Kamis, 05 November 2015

SANAD PENUNTUTAN ILMU

Bismillah
Sesuatu yang sangat penting yang diperhatikan oleh umumnya ahli ilmu adalah 
masalah sanad. 

Sanad ilmu adalah asas untuk mengetahui hakikat dan bentuk ilmu dari beberapa generasi. Setiap ilmu yang tidak memiliki sanad bersambung dianggap mabtur (terputus). 
Oleh karena itulah para ulama, khususnya yang menjalani jalan sfiritual (tasawuf) 
melalui pintu thariqat sangat memperhatikan nasab dan sanad ilmu mereka.

Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ayyuhal Walad menulis :

Ketahuilah, 
seorang salik harus memiliki seorang mursyid yang mampu membimbing (mursyid) dan mendidik (murabbi). 
Sehingga sang syaikh dapat memberinya pendidikan (tarbiyah) 
yang dapat menghilangkan berbagai perangai buruknya 
dan menggantinya dengan budi pekerti yang mulia.

Tarbiyah (pendidikan) yang dilakukan sang syaikh adalah 
seperti pekerjaan yang dilakukan oleh petani, 
yakni menyingkirkan duri dan tanaman liar yang mengganggu, 
agar tanaman yang ia tanam dapat tumbuh dengan baik dan subur. 

Oleh karena itu seorang salik harus memiliki syaikh yang mampu mendidik dan membimbingnya ke jalan Allah Ta’ala. 

Sebab, di dalam memberikan petunjuk kepada hamba-Nya ke jalan yang benar, 
Allah mengutus seorang Rasul. 
Setelah Rasulullah SAW wafat, tugas beliau diambil alih oleh para khalifah. 
Mereka membimbing masyarakat ke jalan Allah Ta’ala.

Syarat agar seorang syaikh dapat menjadi wakil Rasulullah SAW adalah 
ia haruslah seorang yang berilmu. 
Kendati demikian, bukan berarti setiap orang yang berilmu dapat menjadi khalifah (pengganti beliau). 

Kini akan kujelaskan kepadamu beberapa persyaratan syaikh 
agar tidak semua orang dapat mengaku dirinya sebagai seorang syaikh mursyid. 

Sebagian persyaratan syaikh tersebut adalah :
1. Tidak mencintai dunia dan kedudukan.
2. Pernah belajar kepada seorang syaikh yang memiliki silsilah pembimbingan 
    (penuntutan ilmu) hingga ke pimpinan para Rasul (Nabi Muhammad SAW).
3. Melakukan riyadhah secara baik, diantaranya adalah dengan sedikit makan, 
     sedikit berbicara, sedikit tidur, dan banayak melakukan shalat, sedekah dan puasa.
4. Selama masa belajarnya, 
     sang syaikh telah berhasil menyandang berbagai akhlak mulia 
     seperti sabar, rajin shalat, syukur, tawakkal, yakin, qana’ah, berjiwa tenang, santun,    
    rendah hati, berilmu, shidq (memiliki kesungguhan), memiliki rasa malu, tepat janji,   
    berwibawa, tenang dan tidak tergesa-gesa serta berbagai hal lain sejenisnya.

Dengan berbagai sifat-sifat di atas, 
maka dia merupakan secercah dari CAHAYA NABI MUHAMMAD SAW, 
sehingga ia pantas untuk dijadikan panutan. 
Akan tetapi, keberadaan syaikh semacam ini sangat langka, 
bahkan lebih langka dari belerang merah.

MAJMU’AH RISALAH AL-IMAM AL-GHAZALI
Selamat malam saudaraku, assalamu alaikum Wr.Wb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar