nabi Muhammad SAW. Kepala Negara yang pengayom dan kasih kepada rakyatnya,
Ahli Tata Negara yang tiada duanya,
Panglima perang yang gagah perkasa,
Filosof dunia yang tiada tolok bandingnya,
Kepala keluarga yang bijaksana,
Imam yang sempurna,
Guru dari sekalian Guru Mursyid,
Matahari penunjuk jalan,
Pemberi syafa'at dan Rahmatan lil'alamin, Rahmat bagi seluruh Alam.
Kemudian hormat dan khidmat serta salam ta'zim yang berkepanjangan
kita sampaikan kepada Khalifah Rasulullah sebagai Al-Ulama Warshatul Anbya
di masing-masing jamannya.
Mereka itu telah mengangkat kita dari lembah kehinaan, kebodohan dan kebutaan
ke atas dataran pengenalan yang tinggi ke peringkat kemuliaan yang tidak terhina lagi
untuk selamanya yaitu bahagia raya yang tidak pernah kunjung padam
karena telah mengetahui yang halal dan yang haram,
mengerti yang haq dan yang bathil,
mengenal yang syirik dan yang mukhlis,
mengenal mana langkah Malaikat dan mana langkah Syetan.
Wahai Guru Mursyid kami
dengan sebab musababmu
menjadilah kami hamba-hamba yang disinarkan Allah dengan Iman,
mengenal akan amanat Allah dan
mengenal akan Warisan Rasulullah
sebagai Khalifah Allah dan Khalifah Rasul yaitu Ulama Warshatul Anbya.
Berkah uluran tanganmu kami terangkat
dari lembah kesesatan kepada pengenalan,
dengan bimbinganmu yang penuh kesabaran
kami terhindar dari keragu-raguan,
dengan pengajaranmu yang cukup dalil
kami mendapat keyakinan,
dengan tuntunanmu yang tidak mengenal bosan
kami dapat mengenal tujuan,
dengan petunjukmu yang penuh hikmah
merubah kami dari kejahilan kepada kearifan,
dan dengan amalan dzikirullah yang engkau tanamkan
menjadikan kami hamba-hamba Allah
yang sempurna Islam, sempurna Iman, sempurnaTauhid dan sempurna Ma'rifatullah.
Kehidupan kita dengan kehidupan Nabi SAW
terpaut lebih kurang 1500 tahun setelah Junjungan wafat,
padahal beliau Nabi Muhammad SAW sebagai tangan di dunia bagi ummatnya,
dan ini ditegaskan AllahSWT. dalam Surat Al Anbya (107) :
Wamaa arsalnaaka illa rahmatan lil 'alamiin –
"dan tidaklah KU utus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat untuk seluruh alam".
Maksudnya adalah agar kita senantiasa mendapat rahmat Allah
maka semua aktivitas kita wajib menyertakan unsur Nabi SAW
(Ruhani = Arwahul Muqaddasah Nabi Muhammad SAW)
karena yang dikatakan rahmatan lil ‘alamin adalah
Nurun ‘ala Nurin = Nur ilahi berdampingan dengan NurMuhammad
yang terbit dari Fi’il Sifat Dzat Allah Ta’ala
dan telah ditanamkan oleh Allah didalam dada = qalbu = ruhani Nabi Muhammad SAW (sekarang di dalam arwahul muqaddasahnya)
yang selanjutnya diwariskan kepada Para Masyaekh yang Mursyidana
sebagai Al Ulama Warshatul Anbya
sebagai Khalifah Rasul dan Khalifah Allah
karena silsilah rohani para Khalifah Rasul tersebut terjalin secara nyata
dan realita sampai ke Arwahul Muqaddasah NabiMuhammad SAW
sehingga Allah SWT tidak menurunkan Nabi lagi sesuai dengan Sabda Nabi SAW
riwayat Bukhari – Muslim :
Kanat banu-isroila tasu suhumul'anbiyau,
kullama halaka Nabiyyun kholafahu Nabiyyun Wainnahu laa Nabiyya ba'diwasa takuunu khulafa'u fataktsuru =
"Dulu Bani Israil diurus dan dipeliharaoleh Nabi,
setiap kali seorang Nabi meninggal,
Nabi yang lain menggantikannya.
