Kamis, 05 November 2015

: Kasih dan Cinta, Adab dan Akhlak ::

Didalam ajaran 'Ilmu Tasawwuf, 
adab kepada guru Mursyid adalah sesuatu yang utama dan pokok, 
kerana hampir seluruh pengajaran tasawwuf itu berisi tentang pembinaan akhlak manusia menjadi akhlak yang baik, menjadi akhlak yang mulia sebagaimana akhlak Junjungan Besar Sayyidina Rasulullah SAW. 

Seorang murid harus selalu (merendahkan) diri di depan Guru, 
harus melayani GuruNya dengan sebaik-baiknya.

Syeikh Abu Yazid al-Busthami terkenal dengan ketinggian adabnya. 
Setiap hari selama bertahun-tahun Beliau menjadi khadam (pelayan) melayani gurunya sekaligus mendengarkan nasihat-nasihat yang diberikan gurunya. 

Suatu hari GuruNya menyuruh Abu Yazid (Syeikh) membuang sampah ke jendela.
“Buang sampah ini ke jendela”, suruhan Sang Guru.
Dengan kebingungan Abu Yazid (Syeikh) berkata, “Jendela yang mana Guru?”
“Bertahun-tahun engkau bersamaku, 
tidakkah engkau tahu kalau di belakangmu itu ada jendela”

Abu Yazid (Syeikh) menjawab,
“Guru, bagaimana aku bisa melihat jendela, 
setiap hari pandanganku hanya kepadamu semata, tidak ada lain yang kulihat”.

Begitulah adab Syeikh Abu Yazid al-Busthami kepada GuruNya, 
bertahun-tahun Beliau tidak pernah memalingkan pandangan dari GuruNya, 
siang malam yang di ingat hanyalah GuruNya, 
lalu bagaimana dengan kita 
yang selalu dengan bangga menyebut diri sebagai murid seorang Sidi Syeikh???

Banyak pelajaran yang boleh kita ambil dari cerita Syeikh Abu Yazid ini. 
Kalau Syeikh Abu Yazid tidak pernah memalingkan pandangan dari GuruNya, 
kalau kita jauh panggang dari api, ketika Guru sedang memberikan fatwa 
masih sempat ber-SMS ria, berWhatsapp tawa, berFacebook gumbira, 
masih sempat bermain game, masih sempat ketawa-ketiwi! 

Kalau Syeikh Abu Yazid tidak pernah tahu dimana letak jendela, 
kalau kita malah tahu berapa jumlah jendela dirumah Guru sekalian warna bingkainya, mungkin juga kita tahu jumlah pasu bunga di ruangannya!

Kita bukanlah Syeikh Abu Yazid, atau bukan juga Syeikh Burhanuddin Ulakan 
yang mau masuk kedalam WC (Septictank) mengambil cincin GuruNya 
(Syekh Abdura’auf as-Singkily/Syiah Kuala, 
bukan fahaman syiah tu ya!) yang jatuh saat buang hajat, 
kita bukan juga al-Imam al-Ghazali R.A yang mahu membersihkan kotoran GuruNya dengan memakai janggutnya, 
kita bukan juga Sang Sunan Kalijaga yang dengan sabar menjaga tongkat GuruNya 
dalam waktu yang sangat lama. 
Kita juga bukan Syeikh Abdul Wahab Rokan al-Kholidi 
yang selalu membersihkan WC GuruNya (Syeikh Sulaiman Zuhdi q.s) 
dengan memakai tangannya.

Kita bukanlah Beliau-Beliau yang sangat Mulia itu yang selalu merendahkan dirinya 
dengan serendah-rendahnya dihadapan GuruNya. 
Kita bukan mereka, tapi paling tidak banyak hal yang bisa dijadikan contoh 
dari kehidupan mereka agar kita berhasil dalam berGuru.

Merendahkan diri dihadapan Guru bukanlah tindakan bodoh, 
akan tetapi merupakan tindakan mulia. 

Dalam diri Guru tersimpan 'Nur 'ala Nurin' yang pada hakikatnya 
terbit dari zat dan fi’il ALLAH S.W.T yang merupakan zat yang Maha Positif. 

Kerana Maha Positif maka mendekatinya harus dengan negatif. 
Kalau kita dekati yang Maha Positif dengan sikap positif 
maka ruhani kita akan ditendang, keluar dari Alam Rabbani.

Disaat kita merendahkan diri dihadapan Guru, 
disaat itu pula 'Nur ALLAH' mengalir kedalam diri kita melalui Sang Guru, 
saat itulah kita sangat dekat dengan TUHAN, 
seluruh badan bergetar dan air mata pun tanpa terasa mengalir membasahi pipi. 

Hilang semua beban-beban yang selama ini memberatkan punggung kita, 
menyesakkan dada kita, dan yang bersarang dalam otak kita. 
Ruh kita terasa terbang melayang 
meninggalkan Alam Jabarut melewati Alam Malakut sambil memberikan salam 
kepada para malaikat-NYA dan terus menuju ke Alam Rabbani 
berjumpa dengan SANG PEMILIK BUMI DAN LANGIT. 

Pengalaman beberapa orang yang berhadapan dengan Guru Mursyid yang Kamil Mukamil Khalis Mukhlisin menceritakan bahawa jiwanya terasa melayang, tenang dan damai, seakan-akan badan tidak berada di bumi, inilah yang disebut fanabillah, 
seakan-akan disaat itu TUHAN hadir dihadapannya 
dan seakan-akan telah mengalami apa yang disebut 
dengan Lailatul Qadar,

Wallahu’alam.
‪#‎rumahrumi‬ ‪#‎imanislamihsan‬ ‪#‎jalanhaqiqi‬ ‪#‎ilmuitupelitahati‬ ‪#‎ilmudanamal‬ ‪#‎cinta‬ ‪#‎marilahbercinta‬ ‪#‎adab‬ ‪#‎akhlak‬ ‪#‎turuqsufiyyah‬

Tidak ada komentar:

Posting Komentar