Sesungguhnya tidak ada Nabi sesudahku dan ada para Khalifah yang berjumlah banyak."
Para Khalifah Rasulullah yang berjumlah banyak inilah yang juga disebut oleh Nabi Muhammad SAW sebagai AlUlama Warshatul Anbya
sebagai perpanjangan tangan Nabidi dunia untuk umatnya,
Mereka dicipta dan tercipta sebagai pewaris penerus pekerjaan Nabi SAW,
Mereka diberi hak oleh Allah memberikan Syafa’at kepada jama’ahnya
sebagaimana Nabi Muhammad SAW memberikan Syafa’at kepada Umatnya
Yasfa’u yaumal qiyaamatil ambya’u tsummal ulamaa’u tsummasy-syuhadaa’u :
(HR. Ibnu Majah)
Mereka adalah umatnya Nabi SAW yang duduknya sederetan dengan para Nabi
(QS.Surat An-Nisa’ 69).
Di dalam dada (ruhani) mereka bermuatan
Nurun ‘ala Nurin atas penerusan pancaran Nurun‘ala Nurin
dari ruhani Nabi Muhammad SAW. (sekarang dalam Arwahul Muqaddasahnya).
Nurun ‘alaNurin adalah saluran haq kepada Allah SWT,
di dalam Al-Qur’an dipopulerkan dengan nama ilaihil wasilata (QS. Al Maidah 35)
yang kapasitasnya tidak terhingga (simbul matematikanya adalah " ~ " )
dan Nur itulah yang menuntun rohani kita
untuk beriman dan bertaqwa kepada Allah dan Rasulnya.
Sebagaimana kita ketahui bersama didalam pelaksanaan ibadah shalat
yang pada dasarnya shalat itu bermuatan do’a dan dzikirullah atau ingat akanAllah,
semua rukun syaratnya benar, ruku’ sujudnya betul dan bacaan didalam shalat bagus
namun yang hadir dihati didalam shalatnya ternyata tidak kepada Allah,
tidak hudurul qolbu ma’allah
justru yang hadir di hati adalah aktivitas dunia yang telah dilaluinya
dengan silih berganti
sehingga Rasulullah SAW memberikan keterangan
"betapa banyak umatku shalat yang didapat hanyalah ruku’ dan sujud
serta betapa banyak umatku berpuasa yang didapat hanyalah lapar dan dahaga",
artinya tidak bermuatan nilai ibadah dan yang didapat hanyalah catatan amal.
Rasulullah SAW bersabda :
Innad du'aa amauquufun bainas samaai walardhi laa yas'adu minhu syai-in hattaa tushalli 'alaa nabiyyika –
"Sesungguhnya Do’a itu terhenti di antara langit dan bumi
sampai engkau bershalawat atas NabiNya",
(HR. Thabrani, Tarmizi).
Maksudnya do’anya tidak sampai kehadirat Allah
sebelum menemukan Wasilah Allah yang telah ditanam di dalam ruhani Nabi-NYA.
Jika dianalogikan dengan bahasa elektronika,
maka Untuk mendapatkan frequensi Allah SWT terlebih dahulu
menggabungkan frequensi kita kedalam frequensi Nabi SAW
karena frequensi Allah telah ada dalam frequensi Nabi-NYA.
Tata cara untuk menghubungkan hati ruhani kita ke ruhani Nabi Muhammad SAW kemudian ke hadirat Allah SWT dalam Kitab Al Qur’an
populer dengan nama At –Thariq (QS. Al-Jin 10).
Semua ibadahnya umat Islam kepada Allah SWT
wajib menyertakan unsur Nabi-Nya (sekarang Arwahul muqaddasah NabiSAW).
Oleh karena itu bagi Umat Islam yang terpanggil hatinya
untuk menyempurnakan ibadahnya melalui kerohanian Islam yaitu
memasuki Thariqat Islam Thariqat Naqsyabandiyah (yayasan jabal Qubis),
wajib mencari dan mendapatkan seorang Guru Mursyid yang Absah
dan Mu’tabaroh yang ahli silsilah yang segaris di Tali Allah Haqiqi
(Silsilah Ruhaninya sambung menyambung secara nyata
dan fakta hingga sampai ke Arwahul MuqaddasahNabi SAW)
yang dibuktikan dengan Ijazah Silsilah
dari Guru Mursyidnya dan segaris di Tali Allah Syari’i
(berpedoman pada Al Qur’an dan Al Hadits disamping Ijma’ dan Qiyas).
Sesungguhnya Allah senantiasa menjaga Thariq-NYA yang mustaqim
melalui para Khalifah Allah dan para Khalifah Rasul yaitu
Al Ulama Warshatul Anbya.
Oleh karena itu para MursyidanaAhli Silsilah
selalu mengingatkan umat Islam dalam ibadah
agar tauhidnya tetap lurus kepada Allah
tentu harus melalui jalan–thariq–metoda–ilaihil wasilata yang lurus pula.
Kita beribadah tujuannya hanyalah Allah Ta’ala
bukan pahala bukan agama dan bukan syurga sekalipun.
Dewasa ini telah kita saksikan betapa prihatinnya
melihat moral = ahlak = perilaku umat sudah banyak yang menyimpang
dari tuntunan Agama,
karena mereka pada umumnya tidak mau ataupun tidak mampu
mengamalkan ajaran Agama Islam secara utuh (kaffah) = jasmani dan ruhani
atau belum menemukan penuntun (Guide) Ulama Warshatul Anbya
dalam beribadah kepada Allah SWT.
Merubah ahlak dan perilaku seseorang atau suatu kaum
harus dimulai dari dalam diri yaitu menata hati ruhaninya terlebih dahulu
dengan cara kontak dzikir akan Allah melalui tata cara kerohanian
yang tuntunannya dicontohkan oleh NabiSAW kepada umat di masanya,
lalu diwariskan kepada Al Ulama Warshatul Anbya.
Mengapa hati ruhaninya ditata terlebih dahulu...?
karena hati ruhani itulah yang mengendalikan
seluruh anggota badaniah termasuk akal-pikirnya.
Rujukannya Sabda Nabi SAW :
Innamaa bu'itsu liutamimma makaarimal akhlaaq -
"Sesungguhnya aku(Nabi SAW) diutus semata-mata
untuk menyempurnakan akhlak (perilaku zahir =jasmani dan perilaku batin = rohani)
(HR Ahmad).
Tehnologinya:
Qun ma’allahfainlamtaqun ma’allah faqun ma’a man ma’allah fain nahu yusiluka ilallah
" adakanlah beserta Allah (ruhaninya)
jika tidak bisa beserta Allah
adakanlah beserta orang yang telah beserta Allah,
maka orang itulah (ruhaninya)yang menghubungkan ruhanimu kepada Allah "
(HR. Abu Daud).
Metoda pelaksanaan tehnisnya di dalam Thariqatullah Thariqat Naqsyabandiyah
(yayasan Jabal Qubis),
dimasa kini (dijaman Ulama) yang menuntun dan ngiguhke/mrenahke (bahasa jawa)
adalah Guru Mursyid sebagai Al Ulama Keruhanian Islam.
Perilaku zahir/fisik didalam ibadah seumpama Ilmu Fiqih mengajarkan
lafadz, niat, dan pelaksanaan tehnis dari zahirnya ibadah,
cakupan operasionalnya adalah yang horizontal
(filosofisnya agar ada perbedaan antara ibadah kaum Muslimin dengan Non Muslimin),
sedangkan Ilmu Kerohanian Islam dimensinya adalah qalbu = hati rohani
yaitu mengajarkan teknis pelaksanaan kerohanian
yang merupakan substansi - esensi ibadah itu sendiri
yaitu cara menghubungkan diri Rohani, Qalbu – hati hayati,
langsung ke hadirat Allah SWT melalui sistem rohani yang sambung menyambung
hingga ke Arwahul Muqaddasah Nabi Muhammad SAW.
Metode pelaksanaan tehnisnya di dalam Al-Qur’an disebut Thoriqoh = thariqat
(QS. Surat Jin 16).
Ilmu Fiqih adalah penting dibidang ibadah fisis jasmaniah,
sedangkan Ilmu Kerohanian Islam juga penting
dalam hubungan rohani vertikal kehadirat Allah SWT.
yang merupakan esensi yang fundamental dalam misi ibadah itu sendiri
karena yang hubungan antara hamba dengan Allah Tuhannya adalah qalbunya (ruhaninya).
Dengan demikian merupakan obyek yang mesti diolah dan digarap oleh ahlinya
- ahladz dzikri,
jadi kedua Ilmu (Fiqih dan Kerohanian Islam) itu tidak dapat dipisahkan
satu sama lainnya,
harus berjalan dan dijalankan bersama-sama laksana dua sisi mata uang dimana sisi
yang satu merupakan pelengkap mutlak dengan sisi yang lainnya,
demikian juga sebaliknya.
Sebagai contoh yaitu tentang shalat,
pelaksanaan berdirinya shalat seseorang secara normatif wajib menggunakan 3 (tiga) rukun/unsur yang melekat pada dirinya yaitu :
1. Rukun qauli (perilaku lesan)
2. Rukun fi’li (perilaku anggota badan)
3. Rukun qalbi (perilaku hati)
Ketiga unsur tersebut mempunyai tugas yang berbeda-beda
namun dilaksanakan bersama-sama karena satu paket pekerjaan.
Lesan bertugas membaca bacaan yang wajib dibaca dalam sholat misalnya takbir,
membaca surat Alfatihah, membaca tasyahut, membaca dua kalimahsyahadat,
shalawat Nabi dan membaca salam.
Kemudian anggota badan bertugas mengangkat tangan
untuk takbiratul ikhram - ruku’- sujud, dst.
Sedangkan qalbi bertugas meletakkan niat untuk melaksakan shalat dan
berdzikirullah =ingat Allah = hubungan kepada Allah = hudurul qalbu ma’allah.
Seluruh pekerjaan qauli dan fi’li orang tersebut adalah benar,
namun yang hadir di hati dan pikirannya silih berganti aktivitas dunianya
yang sudah berlalu maupun khayalan aktivitas dunia yang akan dikerjakan
hingga sampai selesainya shalat
dan tidak mendapatkan fii shalatihim khasi’un (di dalam shalatnya khusu’),
akibatnya hari kehari hati mereka senantiasa dalam rasa resah gelisah -
gundah gulanah tidak ada sakinah mawaddah (bahagia dan sejahtera) dalam dirinya
karena mereka belum pernah diajarkan qalbinya (rohaninya)
kontak dzikir hubungan kepada Allah SWT.
Nabi Muhammad SAW diutus didunia salah satu tugasnya
untuk menyempurnakan akhlak
(tingkah laku dzahir dan tingkah laku bathin =Rohani/qalbu/hati)
agar kedua unsur tersebut beriman dan bertaqwa kepada Allah dan Rasulnya,
yang akibatnya mereka mendapatkan pribadi insan kamil.
Ruhani yang sudah beriman dan bertaqwa kepada Allah dan Rasulnya
kelak ruhaninya akan ditempatkan di Syurga Allah karena Rahmat Allah juga.
Itulah haqiqat Dinnullah (Agama Allah) di bumi
yang dibawa awalnya oleh Nabi AdamAs. dan diakhiri oleh Nabi Muhammad SAW.
Para ahladz dzikir itu adalah insan-insan pilihan Allah (yang dikehendaki Allah)
sehingga tidak sembarang orang dapat menduduki predikat ahladz dzikri,
karena kondisi pribadinya (Qalbunya = hatiruhaninya) telah disetting oleh Allah sendiri sebagai Waliya Mursyida - Pemimpin peramalan Dzikirullah sebagai
Al Ulama Warshatul Anbya yang hati rohaninya segaris padaTali Allah
dan qalbu mereka senantiasa tahqiq akan Allah setiap saat
(karena memang mereka itulah aparat Allah SWT,
pilihan-Nya sebagai pewaris – penerus pekerjaan Nabi)
sehingga Allah tidak menurunkan Nabi lagi
karena ilaihilwasilata tetap dipancar teruskan kepada Al Ulama Warshatul Anbya tersebut serta meneruskan tangan Nabi di dunia untuk umatnya dimasing-masing jamannya),
oleh karena itu mereka adalah orang-orang yang istimewa (Rohaninya),
sebab di dalam hati ruhaninya bermuatan Nur Muhammad .
(Nurun‘ala nurin yahdillahu linurihi mayyasya’u =
Nur Allah di atas Nur Muhammad,
menunjuki kepada hambanya yang dikehendaki padaNur itu :
( QS An-Nur 35 )
sehingga Nur itulah yang menuntun rohani =
hati kita dengan metode (Thariqatullah) menuju ke Rohani Utama
(Arwahul Muqaddasah Nabi Muhammad Rasulullah SAW)
bersama-sama dengan rohani Junjungan Nabi kita
menuju kehadirat Allah SWT baik di dalam ibadah khusus/mahdhoh,
maupun ibadah sunat lainnya (nawawil) sehingga seluruh ibadah kita
( yang shalatku,ibadahku, hidupku dan matiku ) senantiasa hadir di maqam Ikhsan.
Perlu diketahui,
bahwa jalan thariqatullah yang benar harus berdiri di atas Syari'at Islam (Ilmu Fiqih)
yang benar
dan supra rasional yang benar harus berdiri di atas rasional
dan metafisika yang benar juga harus berdiri diatas fisika
sebagaimana Sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yaitu :
AlIslamu Ilmiyyun wa ‘amaliyyun =
"Islam itu ilmiah dan amaliah".
Hadits tersebut di dukung dengan Firman Allah dalam QS. Al Jin ayat 16:
Waallawi astaqamuu 'alath-thaariqati laa asqainahum maa an ghadaaqaan -
"Sekiranya mereka tetap berjalan di jalan (Thariq) yang lurus,
pasti Kami (Allah) turunkan hujan rahmat yang melimpah".
Nabi Muhammad SAW sebagai tangan untuk umatnya dibumi,
maksudnya rohani Nabi ikut berproses secara kerohaniannya,
menyucikan ruhani (hati, jiwa) para pengikutnya di SatuJalur Utama - Tali Allah
(QS. Ali-Imran 164),
mengajari mereka Al Kitab dan Al Hikmah ,
sekaligus sebagai Imam Utama (Kerohanian) menuju ke hadirat Allah SWT.
Mereka (para mandataris Allah = Nabi dan Ulama)
yang digaris Tali Allah mendapatkanNur, Cahaya-NYA,
diterangkan di QS. An Nur , ayat 35 :
Nuurun 'alaa nuurin yahdillaahu linuurihimayasyau -
"Nur diatas Nur ( Nur Allah diatas Nur Muhammad ) menunjuki hamba-Nya
yang dikehendaki dengan Nur itu".
Disamping itu ditegaskan di lain surah yaitu QS. Al Kahfi, ayat 17 :
Mayyahdillahu wahuwal muhtad wamayyudlilfalaan tajidaalahu waliyya mursyida -
"Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka dia dalam kebenaran,
namun barang siapa yang disesatkan (tidak diberi petunjuk olehAllah)
maka tidak ada seorang Pemimpin
(Waliya Mursyida = Pemimpinperamalan Dzikrullah) yang dapat menunjukinya."
Dan juga dikuatkan dalam firman-Nya di QS Al A'raf, ayat 178 :
Manyahdillahu wahuwal muhtadi wa man yudhlil faulaika humul khasiruun -
"Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah,
dialah orang yang mendapat petunjuk,
dan siapapun yang IA biarkan sesat,
merekalah orang-orang yang menderita kerugian.
Allah berfirman dalam Al Qur’an surat Ali Imran, ayat 31 :
Qul inkuntum yuhibbuunallaha faattabi'uuniiyuhbibkumullaahu wa yaghfiru lakum dunuubakum wallaahu ghafuurun rahiimun
" Katakanlah (Ya Muhammad) :
"Jika kamu(benar-benar) mencintai Allah,
maka ikutilah aku (ikut Nabi Muhammad lahir batin),
niscaya Ia (Allah) akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu
dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Allah Ta'ala menyatakan dalam hadits Qudsi :
Lam yasa'ni ardhi walaa samaaiwawasi'ani qalbu 'abdil mu'minul layyinul waadi' -
"Tak dapat menjangkau akandzat-KU (Allah), bumi dan langit-Ku ,
yang dapat menjangkau-KU adalah hamba-KU mu'min,
yang berhati lunak dan tenang.
(HR. Ahmad dari Wahab bin Munabbih)
Maksudnya adalah,
yang sampai kehadirat Allah adalah hamba Allah yang mukmin dan berhati lunak
(hamba yang telah mendapat penerusan Nurun ala Nurin) dari Sang Khaliq Allah SWT .
Oleh karena itu,
Tuhan sangat adil sekali menempatkan alat komunikasi antara mahluk (materi)
dengan Tuhan Allah (a-materi)
dengan simbol dan sebutan hati, qalbu - fuad - af'idah - rohani.
Kalaulah cukup ibadah melalui lisan dan anggota badan saja,
maka ada pertanyaan yang bernada protes kepada Tuhan.
Umpamanya bagaimana manusia yang diciptakan Tuhan sejak lahir
dikondisikan cacat secara phisik (invalid), buta,tuli, lumpuh, gagu, separo lumpuh
dan lain-lain,
bagaimana mau melaksanakan Syari'at Islam secara kaffah,
komplit dan sempurna sementara kondisinya saja cacat,
sudah susah didunia apa mereka mesti susah diakherat juga ?!,
tetapi bila dilihat dengan kaca mata Ilmu Hakekat (Kerohanian Islam),
maka akan terjawab
yaitu ibadah mereka dengan Qalbu = Hati - Rohani.
Harap diketahui bahwa manusia (insan) itu dinilai oleh Allah hanya dua macam,
pertama hatinya dan yang kedua adalah amalnya.
Pertanyaannya adalah
siapa yang memiliki dan mewarisi Hati - Qalbu mu'min yang lunak dan tenang ?
Jawabannya adalah Nabi Muhammad SAW,
beliau jelas beriman, bertaqwa, kaffah betul Islamnya.
Pertanyaan yang kedua adalah
siapa sih ... ! pemimpin kita (Ummat Islam itu) ?,
dengan jelas dan tegas bahwa pemimpin ummat Islam :
Pertama Allah SWT,
Kedua Rasul-Nya (Utusan , Kekasih-Nya = Muhammad SAW)
dan yang Ketiga adalah Orang-orang yang beriman
(Para Ulama = Sholihiin, Shiddiqiin, Syuhada, Waliya Mursyida),
kita sekarang ini hidup dijaman Orang-orang yang beriman
alias dijaman Ulama
(lihat QS. AlMaidah, ayat 55-56).
Pertanyaan selanjutnya adalah kriteria - klasifikasi
yang bagaimanakah orang-orang yang beriman itu ?!
Untuk menjawab itu referensinya adalah bahwa mereka (kaum Mukminin),
harus dan mutlak yang segaris dengan ajaran Al Qur'andan Sunnah - Hadits,
Istilahnya Ahlus Sunnah wal Jamaah,
baik yang bersifat zahir - jasmani
dan batin-rohaninya segaris di Tali Allah.
Oleh sebab itu secara khusus mereka itu (kaum Mukminin yang berhati lunak dan tenang) jelas-jelas mereka yang dikehendakioleh Tuhan Allah SWT !
(Mereka = Hamba-hamba pilihan-Nya, yang dihatinya diberiNur, Nur Muhammad).
Lantas dimana dan bagaimanakah letak Nuruun ‘ala Nuurin (Nur Muhammad) yang diberikan-Nya kepada hamba-hamba yang dikehendaki itu?,
Nur itu letaknya diHati = Rohani = Qalbu, dan
Nur itu sebagai Al Wasilata = Tali Allah.
(lihat QS.An Nur, ayat 35).
Referensinya bahwa kita beragama itu
bukan terletak hanya dijasmaniah -bersyari'at saja (termasuk di otak)
yang bersifat kasar(materi),
jasmani hanya sebagai alat saja, yang berkapasitas sangat terbatas.
Sedangkan Rohani = hati, qalbu saja tanpa diberikan al wasilata - Tali Allah
yang berupa Nuruun ‘ala Nuurin maka tidak akan sempurna,
hanya sebatas sebagai catatan amal saja.
Kesimpulannya,
kita wajib memfokuskan rohani kita ke rohani Sang Mursyid
- Ahli Silsilah Thariqatullah yang telah bersatu -
terfokus kepada Rohani utama Rasulullah SAW,
sedangkan kita tentunya diguide - handle - dituntun oleh mereka -
para Mursyidana
(Ahladz dzikir = Ulama warshatul anbya dimana ruhani-ruhani mereka
telah disucikan oleh Allah SWT)
sebagai Aparat - Instruments-NYA,
yang telah tertanam Al Wasilata = Nur Muhammad =Nuruun ‘ala Nuurin
sebagai Tali Allah,
menujuke hadirat Allah Yang Maha Hidup, Maha Qadim, Maha Halus dan Maha Segalanya.
Usaha penggabungan antara rohani kita dengan rohani para mursyidana
serta Rohani Rasulullah SAW ( 3 in 1 )
yang didalamnya telah terpasang saluran-NYA (Channel, Al-Wasilata),
(CATATAN :
Penggabungan ruhani disini bukanlah lalu kemasukan-kesurupan,
sebagaimana ilmu kebatinan yang kita lihat dan kita dengar,
yang substansinya dipastikan berisi selain unsur Allah
yaitu berisi unsur Syaitan, Jin dan sebangsanya yang bukan ajaran Islam
serta diluar Tauhid Islam walaupun menggunakan Ayat-ayat Al-Qur’an).
Betapa tinggi dan beruntungnya kondisi mereka
yang telah bergabung ruhaninya di garis Tali Allah
dan mendapatkan Nuruun ‘ala Nuriin – Nur Muhammad - Al Wasilata – channel
sehingga shalatnya menjadi khusuk,
suatu pekerjaan yang amat sangat diperlukan sekali
dan dilaksanakan setiap kita beribadah
agar dapat bersama-sama bermakmum dan berimam
dengan Rohani Rasulullah yang khalis mukhlisin,
sebagai tanda abdi kita yang setinggi tingginya dan amat suci murni
terhadap Al Malikul Mulki yang Wahdahu LaaSyarikalaah.
Kelihatannya, keterangan diatas itu panjang dan sangat sulit,
namun sesungguhnya mudah dan temponya sangat singkat,
itu juga sewaktu melakukan sholat yang letaknya di hati/qalbu,
sebagai titik a materi didalam diri seorang mu'min,
istilah dalam Ilmu hakekat disebut Latifaturrabbaniyah.
Perlu dicatat bahwa meski hanya sedetik ukuran demensi kita (terbatas),
dan bila masuk dalam demensi yang tak terhingga (alam Illahiyah- faktor Rabbaniyah) maka hasilnya pasti tak terhingga pula.
Sebab satu-satunya mahluk di dunia ini
( lebih dari 15 abad yang lalu hingga kini dan sampai kiamat )
yang pernah berjumpa ke hadirat Tuhan Allah Ta'ala
hanya ada satu manusia pilihan yaitu Nabi Muhammad SAW.
Sewaktu peristiwa agung Isra’ – Mi’raj Nabi Muhammad SAW.
Di bawah ini kami contohkan logika praktis tentang hubungan manusia dengan Allah SWT.
Contoh kongkret yang pertama :
Bila kita (hati-qalbu-ruh) diumpamakan bola lampu,
maka sebagai mediator - al wasilata untuk meng-hidup-kan harus pakai listrik (Tali Allah),
kita ikuti para orang mukmin yang hatinya sudah terpasang nuruun ala nuurin
dan kita disetting di iguhke, di prenahke (bahasajawa) oleh Mursyid =
ahladz dzikir untuk berhubungan langsung dengan listrik
dan akibatnya lampu kita menjadi hidup (nyala).
Dengan lain bahasa bahwa kita (ruhani - hati ) di setting - di iguhkan
di dalam dan bersatu dalam 3 in 1
yaitu Ruhani kita, Ruhani Mursyidana, Ruhani Rasulullah SAW
dan telah segaris dengan Tali Allah =
Al Wasilata (Nuurun ala Nuurin = NurMuhammad) menuju kehadirat Allah SWT.
Contoh kongkret yang kedua :
Penggabungan Rohani/qalbu kita dengan rohani Rasul
adalah syarat mutlak dalam thariqatullah - Ilmu Kerohanian Islam,
seperti diumpamakan :
Kita mesti paham bahwa
mana yang kawat dan mana yang listrik,
karena kedua-duanya mempunyai bentuk yang sama.
Kawat adalah penghantar saja,
tetapi ia bukan listrik dan
kedua-duanya sangat berhampir satu sama lain,
dan bentuknya sama tapi tidak bersyarikat !.
Bila dimanapun kita pegang kawat itu,
si-listrik-nyalah yang akan MENYETRUM kita
bukan si kawat yang nyetrum melainkan sang listrik,
karena kedua-duanya sangat berhampiran satu sama lain
walaupun tidak bersyarikat,
dan bentuk keduanya persis sama saja pada waktu itu,
namun si kawat tidak menjadi listrik,
dan listrik tidak akan pernah menjadi kawat !.
Banyak lagi contoh-contoh yang tidak kami cantumkan di tulisan ini,
dan semoga kaum muslimin - muslimat dapat hikmah
dari keterangan yang sangat berharga ini,
sehingga kaum muslimin menyegerakan
untuk mendapatkan ilmunya yang di dalam dada
para Mursyidana yang tahqiq (selalu) di garis Tali Allah syari`i
(Al Qur`an dan AlHadits disamping Ijma` Ulama dan Qiyas)
dan di garis Tali Allah haqiqi
(silsilah rohaninya nyata benar sambung menyambung
hingga sampai ke rohani NabiMuhammad Rasulullah SAW)
demi untuk kesempurnaan ibadah kita dalam meraih kehidupan duniawi
dan kehidupan ukhrowi yang di ridhoi Allah SWT.
Amin …
Ya Rabbil `alamin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Nb :
"Goresan Hati Ayahanda Guru Mursyid
yg tertuang dalam untaian kata yang membentuk kalimat dilisan."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar